Rabu, 25 Juli 2012

SENI TEATER INDONESIA


Seni Pertunjukan Indonesia
A.   SEJARAH TEATER
          Di antaranya teori tentang asal mula teater adalah sebagai berikut.
1.    Berasal dari upacara agama primitif. Unsur cerita ditambahkan pada upacara semacam itu yang akhirnya berkembang menjadi pertunjukan teater. Meskipun upacara agama telah lama ditinggalkan  tapi teater ini hidup terus hingga sekarang.
2.    Berasal dari nyanyian untuk menghormati seorang pahlawan di kuburannya. Dalam acara ini seseorang mengisahkan riwayat hidup sang pahlawan yang lama kelamaan diperagakan dalam bentuk teater.
3.    Berasal dari kegemaran manusia mendengarkan cerita. Cerita itu kemudian juga dibuat dalam bentuk teater
          The Theatre berasal dari kata Yunani Kuno, Theatron yang berarti seeing place atau tempat menyaksikan atau tempat dimana aktor mementaskan lakon dan orang-orang menontonnya. Sedangkan istilah teater atau dalam bahasa Inggrisnya theatre mengacu kepada aktivitas melakukan kegiatan dalam seni pertunjukan, kelompok yang melakukan kegiatan itu dan seni pertunjukan itu sendiri. teater selalu dikaitkan dengan kata drama yang berasal dari kata Yunani Kuno, Draomai yang berarti bertindak atau berbuat. Kata drama juga dianggap telah ada sejak era Mesir Kuno (4000-1580 SM), sebelum era Yunani Kuno (800-277 SM). Hubungan kata teater dan drama bersandingan sedemikian erat seiring dengan perlakuan terhadap teater yang mempergunakan drama ’lebih identik sebagai teks atau naskah atau lakon atau karya sastra.
          Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa istilah “teater” berkaitan langsung dengan pertunjukan, sedangkan “drama” berkaitan dengan lakon atau naskah cerita yang akan dipentaskan. Jadi, teater adalah visualisasi dari drama atau drama yang dipentaskan di atas panggung dan disaksikan oleh penonton. Jika “drama” adalah lakon dan “teater” adalah pertunjukan maka “drama” merupakan bagian atau salah satu unsur dari “teater”. 

      Di Indonesia, pada tahun 1920-an, belum muncul istilah teater. Yang ada adalah sandiwara atau tonil (dari bahasa Belanda: Het Toneel). Istilah Sandiwara konon dikemukakan oleh Sri Paduka Mangkunegoro VII dari Surakarta. Kata sandiwara berasal dari bahasa Jawa “sandi” berarti “rahasia”, dan “wara” atau “warah” yang berarti, “pengajaran”
       Menurut Ki Hajar Dewantara “sandiwara” berarti “pengajaran yang dilakukan dengan perlambang” (Harymawan, 1993). Rombongan teater pada masa itu menggunakan nama Sandiwara, sedangkan cerita yang disajikan dinamakan drama. Sampai pada Zaman Jepang dan permulaan Zaman Kemerdekaan, istilah sandiwara masih sangat populer. Istilah teater bagi masyarakat Indonesia baru dikenal setelah Zaman Kemerdekaan (Kasim Achmad, 2006).
          Terlepas dari sejarah dan asal kata yang melatarbelakanginya, seni teater merupakan suatu karya seni yang rumit dan kompleks, sehingga sering disebut dengan collective art atau synthetic art artinya teater merupakan sintesa dari berbagai disiplin seni yang melibatkan berbagai macam keahlian dan keterampilan. Seni teater menggabungkan unsur-unsur audio, visual, dan kinestetik (gerak) yang meliputi bunyi, suara, musik, gerak serta seni rupa. Seni teater merupakan suatu kesatuan seni yang diciptakan oleh penulis lakon,  sutradara, pemain (pemeran), penata artistik, pekerja teknik, dan diproduksi oleh sekelompok orang produksi. Sebagai seni kolektif, seni teater dilakukan bersama-sama yang mengharuskan semuanya sejalan dan seirama serta perlu harmonisasi dari keseluruhan tim.


B.   DEFINISI TEATER
        Teater berasal dari kata Yunani, theatron” (bahasa Inggris, Seeing Place) yang artinya tempat atau gedung pertunjukan. Dalam perkembangannya, dalam pengertian lebih luas kata teater diartikan sebagai segala hal yang dipertunjukkan di depan orang banyak. Dapat disimpulkan teater adalah pertunjukan lakon yang dimainkan di atas pentas dan disaksikan oleh penonton.
        Keterikatan antara teater dan drama sangat kuat. Teater tidak mungkin dipentaskan tanpa lakon (drama). Artinya, sebelum sebuah teater dapat ditampilkan perlu diawalai denganan adanya seni atau tekhnik penulisan drama (naskah) yang penyajiannya dalam bentuk teater. Seni atau teknik ini dikenal dengan istilah dramaturgi. Dramaturgi merupakan kegiatan membahas proses penciptaan teater mulai dari penulisan naskah hingga pementasannya.
       Ada formula atau tahapan dasar untuk mempelajari dramaturgi. Tahapan ini dikenal dengan formula 4 M yaitu menghayal, menulis, memainkan dan menyaksikan. Penjelasannya adalah sebagai berikut :
      M1 atau menghayal, dapat dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang karena menemukan sesuatu gagasan yang merangsang daya cipta. Gagasan itu timbul karena perhatian ditujukan pada suatu persitiwa baik yang disaksikan, didengar maupun dibaca dari literatur tertentu.
      M2 atau menulis, adalah proses seleksi atau pemilihan situasi yang harus dihidupkan begi keseluruhan lakon oleh pengarang. Dalam sebuah lakon, situasi merupakan kunci aksi. Setelah menemukan kunci aksi ini, pengarang mulai mengatur dan menyusun kembali situasi dan peristiwa menjadi pola lakon tertentu. Di sini seorang pengarang memiliki kisah untuk diceritakan, kesan untuk digambarkan, suasana hati para tokoh untuk diciptakan, dan semua unsur pembentuk lakon untuk dikomunikasikan.
      M3 atau memainkan, merupakan proses para aktor memainkan kisah lakon di atas pentas. Tugas actor dalam hal ini adalah mengkomunikasikan ide serta gagasan pengarang secara hidup kepada penonton. Proses ini melibatkan banyak orang yaitu, sutradara sebagai penafsir pertama ide dan gagasan pengarang, aktor sebagai komunitakor, penata artsitik sebagaiyang mewujudkan ide dan gagasan secara visual serta penonton sebagai komunikan orang .
      M4 atau menyaksikan, merupakan proses penerimaan dan penyerapan informasi atau pesan yang disajikan oleh para pemain di atas pentas oleh para penonton. Pementasan teater dapat dikatakan berhasil jika pesan yang hendak disampaikan dapat diterima dengan baik oleh penonton. Penonton pergi menyaksikan pertunjukan dengan maksud pertama untuk memperoleh kepuasan atas kebutuhan dan keinginannya terhadap tontonan tersebut.



C.  TEATER INDONESIA
1.    Teater Tradisional Indonesia
       Teater tradisional merupakan bagian dari suatu upacara keagamaan ataupun upacara adat-istiadat dalam tata cara kehidupan masyarakat Indonesia. Setelah melepaskan diri dari kaitan dengan upacara, unsur-unsur teater berkembang menjadi seni pertunjukan rakyat. Beberapa seni pertunjukan rakyat yang tergolong teater adalah :



a.    Wayang (Kulit/Orang)
       Wayang Kulit merupakan suatu bentuk teater tradisional yang sangat tua. Pada Prasasti Balitung dengan tahun 907 Masehi diketahui bahwa pada saat itu telah dikenal adanya pertunjukan wayang. Petunjuk lain, dalam sebuah kakawin Arjunawiwaha karya Mpu Kanwa, pada Zaman Raja Airlangga dalam abad ke-11.
       Awal mula adanya wayang, yaitu saat Prabu Jayabaya bertakhta di Mamonang pada tahun 930. Sang Prabu ingin mengabadikan wajah para leluhurnya dalam bentuk gambar yang kemudian dinamakan Wayang Purwa. Dalam gambaran itu diinginkan wajah para dewa dan manusia Zaman Purba. Pada mulanya hanya digambar di dalam rontal (daun tal). Orang sering menyebutnya daun lontar. Kemudian berkembang menjadi wayang kulit sebagaimana dikenal sekarang.
       Wayang Orang adalah bentuk teater tradisional Jawa yang berasal dari Wayang Kulit yang dipertunjukan dalam bentuk berbeda: dimainkan oleh orang, lengkap dengan menari dan menyanyi, seperti pada umumnya teater tradisional dan tidak memakai topeng. Pertunjukan wayang orang terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan di Jawa Barat ada juga pertunjukan wayang orang (terutama di Cirebon) tetapi tidak begitu populer.

LONGSER
      b.    Longser
       Ada pendapat yang mengatakan bahwa longser berasal dari kata melong (melihat) dan seredet (tergugah). Artinya barang siapa melihat menonton) pertunjukan, hatinya akan tergugah. Pertunjukan longer sama dengan pertunjukan kesenian rakyat yang terdapat di Jawa Barat, termasuk kelompok etnik Sunda. Ada beberapa jenis teater rakyat di daerah etnik Sunda serupa dengan longser, yaitu banjet. Ada lagi di daerah (terutama, di Banten), yang dinamakan ubrug, doger, dan lengger.

c.    Ketoprak
KETOPRAK
       Paling populer, terutama di daerah Yogyakarta dan daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada mulanya ketoprak merupakan permainan orang-orang desa yang sedang menghibur diri dengan menabuh lesung pada waktu bulan purnama, yang disebut gejogan. Ketoprak merupakan salah satu bentuk teater rakyat yang sangat memperhatikan bahasa yang digunakan. Bahasa sangat memperoleh perhatian, meskipun yang digunakan bahasa Jawa, namun harus memperhatikan penggunaan tingkat-tingkat (unggah-ungguh) bahasa, tetapi juga kehalusan bahasa.

LUDRUK
   d.    Ludruk
       Ludruk merupakan teater tradisionaldi daerah Jawa Timur, berasal dari daerah Jombang. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa dengan dialek Jawa Timuran. Pemain ludruk semuanya adalah pria. Untuk peran wanitapun dimainkan oleh pria. Hal ini merupakan ciri khusus ludruk. Padahal sebenarnya hampir seluruh teater rakyat di berbagai tempat, pemainnya selalu pria (randai, dulmuluk, mamanda, ketoprak), karena pada zaman itu wanita tidak diperkenankan muncul di depan umum.

MAKYONG
e.    Makyong
       Suatu jenis teater tradisional yang paling tua dan terdapat di pulau Mantang, salah satu pulau di daerah Riau. Dimainkan dengan menggunakan media ungkap tarian, nyanyian, laku, dan dialog dengan membawa cerita-cerita rakyat yang sangat populer di daerahnya. Cerita-cerita rakyat tersebut bersumber pada sastra lisan Melayu.

RANDAI
   f.      Randai
       Merupakan suatu bentuk teater tradisional yang bersifat kerakyatan yang terdapat di daerah Minangkabau, Sumatera Barat. Randai bertolak dari sastra lisan yang disebut “kaba” (dapat diartikan sebagai cerita). Bakaba artinya bercerita. Ada dua unsur pokok yang menjadi dasar Randai, yaitu unsur penceritaan dan unsur laku serta gerak/tari (dasar silat Minangkabau).


g. Lenong
 Lenong merupakan teater rakyat Betawi. Pemakaian kata daerah “Betawi”, dan bukan Jakarta, menunjukan bahwa yang dibicarakan adalah teater masa lampau. Pada saat itu, di Jakarta, yang masih bernama Betawi (orang Belanda menyebutnya: Batavia) terdapat empat jenis teater tradisional yang disebut topeng Betawi, lenong, topeng blantek, dan jipeng atau jinong. Pada kenyataannya keempat teater rakyat tersebut banyak persamaannya. Perbedaan umumnya hanya pada cerita yang dihidangkan dan musik pengiringnya.

h.    Ubrug
       Ubrug merupakan teater tradisional bersifat kerakyatan yang terdapat di daerah Banten. Ubrug menggunakan bahasa daerah Sunda, campur Jawa dan Melayu, serupa dengan topeng banjet yang terdapat di daerah Karawang. Ubrug dapat dipentaskan di mana saja, seperti halnya teater rakyat lainnya. Dipentaskan bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk memeriahkan suatu “hajatan”, atau meramaikan suatu “perayaan”. Gaya penyajian cerita umumnya dilakukan seperti pada teater rakyat, menggunakan gaya humor (banyolan), dan sangat karikatural sehingga selalu mencuri perhatian para penonton.

Coming Soon :

2.    Teater Modern Indonesia
a.    Teater Transisi
b.    Teater Indonesia Tahun 1920-an
c.    Teater Indonesia Tahun 1940-an
d.    Teater Indonesia Tahun 1950-an
e.    Teater Indonesia Tahun 1970-an
f.      Teater Indonesia Tahun 1980 s.d. 1990-an
g.    Teater Indonesia Kontemporer


1 komentar: