Senin, 14 Maret 2016

BAHASA INDONESIA HARUS MENJADI BAHASA PENGANTAR DI KAWASAN ASIA TENGGARA

     Urgensi memiliki bahasa pengantar sendiri di kawasan Asia Tenggara ini makin dirasakan keperluannya dengan terbentuknya dan diberlakukannya masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) mulai tahun ini. Tidak hanya di ASEAN, bahkan Australia dewasa ini telah menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua setelah bahasa Inggris. Indikasi peluang bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional cukup terbuka lebar.
Seperti yang di ungkapkan Arief Rachman, Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (15/11/12) bahwa PBB baru saja menolak bahasa Jerman menjadi bahasa Internasional karena hanya dipakai di Jerman. Berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di banyak negara (Kompas.com). Oleh sebab itu, bahasa Indonesia harus menjadi bahasa pengantar di kawasan ASEAN, alasannya antara lain sebagai berikut :
1.    Secara sosial ekonomi jumlah penutur aktif dan pasif bahasa Melayu sekitar 268 juta atau 40% persen dari populasi di ASEAN. Jumlah penutur Melayu terebut tersebar di lebih dari 50 persen wilayah Asia Tenggara termasuk Kepulauan Kokos (Keeling), Pulau Chrismas, Andaman dan Srilangka dan banyak lagi, selain Indonesia dan Malaysia. Tidak hanya di ASEAN, bahkan seperti yang sudah ditegaskan di awal bahwa Australia pun telah menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua setelah bahasa Inggris. Jutaan penduduk Australia sekarang sudah bisa menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa percakapan sehari-hari.

2. Potensi kultural yang memungkinkan bahasa Melayu yang di negara kita berkembang menjadi bahasa Indonesia bergerak sebagai bahasa paling berpengaruh di ASEAN, yaitu pertama, bahasa Melayu menjadi lingua franca di sebagian wilayah Asia Tenggara lebih dari 1.000 tahun. Oleh karena itu, kawasan Asia Tenggara memerlukan bahasa komunikasi yang berasal dari bahasa milik sendiri. Dengan menjadikan bahasa Indonesia atau bahasa Melayu sebagai bahasa resmi ASEAN maka sangatlah logis mengingat jumlah penuturnya sudah mencapai 400 juta orang atau 60% dari kurang lebih 650 juta total penduduk kawasan Asia Tenggara. Kedua, fonologi dan struktur gramatikal bahasa Melayu yang mudah. Ketiga, semakin banyaknya peminat dan pembelajar bahasa Indonesia.
3.    Bahasa Indonesia memiliki keunggulan yang menjadikan potensi bahasa Indonesia diterima menjadi bahasa internasional yaitu pertama, bahasa Indonesia memang lebih mudah, sederhana, dan egaliter dibandingkan dengan beberapa bahasa daerah yang digunakan di berbagai wilayah nusantara. Bahasa Indonesia tidak mengenal tingkatan yang berdasarkan status sosial atau usia. Kedua, dari sejak awal bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa persatuan, boleh dibilang tidak ada polemik ataupun kontroversi sama sekali seperti yang terjadi di negara lain. Semua daerah menerima dengan bulat untuk dipakai sebagai bahasa pengantar yang menghubungkan beberapa suku bangsa di Indonesia. Penerimaan bahasa Indonesia cukup total dengan ditandai sikap legowo” dari masyarakat Jawa yang mayoritas untuk tidak menjadikan bahasa Jawa menjadi bahasa nasional.

4.    Bahasa Indonesia di beberapa negara tertentu bukanlah menjadi bahasa yang asing. Hal ini berkaitan dengan faktor banyaknya interaksi warga negara Indonesia yang tersebar di berbagai negara. Adanya TKI atau TKW yang secara langsung atau tidak langsung turut membantu tersebarnya bahasa Indonesia.
5.    Selain itu, perilaku warga Indonesia yang gemar belanja ke luar negeri juga turut membuat bahasa Indonesia diperhitungkan. Karena ingin memuaskan warga Indonesia yang terkenal royal dalam belanja, di berbagai toko atau gerai disediakan petugas khusus yang dapat berbahasa Indonesia, tidak terkecuali di Prancis, bahkan Saudi Arabia pun turut menerapkan.
            Masyarakat Indonesia yang harus lebih dulu memasukkan “virus” bahasa melalui budaya. Jika 'virus' budaya Indonesia sudah menyebar, maka pemerintah mau tidak mau akan turun tangan untuk menyokong. Kita bisa berkaca kepada Korsel yang kini berpengaruh kuat karena terobosan budaya lewat drama dan musik (K-Pop). Strategi ini membuat banyak anak muda tertarik mengenal Korsel lebih dalam dan bahasa Korea menjadi bahasa yang sangat diminati untuk dipelajari. Untuk menguatkan jati diri masyarakat ASEAN maka diperlukan pembudayaan bahasa, khususnya bahasa Melayu (bahasa Indonesia) dalam setiap kegiatan di kawasan ASEAN guna mencitrakan identitas sebagai masyarakat ASEAN.
Ciri khas inilah yang menjadi tanda pengenal yang membantu kita membedakan antara suku dan bangsa dan ciri ini pula yang membantu kita memahami masyarakat tertentu. Salah satu aspek yang menjadi jati diri bangsa adalah bahasa. Ini bermakna bahwa masyarakat ASEAN dapat dikenal jati dirinya dari bahasa yang digunakannya. Dalam konteks ini, bangsa  Indonesia memiliki jati diri sebagai bahasa masyarakat  ASEAN dan juga mempunyai jati diri sebagai  bahasa internasional, khususnya di wilayah Asia Tenggara.

(Dikutip dari Berbagai Sumber Sebagai Materi Debat Bahasa Indonesia Tingkat Kabupaten Brebes)

1 komentar: