Senin, 22 Februari 2016

PENGGUNA JEJARING SOSIAL (FACEBOOK DAN TWITTER) MEMILIKI KECENDERUNGAN BERBAHASA INDONESIA YANG BURUK, BAIK SECARA LISAN MAUPUN TULIS

        Dari Wikipedia bahasa Indonesia, (ensiklopedia bebas) Jejaring sosial adalah suatu struktur sosial yang dibentuk dari simpul-simpul (yang umumnya adalah individu atau organisasi) yang dijalin dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik seperti nilaivisiidetemanketurunan, dll. Analisis jaringan jejaring sosial  memandang hubungan sosial sebagai simpul dan ikatan. 
          Layanan jejaring sosial adalah layanan dalam jaringan, platform, atau situs yang bertujuan memfasilitasi pembangunan jaringan sosialatau hubungan sosial di antara orang-orang yang memiliki ketertarikan, aktivitas, latar belakang, atau hubungan dunia nyata yang sama. Suatu layanan jejaring sosial terdiri dari perwakilan masing-masing pengguna (biasanya berupa profil), hubungan sosialnya, dan berbagai layanan tambahan.
          Setiap manusia memerlukan bahasa agar dapat menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya. Dalam pemakaiannya, bahasa menjadi sangat beragam. Keragaman bahasa sangat bergantung pada kebutuhan dan tujuan komunikasi. Bahasa dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. Seiring majunya peradaban manusia, termasuk di Indonesia, banyak cara yang dipilih pemakai bahasa dalam berkomunikasi. Bahkan pilihan cara komunikasi tidak hanya makin beragam tapi juga semakin canggih. Salah satu fenomena komunikasi yang paling pesat saat ini adalah penggunaan bahasa yang didukung oleh perangkat teknologi mutakhir, khususnya bahasa yang digunakan pada dunia maya dan jejaring sosial, seperti internet, facebook dan twitter.
          Namun, ada efek samping lain dari muncul dan lahirnya jejaring sosial di kalangan kaula muda di Indonesia yaitu penggunaan bahasa Indonesia mereka di jejaring sosial tersebut, yang mereka gunakan sehari-hari berpengaruh pula terhadap penggunaan bahasa Indonesia mereka sehari-hari. Bahasa yang digunakan oleh pengguna jejaring sosial salah satunya adalah bahasa prokem, bahasa slang atau yang sering dikenal dengan bahasa “alay”.
          Munculnya bahasa “alay juga menunjukkan adanya perkembangan zaman yang dinamis, karena suatu bahasa harus menyesuaikan dengan masyarakat penggunanya agar tetap eksis. Pesatnya perkembangan jumlah pengguna bahasa “alay” berkorelasi dan semakin menunjukkan akrabnya generasi muda Indonesia dengan dunia teknologi terutama internet. Hal itu dikarenakan penggunaan bahasa “alay” banyak dipertontonkan di dunia maya. Salah satu yang menfasisiltasi berkembangnya bahasa alay ini adalah facebook dan twitter. Hal ini karena mayoritas pengguna kedua jejaring sosial ini adalah mereka yang tergolong kaula muda yang akrab dengan gadget atau mobile yang notabene juga sebagai netizen aktif. Maka dengan semakin merebaknya bahasa gaul; bahasa “alay” di kalangan pengguna dua jenis jejaring sosial ini mengakibatkan kecenderungan penggunanya pun memiliki kebiasaan berbahasa yang buruk. Berikut adalah alasannya :
1.  Munculnya bahasa Alay juga merupakan sinyal ancaman yang sangat serius terhadap bahasa Indonesia dan pertanda semakin buruknya kemampuan berbahasa generasi muda zaman sekarang. Akan tetapi bahasa Alay merupakan bahasa gaul yang tidak mengindah, bahasa yang menurut tata bahasa jelas menyalahi aturan kebahasaan. Bahasa “alay sering digunakan oleh komunitas tersebut dalam SMS, atau status di Facebook dan Twitter yang bahkan terbawa dalam percakapan formal. Hal itu jelas akan berpengaruh terhadap perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar bagi pengguna facebook dan twitter.
2. Karena remaja selaku netizen sekarang sering menggunakan bahasa “alay”  dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan, menyebabkan para remaja menjadi sulit menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Banyak dari mereka yang lancar dalam penggunaan bahasa “alay”, tetapi sangat kesulitan dalam berbahasa Indonesia, khususnya saat berada dalam konteks formal seperti di sekolah atau di tempat kerja. Hal ini mengindikasikan jika banyak pengguna bahasa “alay” yang mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. 
3.   Bahasa “alay” dapat mengganggu siapapun yang membaca dan mendengar kata-kata yang termaksud didalamnya. Karena, tidak semua orang mengerti akan maksud dari kata-kata “alay”   tersebut. Terlebih lagi dalam bentuk tulisan, sangat memusingkan dan memerlukan waktu yang lebih banyak untuk memahaminya. Hal idi disebabkan dalam bahasa “alay” menggunakan perpaduan/kombinasi serta tukar posisi penggunaan huruf mulai dari huruf besar, huruf kecil dan angka. Ditambah lagi dalam bahasa ini juga memiliki emotional icon (emoticon) yang digunakan untuk mewakili emosi dan kondisi perasaan penggunanya.
4. Apabila pengguna  facebook dan twitter dari kalangan generasi muda Indonesia lebih memilih menggunakan bahasa “alay” daripada bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari maupun dalam bahasa tulis mereka maka penutur bahasa Indonesia akan semakin berkurang karena tidak ada usaha pengembangan dan pembinaan bahasa pada kalangan generasi muda untuk membiasakan diri menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar di dunia maya, sehingga secara otomatis penggunaannya akan semakin tergeser oleh bahasa lain – dalam hal ini oleh bahasa “alay”- dalam kehidupan sehari-hari. Bukan tidak mungkin sepuluh tahun atau dua puluh tahun yang akan datang penggunaan bahasa Indonesia akan semakin kecil persentasenya dan mungkin akan dianggap aneh jika orang berbahasa Indonesia dalam komunikasi mereka
5.  Bahasa Indonesia sebagai identitas atau jati diri bangsa Indonesia akan semakin dianggap remeh dan akan makin banyak anak muda yang bersikap negatif terhadap keberadaan bahasa Indonesia. Mereka akan lebih terpengaruh oleh bahasa “alay” yang mereka gunakan dalam interaksi di dunia maya seperti facebook dan twitter. Jika menggunakan bahasa Indonesia mereka akan merasa dibatasi oleh berbagai aturan penggunaan bahasa dan dianggap tidak “keren” sehingga mereka takut dikatakan tidak gaul.

          Bahasa “gaya maya dan alay” telah menjadi bahasa pemersatu pergaulan kalangan anak muda dan remaja saat ini. Karena sifatnya yang santai, bahasa dunia maya dan jejarimg sosial perlu dikawal agar tidak merambah ke aktivitas komunikasi dan berbahasa yang bersifat formal. Inilah sikap penting yang harus dijunjung setiap pemakai bahasa.
            Di sisi lain, fakta membuktikan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah hasilnya tidak cukup menggembirakan. Pada UN 2011 lalu, pelajaran Bahasa Indonesia memiliki nilai rata-rata lebih rendah jika dibandingkan dengan mata pelajaran lain, bahkan dengan pelajaran Bahasa Inggris. Bahasa Indonesia yang baik dan benar masih menjadi bahasa yang sulit untuk digunakan baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Jadi, bahasa dunia maya dan jejaring sosial akan menjadi ancaman apabila penggunaannya yang marak mulai merambah pada aktivitas berbahasa formal, baik lisan maupun tulisan.

(Dikutip dari Berbagai Sumber sebagai Materi Debat Bahasa Indonesia Tingkat Kabupaten Brebes)

1 komentar: