Senin, 26 April 2010

MEMANTAPKAN PILIHAN (JODOH)

Dalam memilih pasangan hidup yang cocok (bukan yang sempurna, karena no body perfect) kita membutuhkan pertimbangan dasar. Bagaimanapun juga, menikah itu tidak cukup hanya dengan bermodal cinta. Butuh persamaan visi dalam menjalani kehidupan. saling mengerti dan memahami satu pihak dengan pihak lainnya pun menjadi kunci yang tidak bisa dianggap sepele.
Pertama, harus ditanyakan pada diri sendiri, apakah kita merasa bahwa pasangan yang kita pilih dapat menerima kelebihan dan kekurangan kita. Jika hal ini tidak ditemui pada pasangan kita, maka dapat dipastikan bahwa dalam hidup rumah tangga yang akan dijalani kelak ketidakberterimaan pasangan akan kekurangan dan kelebihan pasangan ini dapat memicu berbagai konflik sehingga akan membuat kehidupan menjadi tidak harmonis.
Bisa dibayangkan bahkan diprediksi, jika kedua belah pihak tidak merasa kalau yang dipilihnya sebagai pasangan hidup bukanlah orang yang bisa menerima dan mencintai apa adanya pasangan hidupnya itu. Tentunya, sulit ditemukan ketenangan, ketentraman, dan keharmonisan bahkan kebahagiaan dalam hidup yang dijalaninya. Merasa malu jika dia adalah pasangan pilihannya (dengan segala kelebihan dan kekurangannya), lebih-lebih jika hal itu diketahui atau dilihat, dan diperbincangkan oleh orang lain. Apabila anda merasa dalam kondisi seperti ini, maka jelaslah anda belum mencintai pasangan anda apa adanya. Anda berarti belum menerima kelebihan sekaligus kekurangan pasangan anda seutuhnya.
Kedua, Apakah anda telah terbuka dan saling memberi kepercayaan terhadap pasangan anda, begitu pula sebaliknya sehingga ada timbal balik. Saya memberi kamu kepercayaan begitu pula kamu sebaliknya memberikanku kepercayaan dan terbuka terhadap saya. Sehingga masing-masing bisa menunjukkan penghormatan atas keterbukaan dan menghargai serta menjaga kepercayaan yang telah diberikan pasangan kita.
Dalam hal ini, keterbukaan dan kepercayaan itu sangat berhubungan erat dengan yang namanya kejujuran. Supaya pasangan mempercayai kita, maka kita harus membangun kejujuran dalam diri. Jika dalam suatu hubungan antarpasangan membangun prinsip kepercayaan dan mempraktikkan kejujuran niscaya suatu hubungan itu akan mampu berjalan dengan harmonis (meski tidak menampik kemungkinan tetap ada kerikil-kerikil yang muncul dalam perjalanan cinta antara dua orang). Memang setiap orang memiliki masalah, ketakutan , dan rahasia dalam hatinya. Dalam membicarakan masalah, tentu anda akan lakukan dan membaginya hanya dengan orang terdekat yang terpercaya menurut anda. Dimana anda akan merasa aman dan nyaman untuk berbicara, bercerita, dan berkeluh kesah padanya.
Apabila hal tersebut diaplikasikan dan menjadi fundamental dalam hubungan dengan pasangan anda, maka anda tidak akan mencari sandaran hati lainnya atas setiap masalah yang anda hadapi. Anda akan memilih pasangan anda untuk dijadikan tempat curhat, tempat berkeluh kesah, dan bercerita apa saja mengenai hidup anda dan pasangan anda. Meskipun ada teman atau sahabat di sekitar anda tapi untuk urusan yang korelasinya dengan masalah cinta dan masa depan hubungan anda dengan pasangan, anda akan lebih memilih pasangan anda saja sebagai tempat berbagi. Ketika anda berdua sudah dapat mengimplementasikannya, saling berbagi dan memahami satu sama lain, maka hubungan itu dapat dilanjutkan.
Hal ini dapat diindikasikan dari respon positif dan ketulusan yang dirasakan. Tidak harus dia orang yang pintar dan popular. Yang terpenting adalah saling mencintai, saling menjaga kehormatan, dan nama baik keluarga. Anda dapat berbincang tentang hobi, perasaan, keluarga, keadaan sekitar kehidupan anda berdua, kondisi finansial, dan impian masa depan dengan pasangan anda.
Ketiga, kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan dan mau hidup bersama dalam lingkungan yang mungkin akan ditempati bersama. Diperlukan kesepakan dan komitmen dalam hidup berumah tangga, terutama yang berkaitan dengan mencari nafkah dan berkarier. Jangan sampai hanya karena karier dan pekerjaan membuat hubungan yang terjalin menjadi tidak sehat, saling membanding-bandingkan, kemudian saling mengungulkan diri (egosentris). Hal ini seringkali memicu tumbuhnya benih perpecahan dalam suatu hubungan.
Memantapkan pasangan memang bisa dikatakan susah-susah gampang. Ada yang membutuhkan waktu singkat, namun ada juga yang perlu waktu lama. Bahkan, fenomenanya ada laki-laki atau perempuan yang berusia 30 tahun belum menemukan dan memantapkan jodohnya. Banyak alasan yang melatarbelakangi hal tersebut. Bisa jadi karena banyak pilihan atau sebaliknya karena belum ada pilihan, karena trauma masa lalu, dan lain sebagainya.
Perlu diketahui bahwa pilihan yang terbaik mengenai pasangannya adalah agamanya. Seperti yang tertera pada hadist shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari yang menyebutkan “Wanita (laki-laki) dinikahi karena empat perkara, yaitu karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya (ketampanannya), dan karena agamanya; maka pilihlah wanita (laki-laki) yang baik agamanya, niscaya kamu beruntung (karenanya).” Jika pemahaman agamanya baik, maka insya Alloh dia akan memahami dan memperlakukan perempuan dengan baik, sesuai dengan perintah Alloh Azzawajalla. Dengan berbekal ilmu, jalan yang akan dihadapi dalam meretas hubungan dan segala yang ditemui akan lebih mudah dan penuh dengan berkah.
Melalui Al Quran Alloh SWT menuntun kita untuk berdoa dalam memantapkan hati : “Robbanaghfir lana dzunubana wa israfana fi amrina wa tsabbitaqdamana wanshurna ‘alalkaumil kaafirin.” Artinya, Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami. Dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami (dari kejahatan) orang-orang kafir.
Turmudzi meriwayatkan dalam sebuah hadist shahih yang berbunyi :Allahumma inni as aluka hubbaka wa hubba man yamfa’uni hubbuhu ‘indak.” Artinya, Ya Alloh saya mohon agar dapat mencintai-Mu dan dapat mencintai orang cintanya bermanfaat bagiku menurut Engkau.
Ibnu Athoillah di dalam kitab Al Hikam menjelaskan “Allahumma inna al-amra (sesuaikan hajat/keinginan anda) indaka wahuwa mahjubun ‘anni wa la a’lamu amron akhtaruhu linafsi, fa kun anta al-mukhtaru wahmilni fi ajmali al-umuri ‘indaka wa ahmaduha ‘aakibatan fi al-diini wa dunyaa wal akhirah.” Artinya, Ya Alloh sesungguhnya segala urusan (jodohku) atas kehendak-Mu dan urusan itu masih terhalang dariku, dan aku tidak mengetahui (jodohku) yang pantas saya pilih untuk diriku. Maka, jadilah Engkau pilihan yang dapat memilihkan aku dan arahkanlah aku pada sebaik-baiknya perkara dan paling terpuji dampaknya bagi agama, dunia dan akhirat.
Mencintai orang yang mencintai Alloh SWT, insya Alloh akan mencintai kita dengan cinta yang sebebar-benarnya cinta. Bukan hanya sekedar memperturutkan hawa nafsu, sekedar melahap dan mengaplikasikan konsep pergaulan yang didasari prinsip dan konsep liberal dengan melahap tataran ragam dan corak dinamika pergaulan tanpa terkontrol (yang tidak sesuai dengan syar’i yang diajarkan Al Quran dan As Sunnah). Apabila anda tidak melakukan apa yang diperintahkan dalam Al Quran dan diajarkan oleh Rosulalloh SAW (menganai cinta), maka pengakuan kecintaan anda kepada pasangan anda yang tidak didasari kecintaan dan ketaatan kepada Alloh SWT membuat cinta anda itu hanyalah sebuah nama tanpa makna substansial, yang tidak akan berguna di dunia dan di akhirat serta tidak berguna di hadapan mahluk dan tidak pula di hadapan Sang Khalik, Alloh Azzawajalla.
Dengan mencintai orang yang mencintai Alloh, maka akan mengantarkan kita untuk lebih dekat dengan-Nya. Jika anda benar-benar mencintai seseorang karena Alloh semata, maka apabila seorang hamba mengetahui bahwa setiap kesempurnaan tidak lain hanyalah milik Alloh Azzawajalla saja, sementara apa yang dilihatnya sempurna pada diri pasangannya baik menurut dirinya sendiri maupun orang lain yang melihatnya merupakan anugerah yang datangnya dari dan atas pertolongan Alloh SWT semata, tentu cintanya hanyalah untuk Alloh dan karena Alloh SWT. Sehingga hal itu akan membuatnya semakin termotifasi untuk berbakti dan mencinta apa yang dapat mendekatkan dirinya kepada Alloh SWT. Apabila anda menyadari kekurangan yang anda lihat pada diri pasangan anda juga adalah bentuk kesempurnaan ciptaan-Nya, maka hal itu akan semakin mendekatkan anda kepada yang memberikan kesempurnaan itu yaitu Alloh Azzawajalla dan anda menyadari jika kekurangan yang ada pada pasangan anda itu adalah sebaik-baiknya ciptaan-Nya.
Semoga Bermanfaat, amin.

MIMPI BENARKAH BISA MENJADI PERTANDA??


Mimpi atau bunga tidur adalah bagian dari kehidupan manusia. Seseorang bisa dibuatnya merasa sedih atau bahagia karena mimpi. Mimpi di kalangan sebagian masyarakat dianggap sebagai tanda dari peristiwa yang akan dialami. Bahkan parahnya sudah menjadi kepercayaan. Terutama beberapa mimpi yang sudah disepakati “tafsir umumnya” di tengah masyarakat.

MIMPI MEMBAWA PETAKA
Ketika seseorang bermimpi digigit ular, maka penafsiran yang muncul adalah orang tersebut akan segera ke palaminan. lain lagi jika seseorang bermimpi giginya tanggal (lepas), maka mimipi ini dianggap sebagai pertanda buruk, akan terjadi hal-hal yang tidak menyenangkan. Tafsir umum dari mimpi gigi tanggal adalah aka nada kerabat yang meninggal dunia.
Tafsir yang identik maknanya dengan gigi tanggal tetapi lebih menakutkan lagi adalah mimpi menjadi pengantin. Penafsiran yang ada di masyarakat adalah pertanda dekatnya ajal seseorang. Masya Alloh, padahal umur, jodoh, rejeki seseorang adalah hak prerogatif Alloh Azzawajalla yang mengetahuinya. Ada lagi mimpi buruk jika dikejar-kejar oleh mahluk halus, maka hidup seseorang akan senantiasa diwarnai dengan kesialan. Mimpi buang air besar dianggap juga sebagai pertanda buruk karena katanya seseorang akan kehilangan harta benda.
Seringkali dalam menyikapi hal-hal semacam itu di tengah kepercayaan masyarakat akan tafsir mimpi-mimpi itu membuat kita miris dan bingung dengan pola pikir masyarakat yang mengaku modern dan notabene berpendidikan. Bagaimana tidak miris dan bingung, percaya tidak percaya tetapi kenapa kenyataannya mirip dengan kejadian yang dialami. Boleh jadi kita pernah mengalaminya. Anehnya lagi beberapa daerah di Indonesia memiliki kesamaan tafsir akan suatu mimpi. Contohnya tentang gigi tanggal, hampir di seluruh Jawa ditafsirkan sama.

BAGAIMANA SELAKU MUSLIM MENYIKAPINYA

Sebagai seorang muslim kita tidak seharusnya bisa menerima begitu saja tentang mimpi yang dialami. Sesungguhnya Islam telah mengajarkan dalam Al Quran dan As Sunnah untuk dijadikan pegangan dalam menanggapi masalah mimpi ini. Dalam tafsir-tafsir pun dijelaskan, jika pedoman yang digunakan untuk menyikapi mimpi sangat terang dan kita bisa menerima suatu mimpi itu sebagai petunjuk dari Alloh Azzawajalla bagi kebaikan kita. Akan tetapi jika mimpi itu tidak berdasar, maka harus ditinggalkan karena akan terseret dalam syirik jika mempercayainya.
Mungkin pernah ada kejadian, seseorang yang membatalkan rencananya karena mimpi yang didapatkannya. Dalam hal ini mengurungkan ibadah. Misalnya, tidak jadi berangkat menghadiri pengajian atau majlis ta’lim karena mimpi buruk yang dia dapatkan. Apabila dia berangkat nanti akan mengalami musibah atau dengan mengganti hari untuk melaksakan ibadah tersebut. Hal ini sudah termasuk tathayur (was-was, kawatir yang berlebihan). Padahal Rosulalloh SAW bersabda : “Barangsiapa yang mengurungkan niat dan hajatnya karena tathayur, maka dia benar-benar telah syirik. Mereka berkata “Lalu apa yang dapat menghapus itu?” lalu Rosulalloh SAW berkata: “Hendaknya orang itu berkata: Ya Alloh, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan-Mu, tidak ada kesialan kevuali kesialan dari Engkau dan tidak ada Tuhan selain Engkau.” (Riwayat Ahmad dan Thabrani).
Barangkali juga seseorang yang mengalami mimpi buruk (jawa; dierep-erep) kemudian orang itu menjadi ketakutan akan kejadian dari mimpi itu, membayangkan apa yang ditemuinya itu terealisasi dalam kehidupannya dalam sosok aneh dan menakutkan sehingga membuat orang itu lebih takut pada apa yang dia temui dalam mimpinya dan orang tersebut melupakan Alloh Azzawajalla sebagai pelindung dan penolongnya dengan lebih mempercayai benda-benda atau jimat sebagai pelindung dirinya dari malapetaka yang akan ditimbulkan dari tafsir mimpi buruknya tersebut. Hal ini pun sudah jelas tergolong syirik, karena telah berpaling dari khauf (takut) kepada Alloh SWT dengan takut kepada selain Alloh kemudian bergantung pada jimat atau benda-benda lain sebagi penolong dan pelindungnya.
Takut melangkah karena percaya pada tafsir mimpi ternyata dapat menyebabkan seseorang terjerumus dalam jurang syirik. Akankah sikap dan keyakinan seperti itu akan terus dipertahankan? Padahal syirik merupakan dosa yang sangat besar sehingga dapat menggugurkan amalan ibadah seseorang dan menjurus pada kekafiran sehingga bisa dianggap murtad (keluar dari Islam).

