Urgensi memiliki bahasa pengantar sendiri di kawasan Asia Tenggara ini makin
dirasakan keperluannya dengan terbentuknya dan diberlakukannya masyarakat
ekonomi ASEAN (MEA) mulai tahun ini. Tidak hanya di ASEAN, bahkan Australia
dewasa ini telah menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua setelah
bahasa Inggris. Indikasi peluang bahasa Indonesia menjadi bahasa
internasional cukup terbuka lebar.
Seperti yang di ungkapkan Arief Rachman,
Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (15/11/12) bahwa PBB baru
saja menolak bahasa Jerman menjadi bahasa Internasional karena hanya dipakai di
Jerman. Berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di banyak negara
(Kompas.com). Oleh sebab itu, bahasa Indonesia harus menjadi
bahasa pengantar di kawasan ASEAN, alasannya antara lain sebagai berikut :
1.
Secara sosial ekonomi jumlah
penutur aktif dan pasif bahasa Melayu sekitar 268 juta atau 40% persen dari
populasi di ASEAN. Jumlah penutur Melayu terebut
tersebar di lebih dari 50 persen wilayah Asia Tenggara
termasuk Kepulauan Kokos (Keeling), Pulau Chrismas, Andaman dan Srilangka dan
banyak lagi, selain Indonesia dan Malaysia. Tidak hanya di ASEAN, bahkan seperti yang sudah ditegaskan di awal bahwa Australia
pun telah
menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua setelah bahasa
Inggris. Jutaan penduduk Australia sekarang sudah bisa menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa percakapan sehari-hari.
2. Potensi kultural yang memungkinkan bahasa Melayu yang di negara kita
berkembang menjadi bahasa Indonesia bergerak sebagai bahasa paling berpengaruh
di ASEAN, yaitu pertama, bahasa Melayu menjadi lingua franca di sebagian wilayah Asia Tenggara lebih dari 1.000
tahun. Oleh karena itu, kawasan Asia Tenggara memerlukan bahasa komunikasi yang berasal dari bahasa milik sendiri. Dengan menjadikan bahasa
Indonesia atau bahasa Melayu sebagai bahasa resmi ASEAN maka sangatlah logis mengingat jumlah penuturnya sudah mencapai 400
juta orang atau 60% dari kurang lebih 650 juta total penduduk kawasan Asia
Tenggara. Kedua, fonologi dan struktur gramatikal
bahasa Melayu yang mudah. Ketiga, semakin banyaknya peminat dan pembelajar
bahasa Indonesia.
3.
Bahasa Indonesia memiliki keunggulan yang menjadikan potensi bahasa
Indonesia diterima menjadi bahasa internasional yaitu pertama, bahasa Indonesia
memang lebih mudah, sederhana, dan egaliter
dibandingkan dengan beberapa bahasa daerah yang digunakan di berbagai wilayah
nusantara. Bahasa Indonesia tidak mengenal tingkatan yang berdasarkan status
sosial atau usia. Kedua, dari sejak awal bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa persatuan,
boleh dibilang tidak ada polemik ataupun kontroversi sama sekali seperti yang
terjadi di negara lain. Semua daerah menerima dengan bulat untuk dipakai
sebagai bahasa pengantar yang menghubungkan beberapa suku bangsa di Indonesia.
Penerimaan bahasa Indonesia cukup total dengan ditandai sikap “legowo” dari masyarakat Jawa
yang mayoritas untuk tidak menjadikan bahasa Jawa menjadi bahasa nasional.
4.
Bahasa Indonesia di beberapa
negara tertentu bukanlah menjadi bahasa yang asing. Hal ini berkaitan dengan
faktor banyaknya interaksi warga negara Indonesia yang tersebar di berbagai
negara. Adanya TKI atau TKW yang
secara langsung atau tidak langsung turut membantu
tersebarnya bahasa Indonesia.
5.
Selain itu, perilaku warga
Indonesia yang gemar belanja ke luar negeri juga turut membuat bahasa Indonesia
diperhitungkan. Karena ingin memuaskan warga Indonesia yang terkenal royal
dalam belanja, di berbagai toko atau gerai disediakan petugas khusus yang dapat
berbahasa Indonesia, tidak terkecuali di Prancis, bahkan Saudi Arabia pun turut menerapkan.
Masyarakat Indonesia yang harus lebih dulu memasukkan
“virus” bahasa melalui budaya. Jika 'virus' budaya Indonesia sudah menyebar,
maka pemerintah mau tidak mau akan turun tangan untuk menyokong. Kita bisa
berkaca kepada Korsel yang kini berpengaruh kuat karena terobosan budaya lewat
drama dan musik (K-Pop). Strategi ini membuat banyak anak muda tertarik
mengenal Korsel lebih dalam dan bahasa Korea menjadi bahasa yang sangat
diminati untuk dipelajari. Untuk menguatkan jati diri masyarakat ASEAN maka
diperlukan pembudayaan bahasa, khususnya bahasa Melayu (bahasa Indonesia) dalam
setiap kegiatan di kawasan ASEAN guna mencitrakan identitas sebagai masyarakat
ASEAN.
Ciri khas inilah yang menjadi tanda pengenal yang membantu kita
membedakan antara suku dan bangsa dan ciri ini pula yang membantu kita memahami
masyarakat tertentu. Salah satu aspek yang menjadi jati diri bangsa adalah
bahasa. Ini bermakna bahwa masyarakat ASEAN
dapat dikenal jati dirinya dari bahasa yang
digunakannya. Dalam konteks ini, bangsa Indonesia memiliki jati diri sebagai bahasa masyarakat ASEAN dan juga mempunyai jati diri sebagai bahasa internasional, khususnya di wilayah Asia Tenggara.(Dikutip dari Berbagai Sumber Sebagai Materi Debat Bahasa Indonesia Tingkat Kabupaten Brebes)
ijin copas
BalasHapus