Jumat, 19 Februari 2010

REFORMASI PENDIDIKAN SEHARUSNYA BERLANDASKAN SUBSTANSI NILAI-NILAI KEAGAMAAN

Rata PenuhREFORMASI PENDIDIKAN SEHARUSNYA BERLANDASKAN
SUBSTANSI NILAI-NILAI KEAGAMAAN




A. Latar Belakang

Pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan adalah manifestasi tanggung jawab kebangsaan dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia, yaitu mencerdaskan kahidupan bangsa. Salah satu upaya implementasi tanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa adalah pembangunan dibidang pendidikan. Pembangunan dibidang pendidikan berusaha mengembangkan misi pemerataan pendidikan yang pada akhirnya menimbulkan ledakan pendidikan. Hal itu memberikan tuntutan akan peningkatan mutu secara signifikan dalam pengembangan sumber daya manusia. Popularisasi sistem pendidikan nasional berkewajiban mempersiapkan setiap warga negara agar dapat berperan aktif dalam seluruh aspek kehidupan dengan berpikir cerdas, aktif, kreatif, terampil, jujur, berdisiplin dan bermoral tinggi, demokratis serta toleran dengan mengutamakan persatuan bangsa. Namun, pendidikan harus diorientsikan tidak hanya untuk menciptakan manusia cerdas, aktif, kreatif, terampil, jujur, berdisiplin dan bermoral tinggi, demokratis serta toleran, akan tetapi juga beriman, bertakwa, berakhlak mulia, serta berbudaya.

Dewasa ini, pendidikan nasional sedang menghadapi berbagai isu krusial. Isu tersebut berkisar masalah otonomi pendidikan, relevansi pendidikan, akuntabilitas, profesionalisme, efisiensi, uniformalitas (keseragaman), desentralisasi, dan debirokratisasi. Berbagai tuntutan perubahan yang ada dalam era reformasi terhadap perbaikan pendidikan perlu mendapatkan respon secara kreatif dan proaktif, karena kondisi yang kondusif dalam dunia pendidikan dapat tercipta apabila reformasi pendidikan ini bertumpu pada spiritualitas manusia yang hidup dalam bentuk keyakinan dan cita-cita dalam jiwa setiap individu. Spiritualitas adalah unsur fundamental dari pembangunan manusia, suatu reformasi dikatakan berurusan secara langsung dengan manusia adalah ketika reformasi tersebut ditujukan untuk spiritualitas manusia. Reformasi manusia dan masyarakat yang sesungguhnya terjadi apabila spiritualitas manusianya turut berubah.


B. Permasalahan Dalam Reformasi Pendidikan

Dalam era globalisasi dan reformasi, bidang pendidikan ikut ambil bagian dalam mereformulasikan konsep pendidikan, sebab selama ini ada anggapan bahwa pelaksanaan pembangunan pendidikan telah mengalami deviasi. Hal itu dikarenakan adanya permasalahan dalam bidang pendidikan, yaitu:

1. Rendahnya tingkat sumber daya manusia Indonesia. Hal ini dikarenakan kurangnya keterampilan yang dimiliki. hal ini terindikasi dengan makin banyaknya pengangguran setiap tahunnya.
2. Cerminan sikap atau watak manusia Indonesia yang masih belum menampakkan sikap yang menjunjung nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan rasa tanggung jawab (sikap kedewasaan). Terindikasi dengan masih tingginya tingkat korupsi,
3. Minimnya pengetahuan akan teknologi. Masih banyak masyarakat yang gagap teknologi di Indonesia sehingga skill SDM Indonesia dianggap rendah.
4. Minimnya sarana dan prasarana pendidikan


C. Paradigma Reformasi Pendidikan Dalam Perspektif Keagamaan

Reformasi pendidikan secara universal berarti upaya pengubahan manusia menjadi lebih cerdas, yang dalam konsep pendidikan Indonesia dinyatakan bahwa pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Kecerdasan disini jangan ditafsirkan kecerdasan kognitif atau intelektual belaka, namun kecerdasan manusia seutuhnya, kecerdasaan total manusia dalam berbagai bidang kehidupannya. Penekanannya dalam hal ini ada pada pentingnya ilmu pengetahuan dalam usaha memenuhi kebutuhan spiritual dan untuk meraih kebahagiaan, dan bukan komoditi sosial-ekonomi. Dengan diilhami secara langsung oleh ajaran Islam dan tradisi keagamaan serta intelektualitas keislaman, maka kebahagiaan menurut kaca mata Islam bukanlah sekedar konsep, tujuan sementara, kesenangan fisik yang temporer ataupun keadaan mental dan pikiran yang sesaat. Lebih dari itu, kebahagiaan menurut Islam adalah kualitas spiritual yang permanen, ajeg, dinamis, yang secara sadar dialami dalam masa sekarang maupun yang akan datang.

Pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju kedewasaan, baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban sebagai hamba dihadapan khaliq-nya dan sebagai khalifatul fil ardh (pemelihara) alam semesta ini. Islam sejatinya telah mengajarkan strategi hidup yang dikemas dalam pendidikan preventif. Pendidikan preventif dalam Islam pengejawantahannya berupa ajaran agar setiap individu mempersiapkan lima hal/perkara sebelum datang lima perkara. Kelima hal tersebut adalah gunakan masa mudamu sebelum masa tuamu, masa luangmu sebelum masa sempitmu, masa hidupmu sebelum matimu, masa kayamu sebelum masa miskinmu, dan masa sehatmu sebelum masa sakitmu. Kelima perkara tersebut sejatinya dapat pula dijabarkan sebagai upaya penyadaran dan pencegahan akan berbagai peluang dan ancaman yang mungkin terjadi dalam kehidupan.

Kaum intelektual muslim telah mengamati bahwa salah satu karakter khas peradaban Islam adalah perhatiannya yang serius terhadap pencarian berbagai cabang ilmu. Pada awal mula era reformasi modern, para pemikir dan pemimpin muslim bahkan telah menyadari pentingnya pendidikan sebagai upaya untuk memajukan umat, terutama untuk menghadapi hegemoni sosial-ekonomi dan kebudayan barat yang semakin gencar merasuki kehidupan kita. Pendidikan adalah sesuatu yang prinsipil. Mencari ilmu hukumnya wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun perempuan. Allah SWT juga telah menegaskan dengan janji-NYA, bahwa orang-orang yang mempunyai (menguasai) ilmu pengetahuan akan ditinggikan beberapa derajat (Q.S. Al Mujaadalah:11). Pendidikan tidak hanya sebagai sarana untuk pencapaian tujuan-tujuan sosial-ekonomi, tetapi secara khusus juga berperan dalam mencapai tujuan spiritual manusia,, dengan kata lain perbaikan ahlak.

Al-Attas, seorang pemikir muslim kontemporer dalam bukunya Islam and Secularism mendefinisikan arti pendidikan secara sistematis, menegaskan dan menjelaskan bahwa tujuan pendidikan menurut Islam bukanlah untuk menghasilkan warga negara dan pekerja yang baik, tetapi pada dasarnya adalah untuk menciptakan manusia yang baik. Sering terdengar proses pendidikan yang berakar dari kebudayaan, yang berorientasi materi dengan mengedepankan perubahan sosial-ekonomi semata. Ini mengindikasikan dalam praktik pendidikan yang terjadi dewasa ini cenderung mengasingkan proses pendidikan dari unsur religiusitas dan spiritualitas manusia. Kita memerlukan suatu perubahan paradigma dalam pendidikan untuk menghadapi proses globalisasi dan menata kembali kehidupan masyarakat Indonesia. Cita-cita reformasi tidak lain adalah membangun suatu masyarakat madani Indonesia. Oleh karena itu, arah perubahan paradigma baru pendidikan Islam diarahkan demi terbentuknya masyarakat madani tersebut.


D. Manajemen Cita-cita

Reformasi pendidikan harus diawali sejak dini, bahkan sejak seorang anak berada dalam kandungan seorang ibu. Ingatlah teori pendidikan yang muncul 1400 tahun yang lalu, dimana Nabi Muhammad SAW, bersabda : “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, yang menjadikan dia Yahudi, Majusi, atau Nasrani adalah orang tuanya”. Berdasarkan sabda Nabi tersebut, ternyata pendidikan atau sistem pendidikan sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian maupun intelektual anak.

Pengharapan orang tua terhadap berkembangnya intelektual anak tidak akan tercapai apabila orang tua mengabaikan konsep pendidikan anak sejak dini. Hal ini dapat diperparah lagi jika orang tua dan para pendidik salah dalam menterjemahkan konsep pendidikan ini. Makna yang terkandung dalam konsep Tholabul ‘ilmu adalah pemahaman yang bermuara pada penguasaan serta pengembangan yang berorientasi pada aplikasi terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan yang tidak diamalkan atau dikembangkan, maka ilmu tersebut akan mengalami kemandegan (stagnan). Tentunya hal ini tidak sesuai dengan tugas manusia sebagai khalifatul fil ardh di bumi untuk mengelola dan memelihara segala apa yang ada di bumi untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia.