RAMBU-RAMBU MIMPI
Banyak pendapat yang tidak bisa dijadikan sandaran kebenaran. Misalnya, tiga orang bermimpi sama yaitu giginya tanggal kemudian setelah itu kerabatnya ada yang meninggal dunia, maka hal ini tidak serta merta dapat dijadikan pembenaran akan tafsir mimpi tersebut. Hal ini dikarenakan dalam syariat agama tidak ada penjelasannya.
Islam memiliki rambu-rambu dalam membicarakan masalah mimpi. Diantaranya mimpi itu dibagi menjadi tiga macam, yaitu sebagaimana disabdakan Rosulalloh SAW : “Mimpi itu dibagi menjadi tiga. Ada mimpi baik yang merupakan kabar gembira dari Alloh Azzawajalla, ada mimpi yang berasal dari syaiton, dan ada mimpi yang merupakan bisikan dari dalam diri sendiri saja (bunga tidur). Apabila dia bermimpi sesuatu yang tidak diinginkannya, maka hendaknya ia bangun dan meludah ke arah kiri sebanyak tiga kali serta jangan menceritakannya kepada orang lain.” (H.R. Muslim dan Tirmidzi).
Apa yang harus dilakukan ketika kita mendapatkan mimpi buruk atau baik? dijelaskan dalam hadist riwayat Bukhari : “Mimpi yang baik berasal dari Alloh SWT. Apabila seseorang diantara kalian memimpikan sesuatu yang disukai, hendaklah kamu tidak menceritakannya kepada orang lain kecuali kepada orang yang akan senang mendengarnya. Dan apabila diantara kalian mendapatkan mimpi yang tidak baik dan tidak disukainya, maka mohonlah perlindungan kepada Alloh Azzawajalla dari keburukan mimpi tersebut dan dari kejahatan syaiton yang terkutuk, sebab mimpi buruk itu datangnya dari syaiton. Hendaknya pula kalian jangan menceritakan mimpi buruk itu kepada orang lain karena dapat menyebabkan keburukan pula. Sesunguhnya (dengan begitu) mimpi itu tidak membahayakannya.”
Sesungguhnya banyak hal-hal yang sepele terjadi di lingkungan sekitar kita jika kita tidak tahu bagaimana cara menyikapi menurut syar’i, maka yang terjadi adalah kita melanggar tuntutan agama. Hendaknya kita senantiasa belajar dan terus belajar untuk mendalami ilmu agama agar tidak mudah terjerumus dalam kemusyrikan. Semoga kita dijauhkan dari hal-hal demikian.

Jumat, 09 April 2010

TRAUMA PASCA KEHILANGAN PASANGAN

Usai putus atau bercerai (bagi suami-istri) akibat terjadinya suatu ketidakpuasan terhadap pasangan karena suatu hal, baik karena faktor ekonomi, kurangnya perhatian, ketidakcocokan, berbeda pandangan atau prinsip hidup antarpasangan, perselingkuhan bahkan mendapatkan perlakuan kasar dari pasangan dalam bentuk tindak kekerasan, makian dan cacian, biasanya akan menimbulkan rasa trauma pada diri seseorang untuk menjalin suatu hubungan kembali dengan orang lain. Tetapi ketika seseorang telah dimabuk asmara dan terjangkiti virus cinta ada yang bilang “tai kucing pun rasa coklat”. Karena besarnya rasa cinta, seseorang masih berusaha mempertahankan cintanya kepada seseorang yang telah dicintainya. Namun, ketika orang yang dicintainya itu meninggalkannya atau orang tersebut memilih untuk meninggalkan orang yang dicintainya perasaan yang timbul adalah benci, kecewa, sedih, merasa terluka, dikhianati, dan bisa menimbulkan trauma.

