Selasa, 09 Maret 2010

KEPEMIMPINAN UNTUK MUTU PENDIDIKAN


Kelangsungan hidup dan keberhasilan organisasi pada masa kini tergantung pada kemampuannya dalam mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal. Dalam konteks ini, organisasi harus memiliki pimpinan yang efektif dalam menjalankan manajemen untuk mengelola perubahan yang ada dan secara berkelanjutan mengembangkan kompetensi yang dimiliki demi kemajuan organisasi. Tantangan bagi seorang menejer pendidikan yaitu kepala sekolah/madrasah, pimpinan pesantren, rektor, dekan, atau juga direktur perusahaan adalah bagaimana menjadi motifator dan pelopor perubahan lembaga pendidikan yang dipimpinnya.

David F. Salisbury (1996:149) dalam Five technology in Educational Change menjelaskan upaya memperbaiki kualitas dalam satu organisasi sangat ditentukan oleh mutu kepemimpinan dan manajemen yang efektif. Dukungan dari bawah hanya akan muncul secara berkelanjutan ketika pimpinannya bernar-benar berkualitas atau unggul.

Kepemimpian sangat penting sekali dalam mengejar mutu yang diinginkan pada setiap sekolah. Sekolah akan maju jika dipimpin oleh kepala sekolah yang visioner, memiliki kompetensi manajerial, dedikasi yang tinggi, dan integritas kepribadian dalam melakukan perbaikan mutu. Kepemimpinan kepala sekolah tentu dalam menjalankan manajemennya disesuaikan dengan iklim organisasinya.

Untuk menciptakan sekolah yang fungsional dan efektif dalam mencapai harapan konsumen pendidikan, maka perlu diciptakan hal-hal yang bersifat aktual (baru) dalam organisasi pendidikan, baik dalam hal pemilihan metode pembelajaran, efektifitas pembiayaan, pemanfaatan dan penggunaan teknologi pengajaran yang baru, materi pembelajaran yang bermutu tinggi, dan kemampuan menciptakan serta menawarkan lulusan yang bermutu. Para pemimpin lembaga pendidikan yang ingin mengarahkan lembaga pendidikan yang dipimpinnya ke dalam era baru memerlukan berbagai pemahaman, pengertian, dan pengetahuan akan dinamika dan perubahan organisasi. Untuk mewujudkan perubahan organisasi dalam manjemen mutu terpadu, maka suatu lembaga pendidikan sangat tergantung pada efektifitas kepemimpinan yang berorientasi pada pencapaian mutu lulusan dan pelayanan terbaik bagi pelanggan (konsumen pendidikan).


1. Hakikat Kepemimpinan
Allan Tucker (1992) mengemukakan kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi atau mendorong seseorang atau kelompok orang agar bekerja secara sukarela untuk mencapai tujuan atau sasaran tertentu dalam situasi tertentu pula. Intinya, kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar mau melakukan pekerjaan dengan sukarela untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Dalam kepemimpinan itu terdapat unsur pemimpin (leader), anggota (followers), dan situasi (situation) tertentu.

Kepemimpinan merupakan suatu konsep hubungan (relation concept) manusia dalam spektrum makro yang esensinya bertumpu pada kemampuan mempengaruhi seseorang atau orang lain. Sejalan dengan itu, dikemukakan oleh Kouzes dan Posner (1993:11) bahwa kepemimpinan merupakan hubungan antara pemimpin dengan angota organisasi, maka kepemimpinan ini esensinya berlangsung atas dasar adanya sifat saling membutuhkan dan minat yang sama dalam rangka mencapai tujuan.

Kepemimpinan sebenarnya dapat berlangsung dimana saja, karena kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan agar mencapai tujuan tertentu yang telah ditentukan. Di lingkungan rumah tangga ada jenis kepemimpinan orang tua pada anak-anaknya, di lingkungan pesantren ada kepemimpinan kyai, di perusahaan ada kepemimpinan direktur, di sekolah ada kepala sekolah. Jika kepemimpinan yang berlangsung pada suatu lingkungan dan situasi tertentu tanpa didasarkan pada jabatan dan kedudukan, maka kepemimpinan semacam itu bersifat personal sedangkan kepemimpinan yang berlandaskan jabatan dan kedudukan pada lingkungan (organisasi) dan situasi tertentu, maka kepemimpinan tersebut bersifat manajerial.

Di Sekolah, seorang kepala sekolah menjalankan kepemimpinannya secara menejerial. Hal ini disebabkan di sekolah terdapat sejumlah personel yang berinteraksi dengan kepala sekolah dalam menjalankan tugas-tugas sekolah. Kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru-guru, staf administrasi tata usaha, pembantu umum, dewan sekolah; sebagai gabungan antara Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3) dan komite sekolah. Semua elemen tersebut saling berkaitan satu sama lain dan menjalankan fungsinya masing-masing untuk merealisasikan tujuan yang telah ditentukan bersama. Tugas dan wewenang dewan sekolah bertanggung jawab kepada masyarakat dan menjadi mitra bagi dinas pendidikan di tingkat kecamatan. Dewan sekolah ini beranggotakan orang tua murid, anggota masyarakat, dan orang-orang yang peduli terhadap pendidikan. Proses kepemimpinan pendidikan di sekolah berlangsung melalui hubungan interpersonal antara kepala sekolah dengan seluruh personel yang berlangsung di sekolah. Hal tersebut dilakukan oleh kepala sekolah dalam rangka menstimulus dan secara persuasif memberikan arahan, bimbingan, dan kontrol terhadap kinerja angotanya agar pelaksanaan setiap tugas pada tiap-tiap bidang sesuai dengan instruksi dan arahan kepala sekolah sehingga tujuan pendidikan yang diinginkan dapat terimplementasi.

2. Kepemimpinan Pendidikan (Educational Leadership)
Suatu organisasi akan berjalan dengan baik jika didalamnya terdapat seorang pemimpin yang berdedikasi tinggi demi kemajuan organisasi yang dipimpinnya dan kepemimpinannya dijalankan secara efektif serta berhasil menerapkan pola kepemimpinan yang baik. Demikian pula dengan sebuah gerakan mutu (quality movement) pada lembaga pendidikan atau upaya penciptaan kultur mutu dalam mengatasi tantangan perubahan eksternal di sekolah. Diperlukan suatu kepemimpinan yang efektif untuk meraih mutu pendidikan yang baik. Ditegaskan Sallis (1993:86) bahwa sebagai alat dalam menerapkan manajemen mutu terpadu, seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya harus memiliki visi (pandangan yang jauh ke depan) dan dapat mengaplikasikannya ke dalam kebijakan-kebijakan yang jelas yang bertendensi pada tujuan khusus organisasi.

Dalam konteks kepemimpinan pendidikan, pemimpin adalah semua orang yang bertanggung jawab dalam proses perbaikan mutu dalam fungsi utamanya. Oleh karena itu, fungsi dari kepemimpinan dalam pendidikan haruslah tertuju pada mutu belajar serta semua staf lain yang mendukungnya. Keberadaan anggota atau staf juga memiliki peranan penting dalam sebuah organisasi. Kouzes dan Posner (1993:94) mengemukakan kepemimpinan dalam suatu organsasi tidak mungkin berjalan tanpa adanya peran serta dari anggotanya. Seorang pemimpin, tidak terkecuali kepemimpinan menejerial dalam organisasi, tidak mungkin bekerja sendiri untuk mencapai tujuan. Para pemimpin akan membagi tugas kepada para anggotanya, menjelaskan tujuan dan program, mempengaruhi dan memotifasi, melalui pemberian intensif atau gaji, serta menampilkan keteladanan.

Bagaimanapun juga, fungsi kepemimpinan pendidikan merupakan satu dimensi yang paling esensial untuk melaksanakan menejemen mutu terpadu dalam pendidikan. Setiap respon organisasi terhadap perubahan yang terjadi dan melahirkan kultur mutu demi kemajuan organisasi harus diakomodir secara baik oleh pimpinan lembaga pendidikan. Pimpinan pendidikan merupakan motor penggerak organisasi yang mempengaruhi kinerja anggotanya, yaitu para guru dan staf pegawai lainnya agar bekerja lebih maksimal, menampilkan etos kerja tinggi, dan secara sukarela bekerjasama dengan anggota lainnya untuk mewujudkan standar mutu yang diharapkan oleh konsumen pendidikan (orang tua, masyarakat, lembaga pendidikan yang lebih tinggi, pemerintah, dan dunia kerja).

Implementasi manajemen mutu terpadu dalam pendidikan di sekolah-sekolah mutlak dilakukan oleh pola kepemimpinan dalam suatu organisasi. Artinya, Kepemimpinan kepala sekolah diharapkan bersifat kreatif, inovatif, efektif, dan proaktif terhadap setiap tuntutan perubahan yang berorientasi pada perbaikan mutu berkelanjutan. Dalam hal ini, diperlukan juga reformasi pada struktur sekolah atau restrukturisasi organisasi sekolah sesuai tuntutan tugas untuk perbaikan mutu sekolah.

Lewis (1987) berpendapat, pemimpin yang efektif adalah mereka yang dapat mengadaptasikan diri pada situasi yang bervariasi. Kepemimpinan yang partisipatif dan terpusat pada kelompok secara positif biasanya adalah gaya kepemimpinan yang diinginkan anggotanya. Kepemimpinan akan mempengaruhi kemajuan sekolah dalam menjalankan manajemen mutu terpadu melalui berbagai program perbaikan mutu secara terpadu. Di samping melakukan program-program perbaikan mutu pembelajaran, perbaikan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah, serta peningkatan mutu kepemimpinan, maka di dalamnya juga diperlukan adanya revisi struktur pendidikan untuk menjamin efektifitas dan efisiensi perilaku organisasi melalui pembagian tugas dan tanggung jawab personal.

Struktur organisasi dan kepemimpinan sekolah termasuk dimensi yang harus diperkuat dengan perkembangan keterampilan kepala sekolah melalui panataan manajemen dan kepemimpinan. Selain itu perlunya seleksi yang ketat dan layak bagi seorang guru agar bisa diangkat untuk menduduki jabatan sebagai kepala sekolah. Hal ini bertujuan sebagai proses pengembangan karier dan mendorong kematangan staf dalam menjalankan kepemimpinan pendidikan di sekolahnya. Setiap sekolah perlu menyesuaikan struktur organisasinya dalam pelakasanaan setiap tugas perbaikan mutu sekolah, guru, dan karyawan yang dimiliki, serta memperhatikan pula dukungan masyarakat di lingkungan sekolah.

Pengembangan struktur organisasi sebagai dimensi organisasi dalam manajemen sekolah menjadi penting. Hal ini dilakukan untuk menjawab pola kepemimpinan di setiap sekolah. Otonomi pendidikan yang dikembangkan sebagai konsekuensi otonomi daerah memberi peluang seluas-luasnya bagi sekolah untuk mencairkan kebekuan kepemimpinan yang bersifat sentral selama ini, yaitu semua ditentukan oleh pusat dan bersifat homogen dalam segala hal.

Berdasarkan struktur organisasi sekolah dapat dikemukakan spesifikasi tugas sesuai dengan tanggung jawab masing-masing personel. Tugas dan tanggung jawab yang dikemukakan dapat disesuaikan dengan keperluan dan kemampuan personal. Adapun bidang-bidang tugas yang sesuai dengan contoh struktur organisasi sekolah di atas adalah sebagai berikut :
1. Kepala Sekolah
  • Penanggung jawab umum manajemen sekolah.
  • Penyusun rencana anggaran belanja sekolah (RABS).
  • Penanggung jawab program belajar-mengajar
  • Bertanggung jawab dalam hubungan keluar sekolah pada setiap tindakan sekolah.
  • Bertanggung jawab dalam pelaksanaan program sekolah kepada dewan sekolah dan pemerintah.
2. Tata Usaha
  • Menata surat-surat masuk dan keluar.
  • Mengelola administrasi pengajaran dan pembelajaran.
  • Menlayani registrasi siswa.
  • Menyusun laporan-laporan.
  • Menata situasi administrasi sekolah.
  • Mengelola registrasi material sekolah.
3. PKS Urusan Kurikulum
  • Menyusun jadwal pelajaran.
  • Menyusun program pengembangan kurikulum.
  • Menyusun bahan evaluasi belajar.
  • Membuat laporan pelaksanaan KBM.
4. PKS Urusan Kepegawaian
  • Menyusun rencana kegiatan pemberdayaan guru.
  • Menata disiplin guru dan karyawan.
  • Mengefektifkan kinerja guru dan karyawan.
  • Menyusun laporan kegiatan.
5. PKS Urusan Kesiswaan
  • Menyusun kegiatan ekstrakulikuler.
  • Melaksanakan kegiatan ekstrakulikuler.
  • Menyusun program bimbingan, penyuluhan, dan pengayaan.
  • Mendata siswa berprestasi dan siswa kurang berprestasi.
  • Menyusun laporan kesiswaan.
6. PKS Urusan Humas
  • Menyusun rencana kerjasama dengan berbagai pihak dalam rangka pengembangan mutu pendidikan.
  • Melaksanakan berbagai kerjasama dengan berbagai pihak terkait dengan tujuan pengembangan mutu pendidikan.
  • Memperlancar hubungan dengan dewan sekolah dan unsur lembaga swadaya masyarakat bidang pendidikan.
Keterangan :
PKS : Pembantu Kepala Sekolah

Bisa dikatakan bahwa kinerja seorang kepala sekolah seringkali diukur dari kualitas dan kinerja bawahannya, yaitu guru dan karyawan lainnya di sekolah. Hal itu dikarenakan kinerja unsur sekolah (guru dan staf lainnya) lahir dari keterampilan dan gaya/pola kepemimpinan kepala sekolah dalam memberdayakan setiap kompetensi yang dimiliki sekolah. Kepemimpinan yang demokratis-partisipatif dapat memberdayaan dan melibatkan guru dalam pengambilan keputusan untuk merealisasikan kemajuan sekolah. Untuk itu, pola atau gaya (style) kepemimpinan merupakan syarat penting dalam menciptakan kepemimpinan pendidikan yang dapat memajukan mutu pendidikan suatu sekolah. Gaya kepemimpinan merupakan bentuk pengkomunikasian visi dan nilai-nilai organisasi terhadap anggota, staf, dan konsumen pendidikan dalam wujud pengalaman pelayanan yang harus mereka berikan.

3. Peran Pemimpin Lembaga Pendidikan
Kepemimpinan pendidikan adalah proses mempengaruhi semua personel yang mendukung pelaksanaan aktifitas belajar-mengajar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan di sekolah. Peran kepemimpinan lembaga pendidikan dilaksanakan oleh rektor, direktur, kepala sekolah/madrasah, dan pimpinan pesantren.

Banyak komponen-komponen yang harus diperhatikan untuk mengimplementasikan manajemen mutu pendidikan di sekolah-sekolah. Komponen tersebut mencakup kepemimpinan, pendidikan, dan latihan, iklim organisasi, fokus konsumen pendidikan, metode ilmiah dan alat-alatnya, data yang bermakna, serta tim pemecah masalah. Semua komponen ini akan berfungsi dengan baik saat kepemimpinan sebagai faktor pertama dari peluang dan implementasi Total Quality Management (TQM) atau manajemen mutu terpadu pada setiap sekolah dilaksanakan secara maksimal. Tanpa kepemimpinan, maka komponen lain tidak akan berarti bahkan tidak terwujud.

Berkaitan dengan hal tersebut, Peters dan Austin mengajukan pertimbangan khusus terhadap kepemimpinan pendidikan untuk meraih mutu dalam sekolah unggul. Beberapa pertimbangan yang penting untuk diperhatikan adalah perspektif yang dibutuhkan para pemimpin pendidikan yang meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Vision and symbol
Artinya kepala sekolah harus mengkomunikasikan nilai-nilai lembaga terhadap staf, guru-guru, para pelajar, dan masyarakat luas.
2. Management by Walking About (MBWA)
Merupakan suatu cara bagi pemimpin untuk memahami, berkomunikasi, dan mendiskusikan proses yang berkembang dalam lembaga dengan tidak hanya duduk di belakang meja kerjanya.
3. For The Kids
Artinya perhatian yang sungguh-sungguh kepada semua anggota lembaganya, baik pelajar (primary customer) maupun pelanggan lainnya.
4. Autonomy, Experimentations, and Support for Failure
Artinya memiliki otonomi, suka mencoba hal-hal baru, dan memberikan dukungan bagi sikap inisiatif dan inofatif untuk memperbaiki kegagalan.
5. Create A Sense Of Family
Artinya cara untuk menumbuhkan rasa kekeluargaan diantara sesama guru, pelajar, karyawan, dan staf pimpinan lainnya.
6. Sense Of The Whole, Rhytme, Passion, Intensity, and Enthusias
Artinya menumbuhkan rasa kebersamaan, keinginan, semangat, dan potensi dari setiap staf (karyawan dan guru).

Peranan kepemimpinan pada setiap level organisasi akan menentukan pencapaian perbaikan mutu. Komitmen terhadap mutu harus merupakan sikap utama dari pemimpin lembaga pendidikan tertentu. Ini merupakan alas an bahwa manajemen mutu terpadu menjadi penting sebagai bentuk proses pengawasan dari atas ke bawah. Dapat diperkirakan sekitar 80% dari inisiatif mutu masih gagal untuk tahun pertama sampai tahun kedua. Seringkali alasan utama kegagalannya adalah kurangnya manajer senior yang mendukung dan memiliki komitmen. Perbaikan mutu sangat penting untuk menjalankan koordinasi mutu. Untuk berhasilnya manajemen mutu terpadu dalam pendidikan, maka harus ada manajer yang mau menyediakan waktu lebih banyak untuk memimpin, membuat rencana, mengembangkan ide-ide baru, dan bekerjasama dengan pelanggan konsumen pendidikan.

Seorang pemimpin memiliki visi yang berbeda-beda dengan pemimpin yang lainnya. Hal itu disebabkan, bagi seorang pemimpin visi merupakan masa depan organisasi. Ditegaskan oleh Snyder dkk. (1984:18) yang mengatakan bahwa visi memang baru sekedar wacana yang belum terimplementasikan, tetapi visi bukanlah mimpi. Visi merupakan kedalaman dan keluasan pengertian yang dapat mendeteksi bentuk dan kecenderungan sebagai sesuatu yang mengantarkan dan membimbing pemimpin memasuki hari ini dan masa depan.

Hakikat dari sebuah visi tentang masa depan bukanlah sekedar sebuah rencana atau tujuan semata. Visi merupakan gambaran masa depan yang seharusnya dan menjadi inti akan suatu tujuan yang akan terlihat disukai, sedangkan rencana dan tujuan merupakan wahana untuk membuat gambaran sebuah realitas. Sebagai sesuatu yang ideal dan sebagai pencitraan masa depan, maka visi harus bersifat jelas, ringkas, menantang, berorientasi ke depan dan disukai. Visi dirumuskan bersama-sama antara pemimpin dan staf pendidikan untuk dikomunikasikan agar melahirkan komitmen terhadap visi tersebut. Bagi setiap sekolah, visi menjadi bagian dari pedoman yang menentukan jalan untuk dilalui bersama kepala sekolah, guru-guru, karyawan, dan para pelajar.

Visi sekolah perlu dirumuskan pimpinan dan staf bersama masyarakat. Kalau ada sekolah yang belum merumuskan visinya, berarti langkah untuk meraih mutu terbaik dan layanan prima sekolah tersebut masih diragukan. Visi sekolah antara lain dapat berupa :
  1. Menyiapkan lulusan TK memasuki SD yang bermutu.
  2. Menyiapkan lulusan SD yang mampu memenangkan persaingan memasuki SMP terbaik.
  3. Menyiapkan lulusan berpengetahuan, terampil, dan berahlak mulia untuk berprestasi tinggi di SMU bermutu.
  4. Menyiapkan lulusan SMU yang siap memenangkan persaingan memasuki perguruan tinggi.
  5. Menyiapkan sarjana yang menguasai iptek dan memiliki imtak berkualitas untuk bekal kemandirian hidup.

Visi sekolah ini perlu ditransformasikan kepada semua guru, karyawan, dewan sekolah, dan masyarakat. Hal itu menjadi tanggung jawab dan tugas dari pimpinan suatu lembaga pendidikan, terutama manajer senior yang harus memberikan arahan, menjelaskan visi, dan memberikan inspirasi bagi bawahan untuk melakukan tindakan yang bermuara pada mutu lulusan yang diharapkan. Dalam manajemen mutu terpadu, semua manajer organisasi harus menjadi pemimpin dan teladan dalam proses mutu. Mereka perlu mengkomunikasikan misi dan sumbernya kepada seluruh unsur SDM dalam organisasi.

Fungsi kepemimpinan adalah untuk menangani mutu pembelajaran dan mendukung para staf yang berusaha mencapainya. Untuk itu para guru perlu diberdayakan agar mereka dapat memberikan kreatifitas dan inisiatif untuk meraih mutu yang diharapkan. Pemimpin pendidikan yang benar harus memiliki visi sebab dengan memiliki visi maka pemimpin dapat menentukan arah dari tujuan yang hendak dicapai. Sebagai upaya dalam melakukan perubahan budaya, terutama terhadap mutu produk dari sebuah organisasi atau lembaga berorientasi bisnis peran kepemimpinan sangatlah strategis. Hal ini menjadi sangat krusial bagi suatu lembaga pendidikan yang dikelola untuk menghasilkan aset lulusan yang bermutu bagi konsumen pendidikan sehingga peranan pemimpin pendidikan menjadi posisi yang sangat strategis dengan komitmen, kontribusi, dan dedikasinya dalam rangka mengembangkan budaya mutu di lembaga pendidikan yang dipimpinnya.

Keberhasilan suatu organisasi yang berorientasi bisnis sangat ditentukan pula oleh pemimpinnya yang visioner. Lembaga pendidikan yang mengusahakan perbaikan mutu harus dipimpin oleh kepala sekolah/madrasah, dekan, atau rektor yang memahami secara mendalam mengenai visi lembaganya. Pemimpin yang visioner, menampilkan peran keteladanan, menggunakan otoritas dengan bijak, mengembangkan rasa percaya diri personal dengan menjadi motifator bagi seluruh stafnya, mendelegasikan tanggung jawab sesuai dengan deskripsi kerja, dan mampu memunculkan komitmen yang kuat terhadap sasaran organisasi.

Dikemukakan oleh Kouzes dan Posner (1993:31) bahwa suatu lembaga pendidikan hanya akan mengalami perubahan dalam menciptakan mutu lulusan dengan kepemimpinan pendidikan yang berhasil. Menurut Sallis (1993) mengatakan ada beberapa peranan utama pemimpin pendidikan dalam mengembangkan kultur (budaya) mutu, yaitu :
  1. Memiliki visi yang jelas mengenai mutu terpadu bagi organisasinya.
  2. Memiliki komitmen yang transparan terhadap perbaikan mutu.
  3. Mengkomunikasikan pesan mutu.
  4. Menjamin bahwa kebutuhan konsumen pendidikan menjadi pusat kebijakan dan pekerjaan organisasi.
  5. Menjamin tersedianya saluran yang cukup untuk menampung suara-suara konsumen pendidikan.
  6. Memimpin pengembangan staf/karyawan.
  7. Bersikap hati-hati untuk tidak mudah menyalahkan orang lain ketika masalah muncul tanpa melihat bukti karena banyak problematika yang muncul berasal dari kebijakan lembaga dan bukan dari kesalahan staf.
  8. Mengarahkan inovasi dalam organisasi pendidikan.
  9. Menjamin kejelasan struktur organisasi merupakan bentuk tanggung jawab dan memberikan pendelegasian yang cocok dan maksimal.
  10. Memiliki sikap tegas dan teguh untuk menghindarkan segala bentuk penyimpangan dari budaya organisasi.
  11. Membangun kelompok kerja aktif.
  12. Membangun mekanisme yang sesuai untuk memantau dan mengevaluasi kinerja organisasi.

Menurut Edwin A. Locke (1997) fungsi utama pemimpin adalah memantapkan sebuah visi untuk organsiasi yang dipimpinnya dan mengkomunikasikannya dengan cara yang mantap bagi para anggotanya. Oleh karena itu, mengelola organisasi pendidikan sama artinya dengan mengelola orang-orang yang terlibat dalam aktifitas proses pembelajaran. Memimpin orang lain dalam dunia pendidikan berarti mempengaruhi orang lain agar mau bekerja sama secara sukarela untuk mencapai tujuan sesuai harapan konsumen pendidikan dan merealisaikan mutu yang diinginkan.

Sejalan dengan hal tersebut, Kouzes dan Posner (1993:19) bahwa pimpinan dalam membagi visi dilakukan dengan cara mengkomunikasikan dan menanamkan nilai-nilai kepada para guru dan pegawai dalam organisasi pendidikan perlu dilakukan agar mereka mengetahui arah dan budaya organisasi yang menjadi pedoman perilaku anggota dalam bekerja. Blanchard (1998:130) menambahkan pengembangan organisasi dan produktifitasnya dicapai dari buah kepemimpinan yang efektif sehingga hal itu akan mampu menghasilkan mutu secara berkelanjutan dalam lembaga pendidikan. Untuk mewujudkan perbaikan mutu pendidikan berkelanjutan, maka dibutuhkan seorang pemimpin yang tidak hanya berhasil membangun komitmen organsisasi tetapi juga pemimpin yang sukses mengakomodir ide kreatif serta mampu bekerja secara efektif. Pemimpin pendidikan yang efektif adalah mereka yang mampu memberikan pengaruhnya dalam organisasi sehingga memotori anggotanya untuk bergerak ke arah tujuan yang hendak dicapai secara sukarela dan tanpa paksaan. Pengaruh ini berkelanjutan pada misi mewujudkan mutu pendidikan sehingga kinerja sekolah dapat dirasakan para konsumen pendidikan secara nyata melalui lulusan yang berprestasi dan bermutu.

Ada beberapa kompetensi kepala sekolah yang didaftar secara kualifikasi untuk mencapai keberhasilan melalui penerapan manajemen mutu terpadu dalam pendidikan. Hoy dkk. (2000) menyusun daftar kompetensi yang diperlukan kepala sekolah sebagai berikut :
1. Visi, yaitu (1) kemampuan mengajukan tujuan dan sasaran sesuai keinginan sekolah, (2) kemampuan untuk melaksanakan kebutuhan sementara dalam situasi tertentu, (3) kemampuan memprediksi kebutuhan sesuai tugas, (4) menghasilkan keoriginalan inovasi dan mengungkapkan imajinasi untuk mengidentifikasi tugas, (5) kemampuan mendemonstrasikan suatu kesadaran tentang dimensi nilai dan kesiapan terhadap tantangan asumsi.
2. Keterampilan perencanaan, yaitu (1) kemampuan merencanakan pencapaian target, (2) kemampuan menilai urutan alternatif strategis sebelum pelakasanaan suatu rencana, (3) kemampuan menyadari jadwal yang sesuai, (4) kemampuan menentukan prioritas, (5) kemampuan menganalisis elemen penting, (6) kemampuan mengembangkan secara detail dan urutan logis rencana untuk mencapai sasaran.
3. Berpikir kritis, yaitu (1) kemampuan berpikir analitis dan kritis, (2) kemampuan mengaplikasikan dan mengimplementasikan konsep dan prinsip, (3) kemampuan membedakan berpikir rutin dan analitis.
4. Keterampilan kepemimpinan, yaitu (1) kemampuan mengarahkan tindakan dari semua orang menuju sasaran yang telah di sepakati, (2) menstruktur interaksi untuk menjangkau tujuan, (3) memimpin penyebaran secara efektif semua sumber daya, (4) keinginan menerima tanggung jawab untuk tindakan secara bersama-sama demi untuk mencapai tujuan, (5) kemampuan bertindak secara meyakinkan dalam situasi dan kondisi yang tepat.
5. Keteguhan hati, yaitu (1) kesiapan membuat suatu urutan strategi untuk mencapai solusi masalah, (2) kemampuan untuk mendemonstrasikan suatu komitmen terhadap tugas, (3) kemampuan untuk mengenali kapan iklim yang tepat untuk memberikan respon yang fleksibel.
6. Keterampilan persuasif (mempengaruhi), yaitu (1) kemampuan untuk memberikan pengaruh kepada orang lain melalui tindakan atau keteladanan, (2) kemampuan untuk memperoleh keterlibatan yang lain dalam proses manajemen, (3) membujuk staf untuk menyeimbangkan kebutuhan individual dan keperluan organisasi, (4) membujuk personel untuk memperhatikan alternatif pilihan.
7. Keterampilan hubungan interpersonal, yaitu (1) kemampuan untuk membangun dan memelihara hubungan positif, (2) kemampuan merasakan kebutuhan, perhatian, dan keadaan pribadi dari orang lain, (3) kemampuan mengenali dan menyelesaikan konflik, (4) kemampuan menggunakan keterampilan dan mendengar secara efektif, (5) kemampuan memberitahukan, menginterpretasi dan merespon perilaku nonverbal, (6) kemampuan menggunakan urutan komunikasi lisan dan tulisan secara efektif, (7) kemampuan memberikan kemampuan umpan balik yang sesuai dalam suasana yang sensitif.
8. Percaya diri, yaitu (1) kemampuan untuk merasakan keyakinan akan potensi pribadi dan evaluasi diri, (2) kemampuan mendemonstrasikan perilaku tegas tanpa menggerakkan permusuhan, (3) kemampuan menyusun dan menerima umpan balik dari kinerja seseorang dan gaya manajemen, (4) kemampuan menyampaikan tantangan kepada orang lain agar menata sikap percaya diri mereka, (5) kemampuan menyampaikan umpan balik untuk mengembangkan rasa percaya diri.
9. Pengembangan, yaitu (1) kemampuan untuk secara aktif menemukan cara untuk mengembangkan pengetahuan pribadi, (2) kemampuan untuk mendemonstrasikan suatu pengertian mengenai bentuk pembelajaran diri dan orang lain, (3) kemampuan secara aktif menangkap peluang untuk menangani pertumbuhan secara personal maupun interpersonal, (4) kemampuan untuk memasuki pengembangan kebutuhan, (5) kemampuan untuk melakukan rancangan, melaksanakan , dan mengevaluasi program pengembangan, (6) kemampuan untuk mengimplementasikan iklim yang kondusif dan positif untuk pertumbuhan dan pengembangan organisasi.
10. Empati, yaitu (1) kemampuan untuk mengungkapkan kesadaran tentang kebutuhan kelompok dan kebutuhan personal anggota, (2) kemampuan mendengarkan dan berkomunikasi dalam suasana yang kondusif dan konstruktif, (3) kemampuan menyatakan hal yang sensitif untuk mempengaruhi keputusan bagi para anggota.
11. Toleransi terhadap stress, yaitu (1) kemampuan menyatakan perilaku yang sesuai dengan keadaan stress, (2) kemampuan mendemonstrasikan ketabahan/ulet dalam situasi penuh tekanan, (3) kemampuan menyisakan secara efektif suatu tingkat pekerjaan, (4) kemampuan memelihara keseimbangan antara beberapa prioritas, (5) kemampuan memperhitungkan tingkatan dari stress orang lain.

Kemampuan kepala sekolah seperti yang diungkapkan di atas merupakan cakupan yang luas untuk dipenuhi. Oleh karena itu, diperlukan berbagai pendidikan, pelatihan, pengetahuan, dan pengalaman untuk memantapkan kompetensi dan keterampilan memimpin dari setiap kepala sekolah. Pelatihan kepemimpinan dan manajemen sekolah sangat diperlukan untuk menunjang kematangan pelaksanaan program. Tingkat keberhasilan kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya dapat diketahui dengan mengukur tingkat kemampuannya untuk menciptakan iklim belajar-mengajar yang kondusif-representatif. Kegiatannya adalah dengan mempengaruhi, mengajak, dan memotifasi guru, murid, dan karyawan/staf sekolah agar menjalankan tugas masing-masing dengan komitmen, dedikasi, dan etos kerja yang tinggi. Terciptanya iklim belajar-mengajar yang tertib, lancar, dan efektif tidak lepas dari kegiatan penataan manajemen mutu yang dilakukan kepala sekolah dalam kapasitasnya sebagai administrator dan pimpinan sekolah.

Inovasi apa pun dalam pendidikan, implementasinya terletak pada kebijakan dan efektifitas kepemimpinan kepala sekolah. Perubahan dalam manajemen sekolah ke arah manajemen mutu terpadu dimaksudkan agar sekolah semakin menunjukkan kinerja yang efektif dan produktif. Hal itu tentu hanya dapat dicapai jika seluruh unsur sekolah berupa sumber daya personal sekolah memiliki pemahaman dan mampu menerapkan semua filosofi, prinsip, dan teknik manajemen mutu terpadu dalam pendidikan dengan baik. Peningkatan mutu secara berkelanjutan di setiap sekolah akan mampu memenuhi kepuasan konsumen pendidikan, baik orang tua murid, masyarakat, pemerintah, maupun lingkungan industri selaku stakeholders (yang berkepentingan/pemakai) output pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar