REFORMASI PENDIDIKAN SEHARUSNYA BERLANDASKAN
SUBSTANSI NILAI-NILAI KEAGAMAAN
SUBSTANSI NILAI-NILAI KEAGAMAAN
A. Latar Belakang
Pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan adalah manifestasi tanggung jawab kebangsaan dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia, yaitu mencerdaskan kahidupan bangsa. Salah satu upaya implementasi tanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa adalah pembangunan dibidang pendidikan. Pembangunan dibidang pendidikan berusaha mengembangkan misi pemerataan pendidikan yang pada akhirnya menimbulkan ledakan pendidikan. Hal itu memberikan tuntutan akan peningkatan mutu secara signifikan dalam pengembangan sumber daya manusia. Popularisasi sistem pendidikan nasional berkewajiban mempersiapkan setiap warga negara agar dapat berperan aktif dalam seluruh aspek kehidupan dengan berpikir cerdas, aktif, kreatif, terampil, jujur, berdisiplin dan bermoral tinggi, demokratis serta toleran dengan mengutamakan persatuan bangsa. Namun, pendidikan harus diorientsikan tidak hanya untuk menciptakan manusia cerdas, aktif, kreatif, terampil, jujur, berdisiplin dan bermoral tinggi, demokratis serta toleran, akan tetapi juga beriman, bertakwa, berakhlak mulia, serta berbudaya.
Dewasa ini, pendidikan nasional sedang menghadapi berbagai isu krusial. Isu tersebut berkisar masalah otonomi pendidikan, relevansi pendidikan, akuntabilitas, profesionalisme, efisiensi, uniformalitas (keseragaman), desentralisasi, dan debirokratisasi. Berbagai tuntutan perubahan yang ada dalam era reformasi terhadap perbaikan pendidikan perlu mendapatkan respon secara kreatif dan proaktif, karena kondisi yang kondusif dalam dunia pendidikan dapat tercipta apabila reformasi pendidikan ini bertumpu pada spiritualitas manusia yang hidup dalam bentuk keyakinan dan cita-cita dalam jiwa setiap individu. Spiritualitas adalah unsur fundamental dari pembangunan manusia, suatu reformasi dikatakan berurusan secara langsung dengan manusia adalah ketika reformasi tersebut ditujukan untuk spiritualitas manusia. Reformasi manusia dan masyarakat yang sesungguhnya terjadi apabila spiritualitas manusianya turut berubah.
B. Permasalahan Dalam Reformasi Pendidikan
Dalam era globalisasi dan reformasi, bidang pendidikan ikut ambil bagian dalam mereformulasikan konsep pendidikan, sebab selama ini ada anggapan bahwa pelaksanaan pembangunan pendidikan telah mengalami deviasi. Hal itu dikarenakan adanya permasalahan dalam bidang pendidikan, yaitu:
1. Rendahnya tingkat sumber daya manusia Indonesia. Hal ini dikarenakan kurangnya keterampilan yang dimiliki. hal ini terindikasi dengan makin banyaknya pengangguran setiap tahunnya.
2. Cerminan sikap atau watak manusia Indonesia yang masih belum menampakkan sikap yang menjunjung nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan rasa tanggung jawab (sikap kedewasaan). Terindikasi dengan masih tingginya tingkat korupsi,
3. Minimnya pengetahuan akan teknologi. Masih banyak masyarakat yang gagap teknologi di Indonesia sehingga skill SDM Indonesia dianggap rendah.
4. Minimnya sarana dan prasarana pendidikan
C. Paradigma Reformasi Pendidikan Dalam Perspektif Keagamaan
Reformasi pendidikan secara universal berarti upaya pengubahan manusia menjadi lebih cerdas, yang dalam konsep pendidikan Indonesia dinyatakan bahwa pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Kecerdasan disini jangan ditafsirkan kecerdasan kognitif atau intelektual belaka, namun kecerdasan manusia seutuhnya, kecerdasaan total manusia dalam berbagai bidang kehidupannya. Penekanannya dalam hal ini ada pada pentingnya ilmu pengetahuan dalam usaha memenuhi kebutuhan spiritual dan untuk meraih kebahagiaan, dan bukan komoditi sosial-ekonomi. Dengan diilhami secara langsung oleh ajaran Islam dan tradisi keagamaan serta intelektualitas keislaman, maka kebahagiaan menurut kaca mata Islam bukanlah sekedar konsep, tujuan sementara, kesenangan fisik yang temporer ataupun keadaan mental dan pikiran yang sesaat. Lebih dari itu, kebahagiaan menurut Islam adalah kualitas spiritual yang permanen, ajeg, dinamis, yang secara sadar dialami dalam masa sekarang maupun yang akan datang.
Pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju kedewasaan, baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban sebagai hamba dihadapan khaliq-nya dan sebagai khalifatul fil ardh (pemelihara) alam semesta ini. Islam sejatinya telah mengajarkan strategi hidup yang dikemas dalam pendidikan preventif. Pendidikan preventif dalam Islam pengejawantahannya berupa ajaran agar setiap individu mempersiapkan lima hal/perkara sebelum datang lima perkara. Kelima hal tersebut adalah gunakan masa mudamu sebelum masa tuamu, masa luangmu sebelum masa sempitmu, masa hidupmu sebelum matimu, masa kayamu sebelum masa miskinmu, dan masa sehatmu sebelum masa sakitmu. Kelima perkara tersebut sejatinya dapat pula dijabarkan sebagai upaya penyadaran dan pencegahan akan berbagai peluang dan ancaman yang mungkin terjadi dalam kehidupan.
Kaum intelektual muslim telah mengamati bahwa salah satu karakter khas peradaban Islam adalah perhatiannya yang serius terhadap pencarian berbagai cabang ilmu. Pada awal mula era reformasi modern, para pemikir dan pemimpin muslim bahkan telah menyadari pentingnya pendidikan sebagai upaya untuk memajukan umat, terutama untuk menghadapi hegemoni sosial-ekonomi dan kebudayan barat yang semakin gencar merasuki kehidupan kita. Pendidikan adalah sesuatu yang prinsipil. Mencari ilmu hukumnya wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun perempuan. Allah SWT juga telah menegaskan dengan janji-NYA, bahwa orang-orang yang mempunyai (menguasai) ilmu pengetahuan akan ditinggikan beberapa derajat (Q.S. Al Mujaadalah:11). Pendidikan tidak hanya sebagai sarana untuk pencapaian tujuan-tujuan sosial-ekonomi, tetapi secara khusus juga berperan dalam mencapai tujuan spiritual manusia,, dengan kata lain perbaikan ahlak.
Al-Attas, seorang pemikir muslim kontemporer dalam bukunya Islam and Secularism mendefinisikan arti pendidikan secara sistematis, menegaskan dan menjelaskan bahwa tujuan pendidikan menurut Islam bukanlah untuk menghasilkan warga negara dan pekerja yang baik, tetapi pada dasarnya adalah untuk menciptakan manusia yang baik. Sering terdengar proses pendidikan yang berakar dari kebudayaan, yang berorientasi materi dengan mengedepankan perubahan sosial-ekonomi semata. Ini mengindikasikan dalam praktik pendidikan yang terjadi dewasa ini cenderung mengasingkan proses pendidikan dari unsur religiusitas dan spiritualitas manusia. Kita memerlukan suatu perubahan paradigma dalam pendidikan untuk menghadapi proses globalisasi dan menata kembali kehidupan masyarakat Indonesia. Cita-cita reformasi tidak lain adalah membangun suatu masyarakat madani Indonesia. Oleh karena itu, arah perubahan paradigma baru pendidikan Islam diarahkan demi terbentuknya masyarakat madani tersebut.
D. Manajemen Cita-cita
Reformasi pendidikan harus diawali sejak dini, bahkan sejak seorang anak berada dalam kandungan seorang ibu. Ingatlah teori pendidikan yang muncul 1400 tahun yang lalu, dimana Nabi Muhammad SAW, bersabda : “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, yang menjadikan dia Yahudi, Majusi, atau Nasrani adalah orang tuanya”. Berdasarkan sabda Nabi tersebut, ternyata pendidikan atau sistem pendidikan sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian maupun intelektual anak.
Pengharapan orang tua terhadap berkembangnya intelektual anak tidak akan tercapai apabila orang tua mengabaikan konsep pendidikan anak sejak dini. Hal ini dapat diperparah lagi jika orang tua dan para pendidik salah dalam menterjemahkan konsep pendidikan ini. Makna yang terkandung dalam konsep Tholabul ‘ilmu adalah pemahaman yang bermuara pada penguasaan serta pengembangan yang berorientasi pada aplikasi terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan yang tidak diamalkan atau dikembangkan, maka ilmu tersebut akan mengalami kemandegan (stagnan). Tentunya hal ini tidak sesuai dengan tugas manusia sebagai khalifatul fil ardh di bumi untuk mengelola dan memelihara segala apa yang ada di bumi untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia.
E. Kinerja Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas
Peranan yang hendaknya turut dimainkan ketika menyelenggarakan suatu program reformasi pendidikan, sekurang-kurangnya ada dua hal, yaitu figur teladan dalam cita-cita reformasi dan dinamisator interaksi yang pedagogis (mendidik). Figur-figur pendidikan menjadi salah satu ujung tombak dalam suksesnya tujuan pendidikan. Baik kinerja guru, kepala sekolah, dan pengawas harus memberikan bahan masukan yang bertendensi pada kemajuan di masa depan dalam pengambilan kebijakan, khususnya yang bersifat teknis. Lembaga penyelenggara negara dan aparatur pemerintah yang berkecimpung dalam ranah pendidikan juga sangat berpengaruh terhadap suksesnya pencapaian tujuan pendidikan ini.
Peningkatan kompetensi, pilihan, dan tuntutan konsumen pendidikan mempengaruhi kebutuhan akan pendidikan saat ini. Pada saat bersamaan, faktor-faktor eksternal mempengaruhi pendidikan nasional. Reformasi pendidikan perlu mendapat pengaturan dan standarisasi demi meningkatkan kompetensi dan peningkatan mutu secara berkesinambungan. Oleh karena itu, manajemen sekolah perlu mengembangkan kreativitas, inovasi , dan modernisasi yang difokuskan pada konsumen pendidikan dengan tetap mendasarkan nilai-nilai moral religiusitas disetiap lini dan konsep kegiatannya. Maka yang harus dilakukan menejer, kepala sekolah, guru-guru, dan supervisor pendidikan adalah perbaikan mutu pendidikan sebagai kunci sukses pendidikan di masa depan yang berbasis pada menejemen cita-cita.
F. Konsep Reformasi Pendidikan Keagamaan
Untuk mencapai solusi yang jelas terhadap bagaimana konsep untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, maka kita harus memiliki visi yang jelas. Kesepahaman antara pendidik dan anak didik perlu dikembangkan dan ditanamkan sebagai bentuk pengalaman pembelajaran dini. Pengalaman yang diajarkan sejak dini kepada anak tentang bagaimana konsep dalam mencari ilmu secara benar, yang mengedepankan proses yang bermuara pada pemahaman dan penguasaan ilmu, akan membuat perkembangan otak peserta didik semakin pesat. Dengan demikian kita tidak membunuh ide-ide jenius dan rasa ingin tahu peserta didik, karena anak tidak terbebani dengan target-target yang bersifat ambisius yang tidak sesuai dengan kemampuan anak dalam mendapatkan suatu ilmu pengetahuan.
Otak (akal) manusia sungguh diciptakan Allah SWT begitu sempurna dan hebat, karena memiliki kapasitas yang tidak terbatas untuk terus mencipta dan berkarya. Kita bisa lebih jenius dari Einstein, hanya saja pemikiran kita terbelenggu oleh pemahaman terhadap konsep mencari ilmu yang salah, karena dalam menuntut ilmu kita masih berjalan pada rel yang mengarahkan kita pada persepsi yang penting naik kelas atau lulus Ujian Nasional (UAN), bukannya pada bagaimana menguasai ilmu itu sendiri. Akhirnya out put yang dihasilkan hanya mengalami kebingungan meski di negara sendiri, karena out put tidak memiliki kecakapan ilmu pengetahuan, dan mereka ternyata baru sadar bahwa mereka tidak mendapatkan ilmu apapun setelah bertahun-tahun menghabiskan waktunya mengenyam pendidikan. Out put pendidikan Indonesia bagaikan orang buta, bersaing di pasar kerja sendiri tak mampu, mencipta lapangan kerja sendiripun tak bisa. Maka akibatnya pengangguran merajalela, hal ini mengindikasikan belum tercapainya janji Allah SWT dalam surat Al Mujaadalah : 11, akibat terjadinya kesalahan penafsiran konsep dalam menuntut ilmu.
Jika kita memahami bahwa menuntut ilmu selain sebagai kewajiban tetapi juga sebagai kebutuhan, niscaya dalam implementasi pencarian ilmu pengetahuan itu akan dijalani dengan ikhlas, tetap fokus pada tujuan, yaitu menguasai dan mengamalkan ilmu karena telah mendapatkan amanah sebagai khalifatul fil ardh di bumi ini, maka hasilnya pun akan baik karena tidak membawa pamrih tertentu dan kita selalu dilandasi oleh sikap tawakal.
G. Kesimpulan
Reformasi pendidikan yang sedang hangat-hangatnya digaungkan haruslah selalu dibarengi dengan peningkatan iman dan takwa sebagai spirit pencerahan yang dijadikann ijtihad bagi spiritualitas manusia yang selalu haus akan perubahan. Pendidikann yang mencerahkan hendaknya menjadi landasan sistem, konsep, dan aktualisasi pendidikan masa depan tanpa meninggalkan sisi kemajuan spiritualitas ahlak manusianya. Pendidikan yang dikelola lembaga-lembaga Islam sudah seharusnya mengupayakan pengalihan paradigma pendidikan yang berorientasi ke masa lalu (abad pertengahan) ke paradigma reformasi pendidikan yang bertendensi ke masa depan, yaitu dengan mengalihkan paradigma pendidikan yang hanya mengawetkan kemajuan, ke paradigma yang merintis kemajuan dengan tetap memegang teguh substansi nilai-nilai keagamaan.