Trauma Mempengaruhi Kesehatan

Trauma dalam menjalin suatu relationship dengan lawan jenis merupakan peristiwa psikologis yang mampu menguras energi hidup jika tidak mampu memanajenya. Kadar trauma yang ditimbulkan pun akan berbeda-beda pada setiap orang. Hal itu dikarenakan kompetensi seseorang dalam memanajemen emosinya pun berbeda-beda. Ada orang yang sangat sulit melupakan kejadian yang pernah dialaminya bersama pasangannya sehingga ketika dia putus dengan pacar atau bercerai dari suami atau istrinya, dia merasa tidak lagi memiliki pijakan hidup, ada rasa kehilangan yang teramat sangat dalam hidupnya. Di sisi lain ada juga orang yang dengan waktu yang relatif cepat mampu bangkit dan kembali menata hati dan hidupnya untuk kembali pada jalur tujuan yang diinginkannya. Menganggap masa lalu yang pahit yang dia alami bersama pasangannya yang dulu hanyalah bagian dari perjalanan hidup yang memang harus dilalui. Apa yang telah terjadi adalah pengalaman dan menjadi pelajaran berarti dalam hidupnya.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa perpisahan (putusnya hubungan antara dua manusia yang pernah terlibat secara emosional) atau perceraian antara suami-istri mampu menimbulkan efek negatif bagi pelakunya, baik bagi individu yang bercerai atau pihak keluarga. Perpisahan atau perceraian bahkan mampu mempengaruhi kesehatan seseorang setelah orang tersebut kembali membangun suatu hubungan yang baru.
Sebuah survai dan studi teraktual yang dilangsir Live Science menyebutkan bahwa perpisahan atau perceraian (kehilangan pasangan) karena kematian mampu mempengaruhi kesehatan, baik secara psikis maupun psikologis. Efek itu dapat terjadi secara cepat dan rasa kehilangan itu mampu mengendap dalam kurun waktu yang lama. Fase selama berlangsungnya peristiwa kehilangan itu terjadi mampu membuat seseorang dalam kondisi stres bahkan sampai depresi. Individu yang berada dalam posisi ini acapkali tidak mengindahkan kesehatan, menjauh dari kebiasaan berolah raga, kualitas istirahat yang buruk, tidak memberi waktu untuk chek up ke dokter atau ahli gizi dan hal ini mendekatkan individu yang bersangkutan pada degradasi imun (daya tahan tubuh terhadap penyakit menurun) sehingga beresiko mudah terserang penyakit.
Menurut Linda White, seorang peneliti dan sosiolog sekaligus direktur pada Lembaga Pusat Lanjut Usia di Pusat Penelitian Opini Nasional Universitas Chicago, menyatakan bahwa pernikahan atau menjalin hubungan baru pasca trauma kehilangan pasangan itu dapat membantu seseorang pada kehidupan emosional dan psikis yang sehat. Namun, hal itu hanya membawa seseorang memasuki efek kesehatan pada tataran terendah karena mereka telah menelantarkan diri sendiri selama masa kehilangan itu.
Data yang diperoleh menyebutkan bahwa lebih dari 20 persen orang yang pernah mengalami trauma akibat kehilangan pasangan kemudian ia menikah lagi atau menjalin hubungan dengan pasangan lain lalu harus mengalami perpisahan lagi, pada akhirnya mereka memutuskan untuk tetap melajang, tidak menjalin hubungan atau menikah kembali dan kurang dari 4 persen yang tidak pernah menikah atau menjalin hubungan baru setelah fase kehilangan pasangannya.
Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa perceraian, perpisahan, kehilangan pasangan, atau kematian pasangan berpengaruh terhadap kesehatan seseorang. Sehingga dapat dikatakan bahwa kehilangan pasangan merupakan peristiwa yang dikategorikan identik dengan peristiwa traumatis dalam kehidupan seseorang. Fenomena ini mengakibatkan perubahan kondisi psikis dan psikologis pada titik nadir terendah dari seseorang pasca ia kehilangan pasangannya. Dengan kata lain, kondisi stress bahkan depresi yang berkepanjangan dan sukar untuk pulih selama bertahun-tahun.

Mengatasi Phobia dan Trauma Pasca Kehilangan Pasangan

Apabila kondisi tersebut dipertahankan, maka yang akan terjadi adalah munculnya phobia (ketakutan yang berlebihan dan tidak wajar) untuk kembali menjalin suatu hubungan yang baru. Hilangnya kepercayaan diri bahkan kepercayaan terhadap orang lain seringkali menghinggapi seseorang yang pernah mengalami perpisahan atau kehilangan pasangan hidupnya. Hal ini dikarenakan mereka takut untuk mengalami kegagalan, kurang bisa menerima kondisi pasangan barunya karena ia takut jika pasangan barunya akan memperlakukannya tidak seperti pasangannya yang dulu atau jika pasangan yang terdahulu telah melukai hati sehingga ia takut pasangan barunya akan memperlakukannya sama buruk bahkan lebih buruk dari pasangannya terdahulu.
Mengacu pada data penelitian di atas yang menyebutkan bahwa 4 persen dari orang yang telah kehilangan pasangannya tidak pernah menjalin hubungan kembali, mengindikasikan bahwa mereka yang memilih untuk bertahan dalam posisi tersebut telah merasa sangat nyaman, aman, dan puas dengan kesendiriannya. Mereka merasa telah mampu menciptakan kehidupannya sendiri dengan berhasil membangun benteng tinggi dan kokoh dalam kehidupannya tanpa perlu adanya pasangan. Nilai pribadi yang bertendensi pada egoisme semacam ini kadang bertentangan dengan nilai sosial lingkungan sekitar. Ditambah lagi pandangan tentang gamangnya kondisi lembaga perkawinan yang carut-marut, fenomena kawin-cerai di masyarakat yang tinggi, pengaruh lingkungan keluarga yang juga ikut merasakan beban dari peristiwa perceraian atau perpisahan seseorang dengan pasangannya (karena satu alasan dan lain hal) dapat membuat seseorang mampu menolak hadirnya lawan jenis dalam kehidupan pribadinya lagi. Mereka yang terjebak dalam kondisi ini kemudian bangkit sebagai individu yang bak pahlawan super yang kuat, tegar, pantang menyerah, gigih, mandiri, dan berkepribadian sehingga muncul anggapan bahwa dirinya telah mampu menjadi seseorang yang berhasil mengatasi sendiri setiap problematika yang terjadi dalam kehidupannya tanpa bantuan pasangan.
Pada dasarnya manusia secara hakiki adalah manusia sosial (membutuhkan orang lain). Setiap mahluk sosial dalam kehidupannya merupakan mahluk yang membutuhkan kasih sayang dari orang lain, setiap mahluk buntuk dicintai dan mencintai. Tetapi preposisi semacam itu kadang terhambat oleh konsep diri yang telah terpatri kuat tanpa memperhatikan keberadaan orang lain di sekitarnya dan mengacuhkan respon lingkungan terhadap kondisi diri yang mulai mengelak terhadap potensi dan kompetensi diri (Kondisi fisik dan bakat).
Ketakutan yang berlebihan dan tidak beralasan yang terlalu dibesar-besarkan menyurutkan dan menenggelamkan bakat pribadi untuk mencintai, memperhatikan, memotivasi, dan hal-hal positif lainnya yang sebenarnya telah dimiliki oleh seorang individu. Oleh karena itu jika direfleksikan, peristiwa tersebut harusnya mampu membuat seseorang semakin terpuruk dan susah untuk bangkit dari keterpurukannya itu.
Beberapa solusi yang mungkin bisa membangkitkan kembali semangat seseorang untuk mengkondisikan konsep diri yang lebih baik agar mampu keluar dari problematika ini adalah sebagai berikut :
  1. Cobalah untuk menanamkan keyakinan bahwa semua mahluk ciptaan Alloh SWT itu sesungguhnya baik adanya. Keburukan dan kejahatan yang ada pada diri seseorang itu merupakan bentuk syaiton yang merasuki hati. Jika dalam diri anda mengatakan ; tidak ada laki-laki atau perempuan baik dan benar-benar mencintai anda dengan tulus dan apa adanya, meskipun realitanya ada tetapi hati anda menolak dan tidak percaya keberadaan mereka, maka jelaslah bahwa kondisi itu sebenarnya hanya merupakan pencitraan dan penilaian yang sengaja anda ciptakan sendiri berdasarkan pada hal ini dan itu yang bertendensi pada masa lalu anda yang buruk.
  2. Mulailah memandang masa depan, jadikan masa lalu sebagai batu loncatan dan mengambil hikmah dari setiap peristiwa seburuk apapun yang pernah anda lakoni. Lihatlah jika anda dulu pernah mengalami fasae tersebut dan anda berhasil bangkit dan keluar dari keterpurukan, maka sekarang anda harus mulai kembali menanamkan keyakinan tersebut pada diri anda dengan mengatakan; aku pasti bisa! untuk mengatasi masalah dan melanjutkan hidupku. Dengan begitu kedepan diharapkan anda akan mampu mengatasi masalah yang saat ini anda alami. Yakinkan pada hati anda sesungguhnya Alloh SWT telah membuat skenario ini untuk anda agar anda naik pada taraf derajat hidup yang lebih baik dan yakinkan hati anda jika anda pasti akan bisa melampauinya.
  3. Mengapa sekarang anda tidak mampu menghadapi laki-laki atau perempuan jika dulu anda berhasil membuat mereka bertekuk lutut dihadapan anda? Bangkitkan lagi semangat percaya diri itu, hidupkan lagi potensi dan kompetensi anda dalam bersosialisai, memperbanyak silaturahmi dengan membuka konektivitas bersama orang-orang baru. Toh dulu anda bisa menghadapi laki-laki atau perempuan yang anda temui. Mereka juga sama seperti anda , sama-sama manusia. Yang membedakan mereka hanyalah kadar iman dan takwa mereka di hadapan Alloh SWT. Tanamkan konsep itu pada diri anda!
  4. Berpikirlah akan masa depan. Dengan jalan ini anda akan menyusun kembali jadwal kegiatan dan tujuan hidup yang sempat porak-poranda oleh peristiwa masa lalu. Tata ulang letak kamar untuk mendapatkan suasana baru, buatlah tulisan yang indah mengenai target hidup anda dan tempelkan target hidup anda tersebut di tempat yang mudah anda baca. Tancapkan di hati niat yang membara untuk segera mencapai target hidup tersebut dalam waktu dekat dan yakinkan jika diri anda akan mampu meraihnya.
  5. Belajarlah untuk ikhlas, sabar, beramal, tawakal, dan berikhtiar dengan baik. Dengan belajar ikhlas, maka seseorang akan terhindar dari kerugian, kehancuran, dan perbuatan yang sia-sia di dunia. Menghindarkan diri dari emosi yang meletup-letup dengan berbuat sabar, karena orang-orang yang sabar akan mendapatkan pertolongan Alloh SWT. Dengan beramal anda akan memperbanyak simpanan pahala yang secara tidak sadar simpanan itu akan menjadi penolong anda jika sewaktu-waktu anda mendapatkan musibah di lain hari. Bertawakal (berserah diri pada Alloh SWT) akan membuat anda semakin percaya dengan skenario-Nya sesungguhnya membawa anda pada kebaikan sebab ketika Alloh SWT membuat seseorang dalam keterpurukan dan kegagalan sesungguhnya Alloh SWT ingin mengingatkan kepada anda jika ada yang salah dengan apa yang anda lakukan selama ini dan harus diperbaiki. Berikhtiar merupakan kewajiban manusia, karena keberhasilan merupakan hak prerogatif Alloh SWT semata. Ikhtiar ini menggambarkan bahwa anda bukanlah hamba yang putus asa, tidak pantang menyerah, siap berkompetisi dalam kehidupan.

