A. Tujuan
Tujuan
belajar yang diharapkan yaitu guru dapat memahami tahapan perkembangan siswa
dan menyediakan materi belajar serta metode pembelajaran sesuai karakteristik
dan tahap perkembangan siswa
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1)
Kompetensi Inti
Menguasai
karakteristik siswa dari aspek fisik, moral, kultural, emosional dan
intelektual
2)
Kompetensi Guru Mata Pelajaran
a) Memahami karakteristik siswa berkaitan dengan aspek
fisik, intelektual, sosio-emosional, moral, spiritual, dan latar belakang
budaya sesuai tahap perkembangannya
b) Menyiapkan materi pelajaran sesuai dengan tingkat
perkembangan
c) Merancang kegiatan pembelajaran sesuai karakteristik
siswa berdasarkan tahap perkembangannya
c. Ringkasan Materi
Siswa merupakan subjek aktif dalam
pembelajaran yang memiliki beragam karakteristik. Interaksi yang terjadi dalam
proses pembelajaran harus memperhatikan karakteristik peserta didik agar
tujuan, materi dan metode pembelajaran yang disusun telah sesuai dengan
karakteristik peserta didik. Karakteristik peserta didik dapat dipengaruhi oleh
masa perkembangannya. Untuk memahami masa perkembangan peserta didik maka
setiap pendidik (guru) perlu memahami metode, pendekatan, dan teori psikologi
perkembangan individu.
Terdapat dua metode yang sering digunakan
dalam menganalisis perkembangan manusia, yaitu:
1. Metode Longitudinal
Adalah metode pengamatan dan pengkajian
perkembangan terhadap satu atau banyak individu yang memiliki usia yang sama
dalam rentang waktu yang lama. Metode ini menyimpulkan bahwa yang dimaksud
tahap perkembangan individu yaitu adanya perbedaan karakteristik dari waktu ke
waktu. Kelebihan dari penggunaan metode ini adalah kesimpulan yang dihasilkan
sangat meyakinkan karena mengkomparasikan (membandingkan) karakteristik
individu yang sama pada jenjang usia yang berbeda sehingga dapat diasumsikan
jika perbedaan karakteristik yang terjadi merupakan hasil perkembangan dan
pertumbuhan. Kelemahan metode ini adalah membutuhkan waktu yang lama untuk
mendapatkan hasil yang sempurna. Peneliti yang pernah menggunakan metode ini
adalah Luis Terman (dalam Clark, 1984) yang menganalisis perkembangan
sekelompok anak jenius sejak masa sekolah, ketika dewasa, memasuki usia kerja
hingga masa kesuksesan mereka.
2. Metode Cross Sectional
Adalah metode pengamatan dan pengkajian
terhadap perkembangan individu dalam jumlah yang banyak dengan berbagai usia
dalam rentang waktu yang sama. Metode ini menyimpulkan bahwa yang dimaksud
tahap perkembangan individu adalah adanya perbedaan karakteristik dari setiap
kelompok individu berdasarkan kelompok usia, perbedaan ciri fisik dan mental,
perilaku, kemampuan dan pola perkembangannya. Kelebihan metode ini adalah
proses penelitian tidak memerlukan waktu yang lama sehingga hasilnya segera
diketahui. Kelemahan metode ini adalah diperlukan kehati-hatian dalam menarik
kesimpulan karena dalam waktu yang singkat peneliti harus menentukan perkembangan
individu berdasarkan perbedaan karateristik individu yang beragam.
Menurut Nana Sodih Sukmadinata (2009),
ada dua pendekatan yang digunakan dalam psikologi perkembangan manusia yaitu:
1.
Pendekatan Menyeluruh/Global
Adalah kajian tentang perkembangan
manusia yang membahas dan mendeskripsikan seluruh aspek perkembangan manusia
seperti perkembangan fisik, mental, motorik, sosial, intelektual, moral, emosi,
kepercayaan/keagamaan, dan lain-lain.
2.
Pendekatan Khusus/Spesifik
Adalah kajian tentang perkembangan
manusia yang membahas dan mendeskripsikan perkembangan manusia hanya pada
aspek-aspek tertentu saja misalnya penelitian yang memfokuskan kajiannya pada
aspek fisik saja, aspek moral saja, dan lain-lain.
Dalam uraiannya, Nana Saodih Sukmadinata
(2009), menjelaskan bahwa dalam dunia pendidikan terdapat beberapa referensi
berkaitan dengan teori perkembangan manusia yang disampaikan oleh beberapa
pakar, yaitu:
1.
Teori Global/Menyeluruh
Beberapa pakar yang mengembangkan teori
global seperti Jean Jacques Rousseau, Stanley Hall, Robert J. Havigurst. Menurut
Jean Jacques Rousseau, pakar pendidikan liberal yang menjadi penggagas
pembelajaran discovery, ia
mngklasifikasikan empat tahap perkembangan anak, yaitu:
a)
Masa bayi infacy
(usia 0 s.d. 2 tahun)
Pada tahap
ini, anak mengalami perkembangan fisik yang dominan daripada perkembangan aspek
lainnya. Anak diibaratkan sebagai binatang yang sehat.
b)
Masa anak/childhood
(usia 2 s.d. 12 tahun)
Dalam
tahapan ini, pertumbuhan fisik anak semakin pesat sekaligus dibarengi
perkembangan aspek lainnya seperti kompetensi berbicara, berpikir, moral,
sosial, intelektual, dll. Anak diasumsikan sebagai manusia primitive yang hanya
memiliki pengetahuan dasar.
c)
Masa remaja awal/pubescence
(usia 12 s.d. 15 tahun)
Perkembangan
anak pada tahapan ini ditandai dengan pesatnya perkembangan kompetensi bernalar
dan intelektual anak. Pada masa ini anak memiliki rasa ingin tahu yang sangat
besar sehingga dapat dikatakan masa ini adalah masa berpetualang.
d)
Masa remaja/adolescence
(usia 15 s.d. 25 tahun)
Indikasi
perkembangan anak pada masa ini adalah terjadinya peningkatan yang signifikan
terhadap perkembangan aspek seksual, sosial, moral, dan nurani ke taraf yang
lebih tinggi sehingga tahap ini disebut juga masa hidup sebagai manusia
beradab.
Menurut psikolog Amerika Serikat,
Stanley Hall, menuturkan teorinya tentang siklus hidup (life span) yang mendefinisikan bahwa perubahan menuju dewasa
terjadi dalam urutan (sekuens) yang
universal sebagai bagian dari proses evolusi dan bersifat parallel dengan
perkembangan psikologis namun cepat lambatnya perubahan tersebut dapat
dipengaruhi pula oleh faktor lingkungan. Teorinya ini dapat dibuktikan pada
tahap masa remaja sampai dewasa. Stanley Hall membagi masa perkembangan menjadi
empat tahap, yaitu:
a)
Masa kanak-kanak/infancy
(usia 0 s.d. 4 tahun)
Pada masa
ini perkembangan anak sedang belajar untuk merangkak dan berjalan.
b)
Masa anak/childhood
(usia 4 s.d. 8 tahun)
Perkembangan
anak di masa ini diindikasikan dengan munculnya rasa ingin tahu anak dengan
mulai mempelajari ekosistem di sekitarnya.
c)
Masa puber/youth
(usia 8 s.d. 12 tahun)
Anak
mengalami perkembangan dan pertumbuhan sebagai mahluk yang belum beradab di
lingkungannya. Pada tahap ini anak mulai mempelajari aspek sosial, emosi, moral
dan intelektual.
d)
Masa remaja/adolescence
(usia 12 s.d. dewasa)
Dalam masa
ini, anak telah mampu beradaptasi dengan baik di lingkungannya. Perubahan yang
terjadi di lingkungan akan direspon melalui kecenderungan anak untuk
menyesuaikan diri sebagai manusia beradab. Pada masyarakat beradab
(berpendidikan tinggi), kedewasaan muncul pada usia yang lebih lanjut sedangkan
pada masyarakat terbelakang (berpendidikan rendah), anak justru mendewasa lebih
cepat.
