Jumat, 05 Februari 2010

LADANG INTROSPEKSI (CARA MENGETAHUI KEKURANGAN DIRI SENDIRI)


Sesungguhnya apabila Alloh Azzawajalla menghendaki kebaikan pada seorang hamba, maka Alloh SWT akan memperlihatkan kepadanya kekurangan, kelemahan, atau bahkan keburukan dari hamba tersebut kepada dirinya. Barang siapa yang mata hatinya mampu menembus segala kelemahan, keburukan, dan kekurangannya, maka dia tidaka akan pernah merasa khawatir dengan kelemahan-kelemahan yang dimilikinya itu. Hal itu dikarenakan, orang yang mengetahui kelemahan, keburukan, dan kekurangannya, maka dia akan mengupayakan untuk meminimalisir bahkan berusaha untuk mengobatinya sebagai wujud manusia yang berakal. Sebuah pepatah mengatakan bahwa jika semakin pandai seseorang, maka dia akan semakin tahu letak kebodohannya. Namun, ada pula orang yang hanya mampu melihat kekurangan orang lain bahkan sekecil biji padi sekalipun tetapi dia tidak bisa melihat kekurangan yang ada pada dirinya. Seperti peribahasa semut di seberang lautan kelihatan tetapi gajah di pelupuk mata tidak kelihatan.
Orang yang ingin mengetahui kekurangan dirinya, maka ia dapat menempuh empat cara, yaitu :
Rata PenuhPertama ; Belajarlah dari seorang guru (syeikh) atau orang yang berilmu agar mengajarkan tentang bagaimana melihat kelemahan, keburukan, dan kekurangan, bahkan secara langsung menunjukkan kelemahan, keburukan, dan kekurangan itu sendiri. Fase ini merupakan proses pembelajaran dimana seorang guru akan memberikan bimbingan, arahan, saran atau nasehat agar seorang murid mampu membenahi dan memperbaiki diri.

Kedua ; Bergaul dan berkawan dengan orang-orang yang mengajak pada kebaikan, kejujuran dan kebenaran, serta terpercaya. Dari pergaulan biasanya akan mempengaruhi karakteristik seseorang, baik cara berbicara maupun cara bersikap (tingkah laku). Pepatah mengatakan jikaseseorang bergaul dengan penjual minyak wangi, maka dia akan ikut berbau wangi tetapi jika dia bergaul dengan penjual ikan, maka ia akan ikut berbau amis. Jika seorang bergaul dengan lingkungan yang baik, maka baik secara langsung maupun tidak langsung, sedikit atau banyak akan berpengaruh pada perkataan dan perbuatannya mengarah pada yang baik. Namun sebaliknya jika seseorang bergaul dan hidup di lingkungan dengan teman-teman yang berperangai buruk, maka sedikit banyak teman-temannya akan berpengaruh juga terhadap tingkah lakunya. Seorang teman atau sahabat yang baik akan memberikan kritik yang konstruktif terhadap keburukan ahlak dan aib-aib batin temannya. Namun, tidak lepas dari realita bahwa fenomenanya ada beberapa teman atau sahabat kita yang memiliki sifat iri dengki terhadap kita, yang menganggap apa yang sesungguhnya baik dianggapnya sebagai aib, mereka membuka aib dan kekurangan kita untuk mencelakai dan menjatuhkan kita. Tidak menampik kemungkinan diantara sahabat atau teman kita ada juga yang menjadi seorang penjilat atau cari muka (mudahanah). Mereka pandai menyembunyikan kekurangan dan aib kita hanya karena tujuan tertentu saja dan mengharapkan sesuatu dari sikapnya itu. Akan tetapi sebagai manusia yang dibekali akal manusia kadang tidak memanfaatkannya untuk mengambil pelajaran dari setiap kritik bahkan yang berwujud celaan, hinaan, dan cercaan. Anehnya jika ada orang yang menasehati dan mengoreksi kesalahan kita, memberitahukan tentang kelemahan, keburukan, dan kekurangan kita itu malah dianggap sebagai musuh yang sepatutnya dibenci. Malah seseorang biasanya akan berusaha menandingi dengan menyerang balik terhadap orang yang menasehati kita. Kita lebih sering memusuhinya daripada mengambil manfaat dari nasehat atau kritikannya.
Jika hal itu menimpa kita, maka sadarlah hal itu sebenarnya menunjukkan kelemahan iman dan pola pikir kita. Apabila diteruskan sifat semacam itu akan membuat hati menjadi keras dan membatu sehingga hanya akan membuahkan dosa semata (iri dengki).