Semoga anda semakin menjadi insan yang bersemangat menyongsong masa depan dan selalu siap meninggalkan masa lalu yang hanya akan membuat anda semakin terpuruk. Cinta akan mendatangi anda jika anda yakin terhadapnya dan cinta akan menjauh dan meninggalkan anda jika anda ragu-ragu terhadapnya.
Ayo Semangat!!!

ANAK KECIL DAN KEJUJURAN


Ketika seorang anak tengah duduk asik menonton acara televisi bersama ayah, ibu, dan keluarga Rata Penuhbesarnya tiba-tiba dia bertanya dengan lugunya kepada ayahnya “Pak, maling itu apa?” Pertanyaan itu terlontar ketika seorang host sebuah acara melontarkan kata maling di sela-sela retorikanya di suatu acara humor yang di tayangkan sebuah stasiun televisi swasta nasional.
“Maling itu ya mencuri, mengambil barang orang lain tanpa ijin, tidak bilang-bilang, tidak pamit dulu” ayahnya menjawab. Sebagai sosok ayah yang baik, maka ayahnya pun menyisipkan pesan di sela-sela penjelasannya itu “Adek jangan meniru perbuatan yang tidak baik seperti maling itu ya?”.
”Tapi kok waktu itu Ayah mengambil kelapa yang jatuh di pekarangan Mbah Darmo? Berarti kelapa itu kan milik Mbah Darmo tapi Ayah mengambilnya tanpa meminta ijin dulu sama Mbah Darmo, Ayah maling dong?” celetuk anaknya dengan polos.
Seperti disambar geledek, ayahnya merasa malu sekali ketika anaknya dengan polos dan lugu mengatakan hal itu di depan keluarga besarnya. Bibirnya beku, lidahnya seketika menjadi kelu, tak ada sepatah kata pun mampu keluar dari mulut sang ayah, yang terlahir hanya diam dan suasana lengang di ruang keluarga itu.
Untungnya waktu itu sang istri menjadi pahlawan penyelamat muka sang suami yang memerah memendam malu dan marah dengan mengatakan “Lah, ibu sudah bilang dulu sama Mbah Darmo kalau nanti sore ayah mau mengambil kelapa-kelapa tua yang jatuh di pekarangannya Mbah Darmo” kata ibu itu menerangkan kepada anaknya.
Seusai menonton acara televisi itu sang ayah langsung mengajak anaknya ke luar rumah dan menjewer kuping anak yang dianggapnya bermulut ember itu. Anaknya pun menangis sejadi-jadinya, sambil tersengal-sengal ditengah tangisnya anak itu bertanya “Apa salah adek, yah?”
“Jujur!! Itu kesalahanmu.”
Dari cerita tersebut dapat kita ketahui adanya degradasi nilai moral, hilangnya kepekaan, lunturnya panji-panji kejujuran, dan nurani kemanusiaan dari sosok ayah yang telah dianggap dewasa (baik pikiran, perbuatan, dan ucapan) dan di sisi lain, sosok anak yang dengan polos, lugu, tanpa tendensi, tak ada pretensi yang macam-macam, jujur, dan spontan mampu mengutarakan pikiran dan perasaannya melalui tuturannya.
Lihatlah fenomena yang nyata seperti itu telah tumbuh subur pada lingkungan di sekitar kita saat ini. Ketika seseorang telah ber-usia dan dianggap telah “dewasa” (baik pikiran, perbuatan, dan ucapan) bahkan telah dianggap bijaksana, mereka seperti memendam dalam-dalam dan menyembunyikan jauh-jauh di relung hati segala sesuatu yang seharusnya diutarakan. Tentang apa saja.
Orang “dewasa” akhir-akhir ini seringkali memilih berdiam diri, mengunci pintu hati dan nurani rapat-rapat ketika kedzaliman, ketidakadilan, dan kemunafikan sedang berjalan, bahkan menari-nari di depannya. Mereka enggan, sungkan, bahkan cenderung malas untuk sekedar mengingatkan, dan menegur ketika menyaksikan kedzaliman, ketidakadilan, dan kemunafikan itu berlangsung di depannya. Mereka tahu tapi tidak mau tahu dan tak ingin memberitahu (kebenaran). Sebagaimana Firman Alloh SWT : Mereka menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi orang lain dari jalan Alloh SWT, sungguh amat buruk apa yang mereka lakukan. Yang demikian itu karena merekatelah beriman, kemudian menjadi kafir kembali lalu hati mereka dikunci (tertutup dari menerima kebenaran), maka sesungguhnya mereka tidak memahami. (Q.S. Al Munafiquun : 2-3)
Dengan berdiam diri, kebanyakan orang merasa telah bersikap bijaksana. Padahal berdiam diri ketika kedzaliman, ketidakadilan, dan kemunafikan merajalela di depannya merupakan perbuatan yang tidak dianjurkan sama sekali. Alloh SWT berfirman : Berjuanglah menghadapi orang kafir dan orang munafik serta bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka neraka jahanam, tempat tinggal yang amat buruk. (Q.S. At Taubah :73)
Pada kenyataannya acapkali seseorang lebih merasa nyaman dengan berdiam diri terhadap kedzaliman, ketidakadilan, dan kemunafikan sebab hal itu menjadi pilihan yang secara logis akan menjauhkan seseorang dari cibiran, omongan, dan tuduhan orang lain terhadap dirinya yang nanti akan dicap sebagai orang yang sok pahlawan, sok suci, sok, bersih, sok cari perhatian, sok tahu, penjilat, usil, reseh. Apabila perasaan aman dan “nyaman” itu dibiarkan hidup yang akan terjadi adalah kejahatan, kedzaliman, ketidakadilan, dan kemunafikan akan semakin menguasai hati dan nurani kemanusiaan yang hakikinya menolak jika seseorang itu sendiri yang berada pada posisi sebagai yang terdzalimi, yang tidak diperlakukan dan tidak mendapatkan keadilan. Namun, ketika kedzaliman, ketidakadilan, dan kemunafikan berpihak pada orang lain, orang itu malah bertindak masa bodoh, acuh tak acuh, tidak tahu dan tidak mau tahu.
Mereka beranggapan, itu kan hidup mereka bukan hidup saya, itu kan urusan mereka bukan urusan saya, itu kan masalah mereka bukan masalah saya. Biarlah hidup berlangsung seperti apa adanya, berjalan seperti air mengalir, tanpa saya harus bersusah payah terlibat upaya reformasi keadaan biarkan hidup dan kehidupan ini menjadi berjalan sebagaimana mestinya. Saya bisa menikmati hidup, saya bisa bahagia dan tertawa karena saya tidak sengsara seperti mereka. Hidup ini sudah susah jangan dibuat tambah susah dengan mengambil resiko mencemaskan urusan hidup yang menimpa orang lain. Kalau begitu kan lebih enak toh? Mantep Toh? ha-ha-ha.
Janganlah berprinsip senang melihat orang lain susah, dan susah melihat orang lain senang. Jangan menjadi independent karena anda telah mampu menghandle semua permasalahan sendiri sehingga anda menjadi acuh dan tidak peduli terhadap keadaan di sekitar anda. jangan anda merasa nyaman, aman, dan puas dengan kehidupan yang anda ciptakan di dunia anda sendiri. Jangan merasa dengan konsep diri yang telah terbentuk kuat justru (memungkinkan) anda merasa terusik dengan keberadaan masalah di sekitar anda. Nilai pribadi yang anda miliki seharusnya mampu menjadi motifasi yang baik bagi terbentuknya iklim kondusif bagi terciptanya peningkatan kualitas iman dan takwa anda.
Belajarlah dari anak kecil yang berani berkata jujur mengungkapkan perasaan dan pikirannya tentang kebenaran. Jangan malah menganggap jika ada orang dewasa yang berkata jujur kemudian dia terdzalimi karena disalahkan atas kejujurannya, lalu dipojokkan, dijauhi, dan ia menangis (bersedih) karena mengatakan sebuah fakta kebenaran dan membela keadilan dikatakan sebagai orang yang cengeng seperti anak kecil, dijuluki orang lemah yang mudah menyerah. Namun, anda sendiri merasa nyaman berada dalam posisi diam tanpa melakukan apa-apa sedangkan orang tersebut berani berlaku jujur, maka sesungguhnya anda sama saja dengan pengecut dan pecundang. Apabila demikian, maka anda sesungguhnya lebih rendah dari orang itu.
Kejujuran memang terkadang terasa sangat menyakitkan, sekalipun telah digunakan alat yang tepat dan cara paling akurat untuk menyampaikannya. Pertanyaan saya sekarang adalah sudahkah anda jujur? Beranikah anda untuk jujur? Jujur terhadap diri sendiri dan jujur terhadap keadaan lingkungan di sekitar anda yang semakin menumbuhkembangkan kedzaliman, ketidakadilan, dan kemunafikan. Jawabannya ada pada hati anda, tanyakanlah pertanyaan ini kepada hati anda. Sekarang!