Menurut penganut teori global lainnya
yaitu Robert J. Havigurst yang mengembangkan teori tugas perkembangan (developmental task) menjelaskan bahwa
dorongan tubuh untuk berkembang sesuai dengan kecepatan pertumbuhannya bergerak
lurus dengan tantangan dan kesempatan yang diberikan oleh lingkungannya.
Havigurst menyusun tahapan perkembangan menjadi lima tahap berdasarkan problematika
yang harus di pecahkan dalam setiap fase, yaitu:
a)
Masa bayi/infacy
(usia 0 s.d. ½ tahun)
b)
Masa anak awal/early
childhood (2 atau 3 s.d. 5 atau 7 tahun)
c)
Masa anak/late
childhood (5 atau 7 tahun s.d. pubesen)
d)
Masa adolescence
awal/early adolescence (pubesen s.d.
pubertas)
e)
Masa adolescence/late
adolescence (pubertas s.d. dewasa)
Menurut teori ini, dikuasai atau tidaknya tugas perkembangan
pada setiap fase akan mempengaruhi penguasaan tugas-tugas pada fase berikutnya.
Ada sepuluh tugas perkembangan yang harus dikuasai oleh anak pada setiap fase,
yaitu:
a)
Ketergantungan-kemandirian
b)
Memberi-menerima kasih sayang
c)
Hubungan sosial
d)
Perkembangan kata hati
e)
Peran biososia dan psikologis
f)
Penyesuaian dengan perubahan badan/fisik
g)
Penguasaan perubahan badan/fisik dan motorik
h)
Memahami dan mengendalikan lingkungan fisik
i)
Pengembangan kemampuan konseptual dan sistem simbol
j)
Kemampuan melihat hubungan dengan alam semesta
2.
Teori Spesifik/Khusus
Para pakar yang mengembangkan teori
spesifik ini adalah Jean Piaget, Lawrence Kohlberg, Erick Homburger Erickson. Menurut
pakar biologi, Jean Piaget, yang memfokuskan kajiannya pada aspek perkembangan
kognitif anak, mengklasifikasikan perkembangan anak menjadi empat tahap, yaitu:
a)
Tahap sensorimotorik (usia 0 s.d. 2 tahun)
Pada
tahapan ini kemampuan anak terbatas pada gerakan reflek, bahasa awal, dan ruang
waktu pada saat tersebut. Teori ini disebut juga masa discriminating and labeling.
b)
Tahap praoperasional (usia 2 s.d. 4 tahun)
Bagian
perkembangan anak di masa ini terlihat dari peningkatan kemamampuan anak dalam
menerima stimulus masih sangat terbatas seperti kemampuan berbahasa, anak belum
dapat berpikir abstrak, pola pikir yang statis, dan keterbatasan kemampuan
persepsi waktu dan ruang.
c)
Tahap operasional konkrit (usia 7 s.d. 11 tahun)
Pada masa
ini, anak sudah mulai mampu menyelesaikan tugas-tugas seperti menggabungkan,
memisahkan, menyusun, mederetkan, melipat dan membagi. Masa ini disebut juga performing operation.
d)
Tahap operasional formal (usia 11 s.d. 15 tahun)
Dalam
perkembangan di tahap ini, anak sudah mampu berpikir tingkat tinggi seperti
menganalisis, mensintesis, berpikir secara abstrak dan reflektif, berpikir
secara deduktif dan induktif serta mampu menemukan solusi atas permasalahan.
Teori spesifik juga dikembangkan oleh Lawrence
Kohlberg yang berfokus pada perkembangan kognitif moral atau moral reasoning. Menurutnya perkembangan
kemampuan kognitif moral sseseorang dapat diukur dengan menghadapkannya pada
dilemma moral hipotesis yang berkorelasi dengan kebenaran, keadilan, konflik
terkait aturan dan kewajiban moral. Kohlberg membagi tiga tahapan perkembangan
kognitif moral anak, yaitu:
a)
Preconventional
Moral Reasoning
1)
Obidience
and Paunisment Orientation
Prinsip
perkembangan anak di tahap ini berdasarkan pada hukuman dan kepatuhan dan
berorientasi pada konsekuensi fisik dari perbuatan benar-salah yang dilakukan
anak. Anak mematuhi aturan agar tidak salah dan berbuat benar agar terhindar
dari hukuman.
2)
Naively
Egoistic Orientation
Instrumen
relatifitas menjadi orientasi perkembangan moral kognitif anak pada tahap ini.
Kepedulian anak pada keadilan, ketidakadilan dan kebenaran bersifat pragmatis.
Artinya, apakah mendatangkan keuntungan, baik bagi dirinya atau orang lain,
atau tidak.
b)
Conventional
Moral Reasoning
1)
Good /Nice Boy
Orientation
Pada
tahapan ini, orientasi anak tentang perbuatan baik digambarkan sebagai hal yang
menyenangkan, membantu atau disepakati oleh orang lain. Sikap yang ditunjukkan
anak merujuk pada karakter tertentu yang dianggap alami, anak berusaha
mengembangkan niat baik untuk menjadi anak baik, menjalin berhubungan yang baik
dan peduli terhadap orang lain.
2)
Authority
and Social Order Maintenance Orientation
dalam tahap
ini, orientasi anak tentang moral berkaitan erat dengan aturan dan hukum yang
bersifat mutlak dan final, penekanan pada kewajiban dan tugas terkait perlunya
menjaga ketertiban, memenuhi tugas dan kewajiban sesuai peran anak yang
diterima oleh masyarakat.
c)
Post
Conventional Moral Reasoning
1)
Contranctual
Legalistic Orientation
Orientasi
anak pada tahap ini berfokus pada legalitas kontrak sosial. Hal ini ditunjukkan
dengan kepeduliannya terhadap hak asasi individu yang disepakati masyarakat,
menyadari relatifitas nilai benar-salah, baik-buruk, suka-benci, dll. dan anak
menyadari bahwa hukum/aturan berfungsi sebagai aturan kehidupan bermasyarakat
dan dapat diubah melalui diskusi.
2)
Conscience
or Principle Orientation
Orientasi
anak pada tahapan ini adalah prinsip-prinsip etika yang bersifat universal.
Aturan/hukum dan aturan moral masing-masing diterapkan terpisah namun tetap
memperhatikan nilai-nila etika di masyarakat.
Menurut pakar psikoanalisis, Erick
Homburger Erickson, memfokuskan kajiannya pada perkembangan psikososial anak.
Menurutnya ada delapan tahap perkembangan anak (developmental stages) yang disebut siklus kehidupan (life cycle) yang ditandai dengan adanya
krisi psikososial tertentu (dalam Harre dan Lamb, 1988). Teori yang dipaparkan
Erickson menggambarkan perkembangan manusia yang mencakup seluruh siklus
kehidupan dan mengakui adanya interaksi antara individu dengan konteks sosial
sehingga banyak diterima secara universal.
Ada delapan tahap perkembangan
Psikososial anak menurut Erickson, yaitu:
a)
Tahap 1 : Basic
Trust versus Mistrust (invancy/bayi, usia 0 s.d. 1 tahun)
Pada tahap ini anak mengembangkan
kemampuan untuk menerima dan menolak. Anak mulai mengenal rasa aman dan nyaman
dari lingkungan atau orang lain yang dipercaya sedangkan lingkungan atau orangg
yang dianggap asing akan ditolak. Rasa aman dan nyaman ini berkaitan dengan
kebutuhan primernya (makan, minum, perhatian dan kasih sayang).
b)
Tahap 2 : Autonomy
versus Shame and Doubt (toddler/masa bermain, usia 2 s.d. 3 tahun)
Pada tahapan ini anak mulai mengembangkan
kemampuan untuk tidak bergantung kepada orang lain dan mulai memiliki keinginan
dan kemampuan individual. Pada tahap ini kebebasan yang terkendali perlu mulai
dierapkan oleh orangtua, jangan terlalu dikendalikan atau didikte agar ketika
dewasa tidak tumbuh rasa selalu was-was, ragu-ragu, kecewa bahkan gagal move on pada diri anak.
c)
Tahap 3 : Initiative
versus Guilt (preschool/prasekolah, usia 3 s.d. 6 tahun)
Pada tahap ini mulai muncul rasa
bertanggung jawab terhadap dirinya, aktivitas fisik (bermain, berlari,
melompat, dll.) banyak dilakukan dan inisiatif anak mulai tumbuh. Peran
lingkungan dan orang dewasa disekitar anak sangat berperan dalam memfasilitasi,
memotivasi dan membimbing pertumbuhan inisiatif anak agar tidak muncul rasa
kecewa dan bersalah pada diri anak karena inisiatifnya terkendala bahkan tidak
terlaksana.
d)
Tahap 4 : Industry
versus Inferiority (schoolage/masa sekolah, usia 7 s.d. 12 tahun)
Dalam tahap perkembangan ini, anak
cenderung sibuk beraktivitas untuk mencapai hasil dalam waktu singkat.
Dibutuhkan bimbingan, motivasi dan difasilitasi sehingga kegagalan aktifitas
anak bisa diminimalkan untuk mengurangi rasa rendah diri anak ketika gagal
melakukan aktifitasnya.
e)
Tahap 5 : Identity
versus Role Confusion (asolescence/remaja, usia 12 s.d. 18 tahun)
Pada tahap perkembangan ini, anak sedang
mencari identitas diri yang berpengaruh besar terhapa masa depannya. Peran
terbesar pembentuk jatidiri anak adalah lingkungan sehingga orangtua perlu memastikan
lingkungan yang baik bagi perkembangan jatidiri anaknya karena lingkungan yang
baik akan membangun jatidiri anak menjadi baik dan sebaliknya.
f)
Tahap 6 : Intimacy
versus Isolation (young adulthood/dewasa ala, usia 20 tahun)
Pada tahapan ini, anak mulai menyadari
ada beberapa hal yang bersifat privasi dan ada beberapa hal lain yang harus
dikomunikasikan dengan lingkungan, masyarakat atau teman-temannya. Hal yang
bersifat privasi biasanya disampaikan pada orang tertentu saja, orang yang
lebih dekat secara pribadi dan emosional, termasuk pasangan lawan jenis. Jika
komunikasi gagal terbangun pada tahap ini anak cenderung merasa terisolasi
dalam kehidupan masyarakat.
g)
Tahap 7 : Generativity
versus Stagnation (middle adulthood/dewasa pertengahan, usia 20 s.d. 50 tahun)
Pada tahapan ini, dalam diri seseorang
mulai tumbuh rasa tanggung jawab, muncul kepedulian dan perhatian dalam bentuk peran sebagai orangtua terhadap
generasi penerusnya (keturunannya). Rasa khawatir, was-was tentang masa depan
generasi penerusnya apakah akan bahagia, terpenuhi kebutuhannya atau akan
berhenti (stagnan).
h)
Tahap 8 : Ego
Integrity versus Despair (later adulthood/dewasa akhhir, usia diatas 50 tahun)
Pada tahapan siklus akhir perkembangan
kehidupan ini, seseorang akan melakukan introspeksi dan mereview kembali
perjalanan hidupnya dan diharapkan adalah tidak munculnya penyesalan atas
kehidupan yang telah dilaluinya.