Dari Wikipedia bahasa Indonesia, (ensiklopedia bebas) Jejaring sosial adalah suatu struktur sosial yang
dibentuk dari simpul-simpul (yang umumnya adalah individu atau organisasi) yang
dijalin dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan, dll. Analisis
jaringan jejaring sosial memandang
hubungan sosial sebagai simpul dan ikatan.
Layanan jejaring sosial adalah layanan dalam jaringan,
platform, atau situs yang bertujuan memfasilitasi pembangunan jaringan
sosialatau hubungan sosial di
antara orang-orang yang memiliki ketertarikan, aktivitas, latar belakang, atau
hubungan dunia nyata yang sama. Suatu layanan jejaring sosial terdiri dari
perwakilan masing-masing pengguna (biasanya berupa profil), hubungan sosialnya,
dan berbagai layanan tambahan.
Setiap manusia
memerlukan bahasa agar dapat menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya. Dalam
pemakaiannya, bahasa menjadi sangat beragam. Keragaman bahasa sangat bergantung
pada kebutuhan dan tujuan komunikasi. Bahasa dapat dilakukan secara lisan
maupun tulisan. Seiring majunya peradaban manusia, termasuk di Indonesia,
banyak cara yang dipilih pemakai bahasa dalam berkomunikasi. Bahkan pilihan
cara komunikasi tidak hanya makin beragam tapi juga semakin canggih. Salah satu
fenomena komunikasi yang paling pesat saat ini adalah penggunaan bahasa yang
didukung oleh perangkat teknologi mutakhir, khususnya bahasa yang digunakan
pada dunia maya dan jejaring sosial, seperti internet, facebook dan twitter.
Namun,
ada efek samping lain dari muncul dan lahirnya jejaring sosial di kalangan
kaula muda di Indonesia yaitu penggunaan bahasa Indonesia mereka di jejaring
sosial tersebut, yang mereka gunakan sehari-hari berpengaruh pula terhadap
penggunaan bahasa Indonesia mereka sehari-hari. Bahasa yang digunakan oleh
pengguna jejaring sosial salah satunya adalah bahasa prokem, bahasa slang atau
yang sering dikenal dengan bahasa “alay”.
Munculnya bahasa “alay” juga menunjukkan adanya perkembangan zaman yang dinamis, karena
suatu bahasa harus menyesuaikan dengan masyarakat penggunanya agar tetap eksis. Pesatnya
perkembangan jumlah pengguna bahasa “alay” berkorelasi dan semakin menunjukkan akrabnya generasi muda Indonesia dengan
dunia teknologi terutama internet. Hal
itu dikarenakan penggunaan bahasa “alay” banyak dipertontonkan di dunia maya. Salah satu yang menfasisiltasi berkembangnya bahasa “alay” ini adalah facebook dan
twitter. Hal ini karena mayoritas pengguna kedua jejaring sosial ini adalah mereka yang tergolong kaula
muda yang akrab dengan gadget atau mobile yang notabene juga sebagai netizen aktif. Maka dengan semakin merebaknya bahasa gaul; bahasa “alay” di kalangan
pengguna dua jenis jejaring sosial ini mengakibatkan kecenderungan penggunanya
pun memiliki kebiasaan berbahasa yang buruk. Berikut adalah alasannya :
1. Munculnya bahasa
Alay juga merupakan sinyal ancaman yang sangat serius terhadap bahasa Indonesia
dan pertanda semakin buruknya kemampuan berbahasa generasi muda zaman sekarang.
Akan tetapi bahasa Alay merupakan bahasa gaul yang tidak mengindah, bahasa yang menurut tata bahasa jelas menyalahi
aturan kebahasaan. Bahasa “alay” sering digunakan oleh komunitas tersebut dalam
SMS, atau status di Facebook dan Twitter yang bahkan terbawa dalam percakapan formal. Hal itu jelas akan
berpengaruh terhadap perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia yang baik dan
benar bagi pengguna facebook dan twitter.
2. Karena remaja selaku netizen
sekarang sering menggunakan bahasa “alay”
dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan, menyebabkan para
remaja menjadi sulit menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Banyak
dari mereka yang lancar dalam penggunaan bahasa “alay”, tetapi sangat kesulitan
dalam berbahasa Indonesia, khususnya
saat berada dalam konteks formal seperti di sekolah atau di tempat kerja. Hal ini mengindikasikan jika banyak pengguna bahasa “alay” yang mengalami kesulitan
dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar.
3. Bahasa “alay” dapat mengganggu
siapapun yang membaca dan mendengar kata-kata yang termaksud didalamnya.
Karena, tidak semua orang mengerti akan maksud dari kata-kata “alay” tersebut. Terlebih lagi dalam bentuk
tulisan, sangat memusingkan dan memerlukan waktu yang lebih banyak untuk
memahaminya. Hal idi disebabkan dalam
bahasa “alay” menggunakan perpaduan/kombinasi serta tukar posisi penggunaan
huruf mulai dari huruf besar, huruf kecil dan angka. Ditambah lagi dalam bahasa
ini juga memiliki emotional icon (emoticon)
yang digunakan untuk mewakili emosi dan kondisi perasaan penggunanya.
4. Apabila
pengguna facebook dan twitter dari
kalangan generasi muda Indonesia lebih memilih menggunakan bahasa “alay”
daripada bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari maupun dalam bahasa
tulis mereka maka penutur bahasa Indonesia akan semakin berkurang karena tidak
ada usaha pengembangan dan pembinaan bahasa pada kalangan generasi muda untuk
membiasakan diri menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar di dunia maya,
sehingga secara otomatis penggunaannya akan semakin tergeser oleh bahasa lain –
dalam hal ini oleh bahasa “alay”- dalam kehidupan sehari-hari. Bukan tidak mungkin
sepuluh tahun atau dua puluh tahun yang akan datang penggunaan bahasa Indonesia
akan semakin kecil persentasenya dan mungkin akan dianggap aneh jika orang
berbahasa Indonesia dalam komunikasi mereka
5. Bahasa Indonesia
sebagai identitas atau jati diri bangsa Indonesia akan semakin dianggap remeh
dan akan makin banyak anak muda yang bersikap negatif terhadap keberadaan
bahasa Indonesia. Mereka akan lebih terpengaruh oleh bahasa “alay” yang mereka
gunakan dalam interaksi di dunia maya seperti facebook dan twitter. Jika
menggunakan bahasa Indonesia mereka akan merasa dibatasi oleh berbagai aturan
penggunaan bahasa dan dianggap tidak “keren” sehingga mereka takut dikatakan
tidak gaul.
Bahasa “gaya maya dan alay” telah menjadi bahasa pemersatu pergaulan
kalangan anak muda dan remaja saat ini. Karena sifatnya yang santai, bahasa
dunia maya dan jejarimg sosial perlu dikawal agar tidak merambah ke aktivitas
komunikasi dan berbahasa yang bersifat formal. Inilah sikap penting yang harus
dijunjung setiap pemakai bahasa.
Di sisi lain, fakta membuktikan pembelajaran
bahasa Indonesia di sekolah hasilnya tidak cukup menggembirakan. Pada UN 2011
lalu, pelajaran Bahasa Indonesia memiliki nilai rata-rata lebih rendah jika
dibandingkan dengan mata pelajaran lain, bahkan dengan pelajaran Bahasa
Inggris. Bahasa Indonesia yang baik dan benar masih menjadi bahasa yang sulit
untuk digunakan baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Jadi, bahasa dunia maya dan jejaring sosial akan
menjadi ancaman apabila penggunaannya yang marak mulai merambah pada aktivitas
berbahasa formal, baik lisan maupun tulisan.(Dikutip dari Berbagai Sumber sebagai Materi Debat Bahasa Indonesia Tingkat Kabupaten Brebes)
Ka mana yg teks afirmasinya
BalasHapus