Ketiga ; Mengambil nilai positif dari orang-orang yang memusuhi, membenci, atau tidak suka terhadap kita. Biasanya orang yang tidak suka terhadap kita akan mengeluarkan perkataan yang menyerang, mencela atau menghina kita namun jika ditelaah lebih dalam perkataan mereka yang membeci kita itu sebenarnya merupakan sebuah nasehat. Nasehat itu memang seperti jamu, pahit diawal tetapi sesudahnya manis diakhir. Sepertinya akan lebih baik mengambil manfaat dari perkataan musuh yang membenci kita karena lebih cepat mengingatkan akan kelemahan, keburukan, dan kekurangan kita daripada kawan atau sahabat yang memuji dan menyembunyikan kelemahan kita karena mengharapkan sesuatu dibelakangnya. Akan tetapi, tabiat manusia yang selalu tidak mempercayai dan menganggap bahwa musuh akan melemahkan karena memandang apa yang diungkapkan musuh hanyalah ungkapan kedengkian dan ketidaksukaan mereka semata (ada pepatah yang mengatakan; sirik tanda tak mampu).
Cobalah untuk mengambil manfaat dari ucapan orang yang tidak menyukai kita sebab kesalahan dan kekurangan itu pasti lazim dimiliki oleh setiap manusia, maka belajar dan ambillah manfaat dari sesuatu apapun yang mungkin menyakitkan kita, sekalipun hal itu keluar dari orang-orang yang tidak menyukai kita.

Keempat ; Hendaklah tetap bertoleransi dan menjungjung tinggi hak asasi manusia untuk kemudian berpikir arif dan bijaksana ketika memandang sesuatu yang menurut agama tercela, menurut tataran hukum menyalahi norma, maka bersegerahlah anda mengingatkannya, bukan malah menjauhinya. Hal ini dilakukan tentunya agar apa yang dirasa telah keluar dari jalur segera diperbaikinya, tentunya ketika orang tersebut tidak mampu keluar dari kesalahan dan menyadarkan dirinya sendiri, maka sudah menjadi kewajiban kita untuk memberikan bantuan. Setiap manusia memiliki kecenderungan untuk mengikuti hawa nafsunya, entah banyak atau sedikit. Sifat dasar (kodrati) itu akan selalu menempel dan mengikuti gerak hidup manusia. Oleh karena itu, introspeksi diri (menilai diri) sejauh mana tingkah laku dan perkataan kita melukai orang lain kan membuat kita menjadi sosok manusia yang lebih baik (arif dan bijaksana) dalam menghadapi problematika hidup.
Seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya. Terkadang manusia sibuk mengajarkan ilmu, mengingatkan ini dan itu tanpa ia sadari hal itu malah bukan mendidik tapi malah menghakimi orang lain. Misalnya jika seseorang melihat kebodohan (ketidaktahuan sehingga mengakibatkan kesalahan) seseorang lainnya tentang suatu hal sehingga mengakibatkan sesuatu yang tercela (baik menurut agama dan norma) banyak orang yang malah menjauhinya bahkan menghakiminya. Sesungguhnya jika hal itu terjadi pada diri anda, maka sesungguhnya anda adalah orang yang tergolong belum meresapi dan memahami ilmu yang anda miliki selama ini. Anda bukan termasuk orang yang cerdas, arif, bijaksana, dan waspada terhadap kelemahan-kelemahan jiwa anda sendiri. Ketika menemukan kesalahan dan kelemahan jiwa-jiwa dan mengingingkan kebaikan dalam agama, maka jangan sibuk mendidik diri sendiri, jangan menjadi guru yang menggurui, jangan hanya bisa mengajarkan tanpa menerangkan makna dibalik semua pelajaran, bahkan anda hanya bisa menyalahkan, jangan hanya bisa menunjukkan tanpa anda sendiri mempraktikkan. Jika anda lemah dalam semua itu, maka hendaklah anda terbuka jika anda merasa lemah (tak berilmu) tanpa menghilangkan rasa kepercayaan diri dan iman.
Cobalah untuk mencari jalan (berkonsultasi, berdiskusi, meminta fatwa) dan mengikuti (taqlid) pada orang yang berhak ditiru dan diikuti ilmunya. Sebagaimana iman, ilmu pun memiliki tingkatan. Mungkin diri kita masih sedikit ilmu, maka carilah pada mereka yang lebih tinggi ilmunya dibanding anda. Sesungguhnya ilmu akan dicapai setelah iman karena esensinya ilmu itu berdiri dengan fundamental keimanan.

Semoga menjadi manfaat bagi kita semua, amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar