Jumat, 09 April 2010

TRAUMA PASCA KEHILANGAN PASANGAN

Usai putus atau bercerai (bagi suami-istri) akibat terjadinya suatu ketidakpuasan terhadap pasangan karena suatu hal, baik karena faktor ekonomi, kurangnya perhatian, ketidakcocokan, berbeda pandangan atau prinsip hidup antarpasangan, perselingkuhan bahkan mendapatkan perlakuan kasar dari pasangan dalam bentuk tindak kekerasan, makian dan cacian, biasanya akan menimbulkan rasa trauma pada diri seseorang untuk menjalin suatu hubungan kembali dengan orang lain. Tetapi ketika seseorang telah dimabuk asmara dan terjangkiti virus cinta ada yang bilang “tai kucing pun rasa coklat”. Karena besarnya rasa cinta, seseorang masih berusaha mempertahankan cintanya kepada seseorang yang telah dicintainya. Namun, ketika orang yang dicintainya itu meninggalkannya atau orang tersebut memilih untuk meninggalkan orang yang dicintainya perasaan yang timbul adalah benci, kecewa, sedih, merasa terluka, dikhianati, dan bisa menimbulkan trauma.

Trauma Mempengaruhi Kesehatan

Trauma dalam menjalin suatu relationship dengan lawan jenis merupakan peristiwa psikologis yang mampu menguras energi hidup jika tidak mampu memanajenya. Kadar trauma yang ditimbulkan pun akan berbeda-beda pada setiap orang. Hal itu dikarenakan kompetensi seseorang dalam memanajemen emosinya pun berbeda-beda. Ada orang yang sangat sulit melupakan kejadian yang pernah dialaminya bersama pasangannya sehingga ketika dia putus dengan pacar atau bercerai dari suami atau istrinya, dia merasa tidak lagi memiliki pijakan hidup, ada rasa kehilangan yang teramat sangat dalam hidupnya. Di sisi lain ada juga orang yang dengan waktu yang relatif cepat mampu bangkit dan kembali menata hati dan hidupnya untuk kembali pada jalur tujuan yang diinginkannya. Menganggap masa lalu yang pahit yang dia alami bersama pasangannya yang dulu hanyalah bagian dari perjalanan hidup yang memang harus dilalui. Apa yang telah terjadi adalah pengalaman dan menjadi pelajaran berarti dalam hidupnya.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa perpisahan (putusnya hubungan antara dua manusia yang pernah terlibat secara emosional) atau perceraian antara suami-istri mampu menimbulkan efek negatif bagi pelakunya, baik bagi individu yang bercerai atau pihak keluarga. Perpisahan atau perceraian bahkan mampu mempengaruhi kesehatan seseorang setelah orang tersebut kembali membangun suatu hubungan yang baru.
Sebuah survai dan studi teraktual yang dilangsir Live Science menyebutkan bahwa perpisahan atau perceraian (kehilangan pasangan) karena kematian mampu mempengaruhi kesehatan, baik secara psikis maupun psikologis. Efek itu dapat terjadi secara cepat dan rasa kehilangan itu mampu mengendap dalam kurun waktu yang lama. Fase selama berlangsungnya peristiwa kehilangan itu terjadi mampu membuat seseorang dalam kondisi stres bahkan sampai depresi. Individu yang berada dalam posisi ini acapkali tidak mengindahkan kesehatan, menjauh dari kebiasaan berolah raga, kualitas istirahat yang buruk, tidak memberi waktu untuk chek up ke dokter atau ahli gizi dan hal ini mendekatkan individu yang bersangkutan pada degradasi imun (daya tahan tubuh terhadap penyakit menurun) sehingga beresiko mudah terserang penyakit.
Menurut Linda White, seorang peneliti dan sosiolog sekaligus direktur pada Lembaga Pusat Lanjut Usia di Pusat Penelitian Opini Nasional Universitas Chicago, menyatakan bahwa pernikahan atau menjalin hubungan baru pasca trauma kehilangan pasangan itu dapat membantu seseorang pada kehidupan emosional dan psikis yang sehat. Namun, hal itu hanya membawa seseorang memasuki efek kesehatan pada tataran terendah karena mereka telah menelantarkan diri sendiri selama masa kehilangan itu.
Data yang diperoleh menyebutkan bahwa lebih dari 20 persen orang yang pernah mengalami trauma akibat kehilangan pasangan kemudian ia menikah lagi atau menjalin hubungan dengan pasangan lain lalu harus mengalami perpisahan lagi, pada akhirnya mereka memutuskan untuk tetap melajang, tidak menjalin hubungan atau menikah kembali dan kurang dari 4 persen yang tidak pernah menikah atau menjalin hubungan baru setelah fase kehilangan pasangannya.
Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa perceraian, perpisahan, kehilangan pasangan, atau kematian pasangan berpengaruh terhadap kesehatan seseorang. Sehingga dapat dikatakan bahwa kehilangan pasangan merupakan peristiwa yang dikategorikan identik dengan peristiwa traumatis dalam kehidupan seseorang. Fenomena ini mengakibatkan perubahan kondisi psikis dan psikologis pada titik nadir terendah dari seseorang pasca ia kehilangan pasangannya. Dengan kata lain, kondisi stress bahkan depresi yang berkepanjangan dan sukar untuk pulih selama bertahun-tahun.

Mengatasi Phobia dan Trauma Pasca Kehilangan Pasangan

Apabila kondisi tersebut dipertahankan, maka yang akan terjadi adalah munculnya phobia (ketakutan yang berlebihan dan tidak wajar) untuk kembali menjalin suatu hubungan yang baru. Hilangnya kepercayaan diri bahkan kepercayaan terhadap orang lain seringkali menghinggapi seseorang yang pernah mengalami perpisahan atau kehilangan pasangan hidupnya. Hal ini dikarenakan mereka takut untuk mengalami kegagalan, kurang bisa menerima kondisi pasangan barunya karena ia takut jika pasangan barunya akan memperlakukannya tidak seperti pasangannya yang dulu atau jika pasangan yang terdahulu telah melukai hati sehingga ia takut pasangan barunya akan memperlakukannya sama buruk bahkan lebih buruk dari pasangannya terdahulu.
Mengacu pada data penelitian di atas yang menyebutkan bahwa 4 persen dari orang yang telah kehilangan pasangannya tidak pernah menjalin hubungan kembali, mengindikasikan bahwa mereka yang memilih untuk bertahan dalam posisi tersebut telah merasa sangat nyaman, aman, dan puas dengan kesendiriannya. Mereka merasa telah mampu menciptakan kehidupannya sendiri dengan berhasil membangun benteng tinggi dan kokoh dalam kehidupannya tanpa perlu adanya pasangan. Nilai pribadi yang bertendensi pada egoisme semacam ini kadang bertentangan dengan nilai sosial lingkungan sekitar. Ditambah lagi pandangan tentang gamangnya kondisi lembaga perkawinan yang carut-marut, fenomena kawin-cerai di masyarakat yang tinggi, pengaruh lingkungan keluarga yang juga ikut merasakan beban dari peristiwa perceraian atau perpisahan seseorang dengan pasangannya (karena satu alasan dan lain hal) dapat membuat seseorang mampu menolak hadirnya lawan jenis dalam kehidupan pribadinya lagi. Mereka yang terjebak dalam kondisi ini kemudian bangkit sebagai individu yang bak pahlawan super yang kuat, tegar, pantang menyerah, gigih, mandiri, dan berkepribadian sehingga muncul anggapan bahwa dirinya telah mampu menjadi seseorang yang berhasil mengatasi sendiri setiap problematika yang terjadi dalam kehidupannya tanpa bantuan pasangan.
Pada dasarnya manusia secara hakiki adalah manusia sosial (membutuhkan orang lain). Setiap mahluk sosial dalam kehidupannya merupakan mahluk yang membutuhkan kasih sayang dari orang lain, setiap mahluk buntuk dicintai dan mencintai. Tetapi preposisi semacam itu kadang terhambat oleh konsep diri yang telah terpatri kuat tanpa memperhatikan keberadaan orang lain di sekitarnya dan mengacuhkan respon lingkungan terhadap kondisi diri yang mulai mengelak terhadap potensi dan kompetensi diri (Kondisi fisik dan bakat).
Ketakutan yang berlebihan dan tidak beralasan yang terlalu dibesar-besarkan menyurutkan dan menenggelamkan bakat pribadi untuk mencintai, memperhatikan, memotivasi, dan hal-hal positif lainnya yang sebenarnya telah dimiliki oleh seorang individu. Oleh karena itu jika direfleksikan, peristiwa tersebut harusnya mampu membuat seseorang semakin terpuruk dan susah untuk bangkit dari keterpurukannya itu.
Beberapa solusi yang mungkin bisa membangkitkan kembali semangat seseorang untuk mengkondisikan konsep diri yang lebih baik agar mampu keluar dari problematika ini adalah sebagai berikut :
  1. Cobalah untuk menanamkan keyakinan bahwa semua mahluk ciptaan Alloh SWT itu sesungguhnya baik adanya. Keburukan dan kejahatan yang ada pada diri seseorang itu merupakan bentuk syaiton yang merasuki hati. Jika dalam diri anda mengatakan ; tidak ada laki-laki atau perempuan baik dan benar-benar mencintai anda dengan tulus dan apa adanya, meskipun realitanya ada tetapi hati anda menolak dan tidak percaya keberadaan mereka, maka jelaslah bahwa kondisi itu sebenarnya hanya merupakan pencitraan dan penilaian yang sengaja anda ciptakan sendiri berdasarkan pada hal ini dan itu yang bertendensi pada masa lalu anda yang buruk.
  2. Mulailah memandang masa depan, jadikan masa lalu sebagai batu loncatan dan mengambil hikmah dari setiap peristiwa seburuk apapun yang pernah anda lakoni. Lihatlah jika anda dulu pernah mengalami fasae tersebut dan anda berhasil bangkit dan keluar dari keterpurukan, maka sekarang anda harus mulai kembali menanamkan keyakinan tersebut pada diri anda dengan mengatakan; aku pasti bisa! untuk mengatasi masalah dan melanjutkan hidupku. Dengan begitu kedepan diharapkan anda akan mampu mengatasi masalah yang saat ini anda alami. Yakinkan pada hati anda sesungguhnya Alloh SWT telah membuat skenario ini untuk anda agar anda naik pada taraf derajat hidup yang lebih baik dan yakinkan hati anda jika anda pasti akan bisa melampauinya.
  3. Mengapa sekarang anda tidak mampu menghadapi laki-laki atau perempuan jika dulu anda berhasil membuat mereka bertekuk lutut dihadapan anda? Bangkitkan lagi semangat percaya diri itu, hidupkan lagi potensi dan kompetensi anda dalam bersosialisai, memperbanyak silaturahmi dengan membuka konektivitas bersama orang-orang baru. Toh dulu anda bisa menghadapi laki-laki atau perempuan yang anda temui. Mereka juga sama seperti anda , sama-sama manusia. Yang membedakan mereka hanyalah kadar iman dan takwa mereka di hadapan Alloh SWT. Tanamkan konsep itu pada diri anda!
  4. Berpikirlah akan masa depan. Dengan jalan ini anda akan menyusun kembali jadwal kegiatan dan tujuan hidup yang sempat porak-poranda oleh peristiwa masa lalu. Tata ulang letak kamar untuk mendapatkan suasana baru, buatlah tulisan yang indah mengenai target hidup anda dan tempelkan target hidup anda tersebut di tempat yang mudah anda baca. Tancapkan di hati niat yang membara untuk segera mencapai target hidup tersebut dalam waktu dekat dan yakinkan jika diri anda akan mampu meraihnya.
  5. Belajarlah untuk ikhlas, sabar, beramal, tawakal, dan berikhtiar dengan baik. Dengan belajar ikhlas, maka seseorang akan terhindar dari kerugian, kehancuran, dan perbuatan yang sia-sia di dunia. Menghindarkan diri dari emosi yang meletup-letup dengan berbuat sabar, karena orang-orang yang sabar akan mendapatkan pertolongan Alloh SWT. Dengan beramal anda akan memperbanyak simpanan pahala yang secara tidak sadar simpanan itu akan menjadi penolong anda jika sewaktu-waktu anda mendapatkan musibah di lain hari. Bertawakal (berserah diri pada Alloh SWT) akan membuat anda semakin percaya dengan skenario-Nya sesungguhnya membawa anda pada kebaikan sebab ketika Alloh SWT membuat seseorang dalam keterpurukan dan kegagalan sesungguhnya Alloh SWT ingin mengingatkan kepada anda jika ada yang salah dengan apa yang anda lakukan selama ini dan harus diperbaiki. Berikhtiar merupakan kewajiban manusia, karena keberhasilan merupakan hak prerogatif Alloh SWT semata. Ikhtiar ini menggambarkan bahwa anda bukanlah hamba yang putus asa, tidak pantang menyerah, siap berkompetisi dalam kehidupan.

Semoga anda semakin menjadi insan yang bersemangat menyongsong masa depan dan selalu siap meninggalkan masa lalu yang hanya akan membuat anda semakin terpuruk. Cinta akan mendatangi anda jika anda yakin terhadapnya dan cinta akan menjauh dan meninggalkan anda jika anda ragu-ragu terhadapnya.
Ayo Semangat!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar