Seni Pertunjukan Indonesia |
A.
SEJARAH TEATER
Di antaranya teori tentang asal mula teater adalah
sebagai berikut.
1.
Berasal dari upacara agama primitif. Unsur cerita
ditambahkan pada upacara semacam itu yang akhirnya berkembang menjadi
pertunjukan teater. Meskipun
upacara agama telah lama ditinggalkan
tapi teater ini hidup terus hingga sekarang.
2.
Berasal dari nyanyian untuk menghormati seorang pahlawan
di kuburannya. Dalam acara ini seseorang mengisahkan riwayat hidup sang
pahlawan yang lama kelamaan diperagakan dalam bentuk teater.
3.
Berasal dari kegemaran manusia mendengarkan cerita. Cerita
itu kemudian juga dibuat dalam bentuk teater
The Theatre berasal dari kata Yunani
Kuno, Theatron yang berarti seeing place atau tempat menyaksikan
atau tempat dimana aktor mementaskan lakon dan orang-orang menontonnya.
Sedangkan istilah teater atau dalam bahasa Inggrisnya theatre mengacu
kepada aktivitas melakukan kegiatan dalam seni pertunjukan, kelompok yang
melakukan kegiatan itu dan seni pertunjukan itu sendiri. teater selalu
dikaitkan dengan kata drama yang berasal dari kata Yunani Kuno, Draomai yang
berarti bertindak atau berbuat. Kata drama juga dianggap telah ada sejak era
Mesir Kuno (4000-1580 SM), sebelum era Yunani Kuno (800-277 SM). Hubungan kata
teater dan drama bersandingan sedemikian erat seiring dengan perlakuan terhadap
teater yang mempergunakan drama ’lebih identik sebagai teks atau naskah atau
lakon atau karya sastra.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa istilah
“teater” berkaitan langsung dengan pertunjukan, sedangkan “drama” berkaitan
dengan lakon atau naskah cerita yang akan dipentaskan. Jadi, teater adalah
visualisasi dari drama atau drama yang dipentaskan di atas panggung dan
disaksikan oleh penonton. Jika “drama” adalah lakon dan “teater” adalah
pertunjukan maka “drama” merupakan bagian atau salah satu unsur dari “teater”.
Di Indonesia, pada tahun
1920-an, belum muncul istilah teater. Yang ada adalah sandiwara atau tonil (dari bahasa Belanda: Het Toneel). Istilah Sandiwara konon
dikemukakan oleh Sri Paduka Mangkunegoro
VII dari Surakarta. Kata sandiwara berasal dari bahasa Jawa “sandi” berarti “rahasia”, dan “wara” atau “warah” yang
berarti, “pengajaran”.
Menurut Ki Hajar Dewantara “sandiwara” berarti
“pengajaran yang dilakukan dengan perlambang” (Harymawan, 1993). Rombongan
teater pada masa itu menggunakan nama Sandiwara, sedangkan cerita yang
disajikan dinamakan drama. Sampai pada Zaman Jepang dan permulaan Zaman
Kemerdekaan, istilah sandiwara masih sangat populer. Istilah teater bagi
masyarakat Indonesia baru dikenal setelah Zaman Kemerdekaan (Kasim Achmad,
2006).
Terlepas dari sejarah dan
asal kata yang melatarbelakanginya, seni teater merupakan suatu karya seni yang
rumit dan kompleks, sehingga sering disebut dengan collective art atau synthetic
art artinya teater merupakan sintesa dari berbagai disiplin seni yang
melibatkan berbagai macam keahlian dan keterampilan. Seni teater menggabungkan
unsur-unsur audio, visual, dan kinestetik (gerak) yang meliputi bunyi, suara,
musik, gerak serta seni rupa. Seni teater merupakan suatu kesatuan seni yang
diciptakan oleh penulis lakon,
sutradara, pemain (pemeran), penata artistik, pekerja teknik, dan
diproduksi oleh sekelompok orang produksi. Sebagai seni kolektif, seni
teater dilakukan bersama-sama yang mengharuskan semuanya sejalan dan seirama
serta perlu harmonisasi dari keseluruhan tim.
B.
DEFINISI TEATER
Teater
berasal dari kata Yunani, “theatron” (bahasa Inggris, Seeing Place)
yang artinya tempat atau gedung pertunjukan. Dalam perkembangannya, dalam
pengertian lebih luas kata teater diartikan sebagai segala hal yang
dipertunjukkan di depan orang banyak. Dapat disimpulkan teater adalah
pertunjukan lakon yang dimainkan di atas pentas dan disaksikan oleh penonton.
Keterikatan
antara teater dan drama sangat kuat. Teater tidak mungkin dipentaskan tanpa lakon
(drama). Artinya, sebelum sebuah teater dapat ditampilkan perlu diawalai
denganan adanya seni atau tekhnik penulisan drama (naskah) yang penyajiannya
dalam bentuk teater. Seni atau teknik ini dikenal dengan istilah dramaturgi. Dramaturgi merupakan
kegiatan membahas proses penciptaan teater mulai dari penulisan naskah hingga
pementasannya.
Ada formula atau tahapan dasar untuk mempelajari dramaturgi.
Tahapan ini dikenal dengan formula 4 M yaitu
menghayal, menulis, memainkan dan menyaksikan. Penjelasannya adalah sebagai
berikut :
M1 atau menghayal,
dapat dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang karena menemukan sesuatu
gagasan yang merangsang daya cipta. Gagasan itu timbul karena perhatian
ditujukan pada suatu persitiwa baik yang disaksikan, didengar maupun dibaca
dari literatur tertentu.
M2 atau menulis,
adalah proses seleksi atau pemilihan situasi yang harus dihidupkan begi
keseluruhan lakon oleh pengarang. Dalam sebuah lakon, situasi merupakan kunci
aksi. Setelah menemukan kunci aksi ini, pengarang mulai mengatur dan menyusun
kembali situasi dan peristiwa menjadi pola lakon tertentu. Di sini seorang pengarang
memiliki kisah untuk diceritakan, kesan untuk digambarkan, suasana hati para
tokoh untuk diciptakan, dan semua unsur pembentuk lakon untuk dikomunikasikan.
M3 atau memainkan,
merupakan proses para aktor memainkan kisah lakon di atas pentas. Tugas actor
dalam hal ini adalah mengkomunikasikan ide serta gagasan pengarang secara hidup
kepada penonton. Proses ini melibatkan banyak orang yaitu, sutradara sebagai
penafsir pertama ide dan gagasan pengarang, aktor sebagai komunitakor, penata
artsitik sebagaiyang mewujudkan ide dan gagasan secara visual serta
penonton sebagai komunikan orang .
M4 atau menyaksikan, merupakan proses
penerimaan dan penyerapan informasi atau pesan yang disajikan oleh para pemain
di atas pentas oleh para penonton. Pementasan teater dapat dikatakan berhasil jika
pesan yang hendak disampaikan dapat diterima dengan baik oleh penonton.
Penonton pergi menyaksikan pertunjukan dengan maksud pertama untuk memperoleh
kepuasan atas kebutuhan dan keinginannya terhadap tontonan tersebut.
C. TEATER INDONESIA
1.
Teater Tradisional Indonesia
Teater
tradisional merupakan bagian dari suatu upacara keagamaan ataupun upacara
adat-istiadat dalam tata cara kehidupan masyarakat Indonesia. Setelah melepaskan diri
dari kaitan dengan upacara, unsur-unsur teater berkembang menjadi seni
pertunjukan rakyat. Beberapa seni pertunjukan rakyat yang tergolong teater
adalah :
a.
Wayang (Kulit/Orang)
Wayang Kulit merupakan suatu bentuk teater tradisional yang
sangat tua. Pada Prasasti Balitung dengan tahun 907 Masehi diketahui bahwa pada
saat itu telah dikenal adanya pertunjukan wayang. Petunjuk lain, dalam sebuah
kakawin Arjunawiwaha karya Mpu Kanwa, pada Zaman Raja Airlangga
dalam abad ke-11.
Awal
mula adanya wayang, yaitu saat Prabu Jayabaya bertakhta di Mamonang pada tahun
930. Sang Prabu ingin mengabadikan wajah para leluhurnya dalam bentuk gambar
yang kemudian dinamakan Wayang Purwa. Dalam gambaran itu diinginkan wajah para
dewa dan manusia Zaman Purba. Pada mulanya hanya digambar di dalam rontal (daun
tal). Orang sering menyebutnya daun lontar. Kemudian berkembang menjadi wayang
kulit sebagaimana dikenal sekarang.
Wayang
Orang adalah bentuk teater tradisional Jawa yang berasal dari Wayang Kulit yang
dipertunjukan dalam bentuk berbeda: dimainkan oleh orang, lengkap dengan menari
dan menyanyi, seperti pada umumnya teater tradisional dan tidak memakai topeng.
Pertunjukan wayang orang terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan di
Jawa Barat ada juga pertunjukan wayang orang (terutama di Cirebon) tetapi tidak
begitu populer.
LONGSER |
b.
Longser
Ada
pendapat yang mengatakan bahwa longser berasal dari kata melong (melihat)
dan seredet (tergugah). Artinya barang siapa melihat menonton)
pertunjukan, hatinya akan tergugah. Pertunjukan longer sama dengan pertunjukan
kesenian rakyat yang terdapat di Jawa Barat, termasuk kelompok etnik Sunda. Ada
beberapa jenis teater rakyat di daerah etnik Sunda serupa dengan longser, yaitu
banjet. Ada lagi di daerah (terutama, di Banten), yang dinamakan ubrug, doger,
dan lengger.
c.
Ketoprak
KETOPRAK |
Paling
populer, terutama di daerah Yogyakarta dan daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Pada mulanya ketoprak merupakan permainan orang-orang desa yang sedang
menghibur diri dengan menabuh lesung pada waktu bulan purnama, yang disebut gejogan.
Ketoprak merupakan salah satu bentuk teater rakyat yang sangat memperhatikan
bahasa yang digunakan. Bahasa sangat memperoleh perhatian, meskipun yang
digunakan bahasa Jawa, namun harus memperhatikan penggunaan tingkat-tingkat (unggah-ungguh) bahasa, tetapi juga
kehalusan bahasa.
LUDRUK |
d.
Ludruk
Ludruk
merupakan teater tradisionaldi daerah Jawa Timur, berasal dari daerah Jombang.
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa dengan dialek Jawa Timuran. Pemain ludruk semuanya
adalah pria. Untuk peran wanitapun dimainkan oleh pria. Hal ini merupakan ciri
khusus ludruk. Padahal sebenarnya hampir seluruh teater rakyat di berbagai
tempat, pemainnya selalu pria (randai, dulmuluk, mamanda, ketoprak), karena
pada zaman itu wanita tidak diperkenankan muncul di depan umum.
MAKYONG |
e.
Makyong
Suatu
jenis teater tradisional yang paling tua dan terdapat di pulau Mantang, salah
satu pulau di daerah Riau. Dimainkan dengan menggunakan media ungkap tarian,
nyanyian, laku, dan dialog dengan membawa cerita-cerita rakyat yang sangat
populer di daerahnya. Cerita-cerita rakyat tersebut bersumber pada sastra lisan
Melayu.
RANDAI |
f.
Randai
Merupakan
suatu bentuk teater tradisional yang bersifat kerakyatan yang terdapat di
daerah Minangkabau, Sumatera Barat. Randai bertolak dari sastra lisan yang disebut
“kaba” (dapat diartikan sebagai cerita). Bakaba artinya bercerita. Ada
dua unsur pokok yang menjadi dasar Randai, yaitu unsur penceritaan dan unsur
laku serta gerak/tari (dasar silat Minangkabau).
Lenong
merupakan teater rakyat Betawi. Pemakaian kata daerah “Betawi”, dan bukan
Jakarta, menunjukan bahwa yang dibicarakan adalah teater masa lampau. Pada saat
itu, di Jakarta, yang masih bernama Betawi (orang Belanda menyebutnya: Batavia)
terdapat empat jenis teater tradisional yang disebut topeng Betawi, lenong,
topeng blantek, dan jipeng atau jinong. Pada kenyataannya keempat teater rakyat
tersebut banyak persamaannya. Perbedaan umumnya hanya pada cerita yang
dihidangkan dan musik pengiringnya.
h.
Ubrug
Ubrug
merupakan teater tradisional bersifat kerakyatan yang terdapat di daerah
Banten. Ubrug menggunakan bahasa daerah Sunda, campur Jawa dan Melayu, serupa
dengan topeng banjet yang terdapat di daerah Karawang. Ubrug dapat dipentaskan
di mana saja, seperti halnya teater rakyat lainnya. Dipentaskan bukan saja
untuk hiburan, tetapi juga untuk memeriahkan suatu “hajatan”, atau meramaikan
suatu “perayaan”. Gaya penyajian cerita umumnya dilakukan seperti pada teater
rakyat, menggunakan gaya humor (banyolan), dan sangat karikatural
sehingga selalu mencuri perhatian para penonton.
Coming Soon :
2.
Teater Modern Indonesia
a.
Teater Transisi
b.
Teater Indonesia Tahun 1920-an
c.
Teater Indonesia Tahun 1940-an
d.
Teater Indonesia Tahun 1950-an
e.
Teater Indonesia Tahun 1970-an
f.
Teater Indonesia Tahun 1980 s.d. 1990-an
g.
Teater Indonesia Kontemporer