E. Kinerja Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas

Peranan yang hendaknya turut dimainkan ketika menyelenggarakan suatu program reformasi pendidikan, sekurang-kurangnya ada dua hal, yaitu figur teladan dalam cita-cita reformasi dan dinamisator interaksi yang pedagogis (mendidik). Figur-figur pendidikan menjadi salah satu ujung tombak dalam suksesnya tujuan pendidikan. Baik kinerja guru, kepala sekolah, dan pengawas harus memberikan bahan masukan yang bertendensi pada kemajuan di masa depan dalam pengambilan kebijakan, khususnya yang bersifat teknis. Lembaga penyelenggara negara dan aparatur pemerintah yang berkecimpung dalam ranah pendidikan juga sangat berpengaruh terhadap suksesnya pencapaian tujuan pendidikan ini.

Peningkatan kompetensi, pilihan, dan tuntutan konsumen pendidikan mempengaruhi kebutuhan akan pendidikan saat ini. Pada saat bersamaan, faktor-faktor eksternal mempengaruhi pendidikan nasional. Reformasi pendidikan perlu mendapat pengaturan dan standarisasi demi meningkatkan kompetensi dan peningkatan mutu secara berkesinambungan. Oleh karena itu, manajemen sekolah perlu mengembangkan kreativitas, inovasi , dan modernisasi yang difokuskan pada konsumen pendidikan dengan tetap mendasarkan nilai-nilai moral religiusitas disetiap lini dan konsep kegiatannya. Maka yang harus dilakukan menejer, kepala sekolah, guru-guru, dan supervisor pendidikan adalah perbaikan mutu pendidikan sebagai kunci sukses pendidikan di masa depan yang berbasis pada menejemen cita-cita.


F. Konsep Reformasi Pendidikan Keagamaan

Untuk mencapai solusi yang jelas terhadap bagaimana konsep untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, maka kita harus memiliki visi yang jelas. Kesepahaman antara pendidik dan anak didik perlu dikembangkan dan ditanamkan sebagai bentuk pengalaman pembelajaran dini. Pengalaman yang diajarkan sejak dini kepada anak tentang bagaimana konsep dalam mencari ilmu secara benar, yang mengedepankan proses yang bermuara pada pemahaman dan penguasaan ilmu, akan membuat perkembangan otak peserta didik semakin pesat. Dengan demikian kita tidak membunuh ide-ide jenius dan rasa ingin tahu peserta didik, karena anak tidak terbebani dengan target-target yang bersifat ambisius yang tidak sesuai dengan kemampuan anak dalam mendapatkan suatu ilmu pengetahuan.

Otak (akal) manusia sungguh diciptakan Allah SWT begitu sempurna dan hebat, karena memiliki kapasitas yang tidak terbatas untuk terus mencipta dan berkarya. Kita bisa lebih jenius dari Einstein, hanya saja pemikiran kita terbelenggu oleh pemahaman terhadap konsep mencari ilmu yang salah, karena dalam menuntut ilmu kita masih berjalan pada rel yang mengarahkan kita pada persepsi yang penting naik kelas atau lulus Ujian Nasional (UAN), bukannya pada bagaimana menguasai ilmu itu sendiri. Akhirnya out put yang dihasilkan hanya mengalami kebingungan meski di negara sendiri, karena out put tidak memiliki kecakapan ilmu pengetahuan, dan mereka ternyata baru sadar bahwa mereka tidak mendapatkan ilmu apapun setelah bertahun-tahun menghabiskan waktunya mengenyam pendidikan. Out put pendidikan Indonesia bagaikan orang buta, bersaing di pasar kerja sendiri tak mampu, mencipta lapangan kerja sendiripun tak bisa. Maka akibatnya pengangguran merajalela, hal ini mengindikasikan belum tercapainya janji Allah SWT dalam surat Al Mujaadalah : 11, akibat terjadinya kesalahan penafsiran konsep dalam menuntut ilmu.

Jika kita memahami bahwa menuntut ilmu selain sebagai kewajiban tetapi juga sebagai kebutuhan, niscaya dalam implementasi pencarian ilmu pengetahuan itu akan dijalani dengan ikhlas, tetap fokus pada tujuan, yaitu menguasai dan mengamalkan ilmu karena telah mendapatkan amanah sebagai khalifatul fil ardh di bumi ini, maka hasilnya pun akan baik karena tidak membawa pamrih tertentu dan kita selalu dilandasi oleh sikap tawakal.


G. Kesimpulan

Reformasi pendidikan yang sedang hangat-hangatnya digaungkan haruslah selalu dibarengi dengan peningkatan iman dan takwa sebagai spirit pencerahan yang dijadikann ijtihad bagi spiritualitas manusia yang selalu haus akan perubahan. Pendidikann yang mencerahkan hendaknya menjadi landasan sistem, konsep, dan aktualisasi pendidikan masa depan tanpa meninggalkan sisi kemajuan spiritualitas ahlak manusianya. Pendidikan yang dikelola lembaga-lembaga Islam sudah seharusnya mengupayakan pengalihan paradigma pendidikan yang berorientasi ke masa lalu (abad pertengahan) ke paradigma reformasi pendidikan yang bertendensi ke masa depan, yaitu dengan mengalihkan paradigma pendidikan yang hanya mengawetkan kemajuan, ke paradigma yang merintis kemajuan dengan tetap memegang teguh substansi nilai-nilai keagamaan.

ISLAM MEMPERBOLEHKAN SUAMI MEMUKUL ISTRI, DENGAN SYARAT...

Di Barat ada sebuah opini bahwa Islam menyuruh seorang suami memukul istrinya. Katanya suruhan itu terdapat dalam Al Quran. Hal itu menurut mereka (kaum Barat) sangat tidak mnusiawai dan menghina martabat kaum wanita. Opini yang dilontarkan media Barat tersebut memang sangat mendiskreditkan Islam. Ketidakmengertian akan ajaran Islam membuat mereka menelan mentah-mentah opini semacam itu. Sesungguhnya Islam melarang umatnya melakukan perbuatan yang tidak beradab seperti itu.

Rasulallah saw dalam sebuah hadis bersabda : ”La Tadhribu Imaallah” yang artinyaJanganlah kalian memukul kaum perempuan” (H.R. Imam Abu Daud dan Ibnu Majah). Rasulallah saw juga bersabda : “Sesempurna-sempurnanya orang mukmin dalam keimanannya adalah orang yang paling baik ahlaknya, dan orang yang paling baik diantara kamu adalah orang yang paling baik terhadap istrinya.” (H.R. Tirmidzi).

Memang dalam Al Quran ada sebuah ayat yang membolehkan seorang suami memukul istrinya. Namun, harus diperhatikan dengan seksama tindakan itu dilakukan pada seorang istri macam apa? Dalam situasi seperti apa? Tujuannya untuk apa? Serta cara memukulnya bagaimana? Ayat tersebut terdapat dalam Q.S. An Nissa ayat 24 yang artinya : “Sebab itu, maka wanita yang shalehah adalah yang taat kepada Alloh SWT dan memelihara diri ketika suaminya tidak ada. Oleh karena Alloh SWT telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu kawatirkan nusyusnya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Alloh SWT Maha Tinggi lagi Maha Besar.”

Jadi seorang suami diperbolehkan memukul istrinya jika telah terlihat tanda-tanda nusyusnya.

Nusyus adalah tindakan atau perilaku seorang istri yang tidak “bersahabat” pada suaminya (hendak menodai ikatan suci pernikahan, tidak beradab, berbuat jahat atau tidak tahu diri, mengumbar keinginannya semata, berperilaku tidak terpuji). Dalam Islam suami istri diibaratkan dua ruh dalam satu jasad. Jasadnya adalah rumah tangga. Keduanya harus saling menjaga, saling menghormati, saling mencintai, saling menyayangi, saling mengisi, saling memuliakan, dan saling menjaga. Istri yang nusyus adalah istri yang tidak lagi menghormati, mencintai, menjaga, dan memuliakan suaminya. Istri yang tdak lagi komitmen pada ikatan suci pernikahan. Seoarang istri yang berperilaku tidak terpuji.

Jika seorang suami melihat ada tanda-tanda atau gejala hendak nusyus pada istrinya, hendak menodai ikatan suci pernikahan, maka Al Quran memberikan tuntunan bagaimana seorang suami harus bersikap untuk mengembalikan istrinya ke jalan yang benar, demi menyelamatkan keutuhan rumah tangganya. Tuntunan itu ada dalam surat An Nissa ayat 34 tadi. Disitulah Al Quran memberikan tuntunan melalui tiga tahapan, yaitu :

Pertama, menasehati istri dengan cara yang baik, dengan kata-kata yang bijaksana, kata-kata yang mampu menyentuh hatinya sehingga dia segera sadar dan kembali ke jalan yang di ridhoi Alloh SWT. Sama sekali tidak diperkenankan mencela istri dengan kata-kata kasar, kata-kata kotor dan tidak terpuji. Baginda Rasulallah saw melarang hal tersebut karena menurut beliau kata-kata itu lebih tajam dan menyakitkan dibandingkan sayatan pedang tertajam di dunia sekalipun.

Kedua, jika dengan kata-kata tidak mempan maka Al Quran memberikan jalan yang lainnya yaitu pisah tempat tidur dengan istri. Dengan harapan istri yang nusyus itu bisa merasa dan segera introspeksi. Seorang istri yang benar-benar mencintai suaminya dia akan sangat merasa mendapat teguran jika suaminya tidak mau tidur dengannya. Dengan teguran itu diharapkan istrinya kembali sadar dan menjadi istri yang salehah sehingga rumah tangga kembali rukun dan harmonis.

Ketiga, jika ternyata istri masih bebal nuraninya karena tertutup oleh hawa nafsunya, dan dia masih tidak mau berubah setelah diingatkan dengan dua cara sebelumnya, maka cara ketiga adalah dengan memukulnya. Namun, perlu diingat bahwa memukul ini pun tidak sembarangan memukul. Perlu dipahami bahwa cara memukul yang dikehendaki Al Quran ini dengan syarat :

Pertama, suami boleh memukul istrinya jika telah menggunakan dua cara tersebut di atas tetapi tidak mempan juga. Tidak diperbolehkan langsung main pukul. Istri salah sedikit langsung pukul, itu salah. Itu jauh dari Islam, jauh dari tuntunan Al Quran dan Islam tidak bertanggungjawab atas tindakan kelaliman seperti itu.

Kedua, tidak boleh memukul muka atau bagian kepala. Hal itu disebabkan muka dan bagian kepala adalah segalanya bagi manusia. Rasulallah saw melarang memukul muka istri.

Ketiga, tidak boleh menyakitkan. Rasulallah saw bersabda : “Bertakwalah kepada Alloh dalam masalah perempuan (istri). Mereka adalah orang-orang yang membantu kalian. Kalian penya hak pada mereka, yaitu mereka tidak boleh menyentuhkan pada tempat tidur kalian lelaki yang kalian benci. Jika mereka melakukan hal itu, mka kalian boleh memukul mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan (qhairu mubrah) dan kalian memiliki kewajiban pada mereka yaitu memberi rizki dan memberi pakaian yang baik.” (H.R. Muslim). Para ulama ahli fikih dan ulama tafsir menjelaskan kriteria “qhairu mubrah” atau “tidak menyakitkan” tersebut yaitu tidak sampai meninggalkan bekas, tidak sampai membuat tulang terak, dan tidak di bagian tubuh yang berbahaya jika menerima pukulan.

Jika mempelajari Al Quran dan kandungan hadis Rasulallah saw tersebut, maka akan terasa jelas sekali seperti apa ajaran Islam sesungguhnya. Apakah seperti yang dituduhkan dan diopinikan publik Barat yang mengatakan Islam menghinakan kaum wanita. Apakah tuntunan mulia seperti itu yang bertujuan menyelamatkan bahtera rumah tangga karena ada gejala istri hendak nusyus, tidak lagi bersahabat terhadap suaminya, melakukan perbuatan mungkar, tidak terpuji, dan tercela, hendak menodai ikatan suci pernikahan oleh kaum Barat dianggap tidak beradab?

Kapan karena suatu sebab seorang suami boleh memukul istrinya? Pada istri macam apa? Syarat memukulnya apa saja? Tujuannya apa? Itu semua harus diperhatikan dengan seksama. Memukul istri jahat yang tidak tahu diri, yang hanya memenuhi hasrat nafsunya saja dengan pukulan yang tidak menyakitkan agar ia kembali ke jalan yang benar yang di ridhoi Alloh SWT demi keutuhan rumah tangga, apakah itu tidak jauh lebih mulia daripada membiarkan istri berbuat seenak nafsunya dan bisa menghancurkan mahligai pernikahan?

Itulah salah satu ajaran Islam mengenai perempuan, khususnya dalam menyikapi seorang istri yang berperilaku tidak terpuji. Islam sungguh sangat memuliakan perempuan. Surga berada di telapak kaki ibu. Rasulallah saw bahkan mengatakan tiga kata ibu untuk menghormati wanita. Beliau bersabda “Hormatilah ibumu, ibumu, ibumu, baru kemudian bapakmu.Hanya lelaki mulialah yang memuliakan wanita.

DI DUNIA SALING MENCINTAI DI AKHERAT SALING MEMBENCI


Siapakah orang yang di dunia saling mencintai dan mengasihi tapi kelak di akherat menjadi orang yang saling membenci dan memusuhi?

Alloh SWT berfirman : “Orang-orang yang akrab saling mengasihi, pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Az-Zuhruf : 67)

Apakah ada dua orang yang di dunia saling mencintai justru di akherat saling memusuhi? Jawabannya adalah ada. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Jika cinta keduanya tidak berlandaskan ketakwaan kepada Alloh SWT, maka keduanya akan saling bermusuhan di akherat nanti. Seseorang yang mencintai kekasihnya akan berbuat apa saja untuk orang yang dikasihinya itu. Tidak perduli apa pun juga bentuk tindakannya itu asalkan mampu membuat kekasihnya bahagia. Terkadang juga tidak peduli pada pertimbangn dosa atau tidak dosa. Apalagi jika cinta keduanya justru menyebabkan terjadinya perbuatan keji, mungkar, dan maksiat baik kecil maupun besar. Jika yang dilakukannya adalah perbuatan yang mendatangkan dosa dan laknat Alloh SWT kelak mereka akan berseteru di hadapan pengadilannya Alloh Azzawajalla. Tentunya mereka berdua akan bertengkar di akherat kelak karena saat penghisaban dosa-dosa mereka di dunia terpapar semua sedangkan salah satu diantara mereka mengetahui bahwa apa yang dulu dikerjakannya itu melanggar hukum Alloh SWT tetapi tidak segera menyadarkan salah satu diantara keduanya dan menyegerakan betobat.

Janganlah kalian mengorbankan kewibawaan kalian di hadapan Alloh SWT demi mendapatkan penghormatan dan penilaian di mata manusia dengan tidak tahu menahu dan tidak pula saling menegur perbuatan yang mungkar, keji, dan maksiat dari orang yang engkau cintai (istri dan suami, muslim yang satu dengan yang lainnya). Jangan sampai membuka pintu toleransi atau bahkan menolongnya untuk berbuat kemungkaran.

Alloh SWT berfirman : “Hai orang-orang beriman bertakwalah kepada Alloh dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (hari akhir). Dan bertakwalah kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh maha mengatahui apa yang kamu lakukan.” (Q.S. Al Hasyr : 18)

Rabu, 17 Februari 2010

PEBOHONG DAN PENGELUH


Imam Al Ghazali berkata dalam kitab Ihya’ Ulumiddin : Barangsiapa yang mengakui empat hal tanpa disertai dengan empat hal lainnya, maka dia tergolong sebagai pendusta". "Mereka adalah orang yang mengaku cinta surga tetapi tidak melakukan ketaatan (kepada Alloh SWT dengan menjauhi larangan-Nya, mejalankan perintah-Nya, dan mencari keridoan-Nya), maka dia adalah pendusta; Orang yang mengaku cinta Nabi Muhammad saw tetapi dia tidak mencintai ulama dan orang-orang fakir, maka dia adalah pendusta; Orang yang mengaku takut akan siksa neraka tetapi dia tetap tidak mau meninggalkan kemaksiatan, maka dia adalah pendusta; dan Orang yang mengaku cinta kepada Alloh SWT tetapi dia mengeluh terhadap setiap musibah yang menimpanya, maka dia adalah pendusta.”

Ibnu Atha’ berkata : “Seorang hamba dapat dilihat kebenaran dan kepura-puraannya disaat dia berada dalam kondisi susah dan lapang. Barang siapa yang bersyukur disaat keadaannya yang lapang dan berkeluh kesah dalam keadaan susah, maka dia termasuk pembohong. Dan seandainya seluruh ilmu di bumi diserahkan pada seorang manusia saja kemudian dia berkeluh kesah atas musibah yang menimpanya, maka ilmu dan amalnya tidak akan bermanfaat baginya.

Barang siapa yang mengakui tiga hal tetapi dia tidak membersihkan diri dari tiga hal lainnya, maka ia termasuk orang yang tertipu. Mereka adalah orang yang mengaku merasakan manisnya cinta dengan berdzikir kepada Alloh SWT tetapi dia mencintai dunianya; Orang yang mengaku cinta keikhlasan dalam beramal tetapi menginginkan manusia mengagungkan dan memuliakannya; Orang yang mengaku cinta kepada Alloh SWT tetapi dia tidak memiliki keberanian untuk mengorbankan dirinya di jalan Alloh SWT (beramal; baik dengan harta atau ilmunya).

Rosulalloh saw bersabda : Akan datang suatu zaman pada umatku dimana mereka akan mencintai lima hal dan melalaikan lima hal lainnya yaitu mereka mencintai dunia tetapi melalaikan akherat, mereka mencintai harta tetapi melalaikan hisabnya (perhitungannya kelak di akherat), mereka mencintai mahluk tetapi melalaikan Al-Khaliq (Alloh SWT Yang Menciptakan), Mereka suka melakukan dosa tetapi melalaikan tobat, mereka suka membangun dunia tetapi melalaikan membangun kubur.”

Di dalam kitab Uyunul AkhbarSyaqiq Al Bulkhi berkata : “Manusia mengucapkan tiga hal tetapi mereka benar-benar mengingkari apa yang diucapkannya itu dalam perbuatannya. Mereka berkata; “Kami adalah hamba-hamba Alloh SWT” tetapi perbuatan mereka seperti perbuatan orang-orang yang merdeka (mengagungkan kebebasan). Lalu mereka berkata; ”Alloh SWT yang menanggung semua rezeki kami” tetapi hati mereka tidak tenang dan tidak merasa puas dengan dunia dan mengupulkan harta kekayaan. Terakhir mereka mengatakan; ”Kematian adalah kepastian” tetapi perbuatan mereka seolah-olah tidak akan mati." Manusia menjadi munafik dengan pengingkaran atas ucapan mereka sendiri.

Rosulalloh saw bersabda : “Sungguh beruntung orang-orang yang diberi petunjuk memeluk islam, hidupnya akan terjaga dan merasa cukup dan puas dengan apa yang diberikan Alloh SWT.”

Oleh sebab itu menjadi keharusan bagi orang yang berakal untuk taat kepada Alloh SWT dengan tulus ikhlas, takut kepada Alloh SWT, dan rasa sabar. Ridho dengan segala Qodha’-Nya, sabar atas cobaan-Nya, bersyukur atas segala nikmat-Nya, menerima dengan tulus ikhlas akan pemberian-Nya, takut akan azab-Nya.

Alloh SWT Berfirman : “Barang siapa yang tidak ridha dengan qadha-Ku, tidak sabar atas cobaan-ku, tidak bersyukuyr atas nikmat-Ku, tidak puas dengan pemberian-Ku, maka hendaklah ia mencari tuhan selain Aku.

Jumat, 05 Februari 2010

LADANG INTROSPEKSI (CARA MENGETAHUI KEKURANGAN DIRI SENDIRI)


Sesungguhnya apabila Alloh Azzawajalla menghendaki kebaikan pada seorang hamba, maka Alloh SWT akan memperlihatkan kepadanya kekurangan, kelemahan, atau bahkan keburukan dari hamba tersebut kepada dirinya. Barang siapa yang mata hatinya mampu menembus segala kelemahan, keburukan, dan kekurangannya, maka dia tidaka akan pernah merasa khawatir dengan kelemahan-kelemahan yang dimilikinya itu. Hal itu dikarenakan, orang yang mengetahui kelemahan, keburukan, dan kekurangannya, maka dia akan mengupayakan untuk meminimalisir bahkan berusaha untuk mengobatinya sebagai wujud manusia yang berakal. Sebuah pepatah mengatakan bahwa jika semakin pandai seseorang, maka dia akan semakin tahu letak kebodohannya. Namun, ada pula orang yang hanya mampu melihat kekurangan orang lain bahkan sekecil biji padi sekalipun tetapi dia tidak bisa melihat kekurangan yang ada pada dirinya. Seperti peribahasa semut di seberang lautan kelihatan tetapi gajah di pelupuk mata tidak kelihatan.
Orang yang ingin mengetahui kekurangan dirinya, maka ia dapat menempuh empat cara, yaitu :
Rata PenuhPertama ; Belajarlah dari seorang guru (syeikh) atau orang yang berilmu agar mengajarkan tentang bagaimana melihat kelemahan, keburukan, dan kekurangan, bahkan secara langsung menunjukkan kelemahan, keburukan, dan kekurangan itu sendiri. Fase ini merupakan proses pembelajaran dimana seorang guru akan memberikan bimbingan, arahan, saran atau nasehat agar seorang murid mampu membenahi dan memperbaiki diri.

Kedua ; Bergaul dan berkawan dengan orang-orang yang mengajak pada kebaikan, kejujuran dan kebenaran, serta terpercaya. Dari pergaulan biasanya akan mempengaruhi karakteristik seseorang, baik cara berbicara maupun cara bersikap (tingkah laku). Pepatah mengatakan jikaseseorang bergaul dengan penjual minyak wangi, maka dia akan ikut berbau wangi tetapi jika dia bergaul dengan penjual ikan, maka ia akan ikut berbau amis. Jika seorang bergaul dengan lingkungan yang baik, maka baik secara langsung maupun tidak langsung, sedikit atau banyak akan berpengaruh pada perkataan dan perbuatannya mengarah pada yang baik. Namun sebaliknya jika seseorang bergaul dan hidup di lingkungan dengan teman-teman yang berperangai buruk, maka sedikit banyak teman-temannya akan berpengaruh juga terhadap tingkah lakunya. Seorang teman atau sahabat yang baik akan memberikan kritik yang konstruktif terhadap keburukan ahlak dan aib-aib batin temannya. Namun, tidak lepas dari realita bahwa fenomenanya ada beberapa teman atau sahabat kita yang memiliki sifat iri dengki terhadap kita, yang menganggap apa yang sesungguhnya baik dianggapnya sebagai aib, mereka membuka aib dan kekurangan kita untuk mencelakai dan menjatuhkan kita. Tidak menampik kemungkinan diantara sahabat atau teman kita ada juga yang menjadi seorang penjilat atau cari muka (mudahanah). Mereka pandai menyembunyikan kekurangan dan aib kita hanya karena tujuan tertentu saja dan mengharapkan sesuatu dari sikapnya itu. Akan tetapi sebagai manusia yang dibekali akal manusia kadang tidak memanfaatkannya untuk mengambil pelajaran dari setiap kritik bahkan yang berwujud celaan, hinaan, dan cercaan. Anehnya jika ada orang yang menasehati dan mengoreksi kesalahan kita, memberitahukan tentang kelemahan, keburukan, dan kekurangan kita itu malah dianggap sebagai musuh yang sepatutnya dibenci. Malah seseorang biasanya akan berusaha menandingi dengan menyerang balik terhadap orang yang menasehati kita. Kita lebih sering memusuhinya daripada mengambil manfaat dari nasehat atau kritikannya.
Jika hal itu menimpa kita, maka sadarlah hal itu sebenarnya menunjukkan kelemahan iman dan pola pikir kita. Apabila diteruskan sifat semacam itu akan membuat hati menjadi keras dan membatu sehingga hanya akan membuahkan dosa semata (iri dengki).

Ketiga ; Mengambil nilai positif dari orang-orang yang memusuhi, membenci, atau tidak suka terhadap kita. Biasanya orang yang tidak suka terhadap kita akan mengeluarkan perkataan yang menyerang, mencela atau menghina kita namun jika ditelaah lebih dalam perkataan mereka yang membeci kita itu sebenarnya merupakan sebuah nasehat. Nasehat itu memang seperti jamu, pahit diawal tetapi sesudahnya manis diakhir. Sepertinya akan lebih baik mengambil manfaat dari perkataan musuh yang membenci kita karena lebih cepat mengingatkan akan kelemahan, keburukan, dan kekurangan kita daripada kawan atau sahabat yang memuji dan menyembunyikan kelemahan kita karena mengharapkan sesuatu dibelakangnya. Akan tetapi, tabiat manusia yang selalu tidak mempercayai dan menganggap bahwa musuh akan melemahkan karena memandang apa yang diungkapkan musuh hanyalah ungkapan kedengkian dan ketidaksukaan mereka semata (ada pepatah yang mengatakan; sirik tanda tak mampu).
Cobalah untuk mengambil manfaat dari ucapan orang yang tidak menyukai kita sebab kesalahan dan kekurangan itu pasti lazim dimiliki oleh setiap manusia, maka belajar dan ambillah manfaat dari sesuatu apapun yang mungkin menyakitkan kita, sekalipun hal itu keluar dari orang-orang yang tidak menyukai kita.

Keempat ; Hendaklah tetap bertoleransi dan menjungjung tinggi hak asasi manusia untuk kemudian berpikir arif dan bijaksana ketika memandang sesuatu yang menurut agama tercela, menurut tataran hukum menyalahi norma, maka bersegerahlah anda mengingatkannya, bukan malah menjauhinya. Hal ini dilakukan tentunya agar apa yang dirasa telah keluar dari jalur segera diperbaikinya, tentunya ketika orang tersebut tidak mampu keluar dari kesalahan dan menyadarkan dirinya sendiri, maka sudah menjadi kewajiban kita untuk memberikan bantuan. Setiap manusia memiliki kecenderungan untuk mengikuti hawa nafsunya, entah banyak atau sedikit. Sifat dasar (kodrati) itu akan selalu menempel dan mengikuti gerak hidup manusia. Oleh karena itu, introspeksi diri (menilai diri) sejauh mana tingkah laku dan perkataan kita melukai orang lain kan membuat kita menjadi sosok manusia yang lebih baik (arif dan bijaksana) dalam menghadapi problematika hidup.
Seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya. Terkadang manusia sibuk mengajarkan ilmu, mengingatkan ini dan itu tanpa ia sadari hal itu malah bukan mendidik tapi malah menghakimi orang lain. Misalnya jika seseorang melihat kebodohan (ketidaktahuan sehingga mengakibatkan kesalahan) seseorang lainnya tentang suatu hal sehingga mengakibatkan sesuatu yang tercela (baik menurut agama dan norma) banyak orang yang malah menjauhinya bahkan menghakiminya. Sesungguhnya jika hal itu terjadi pada diri anda, maka sesungguhnya anda adalah orang yang tergolong belum meresapi dan memahami ilmu yang anda miliki selama ini. Anda bukan termasuk orang yang cerdas, arif, bijaksana, dan waspada terhadap kelemahan-kelemahan jiwa anda sendiri. Ketika menemukan kesalahan dan kelemahan jiwa-jiwa dan mengingingkan kebaikan dalam agama, maka jangan sibuk mendidik diri sendiri, jangan menjadi guru yang menggurui, jangan hanya bisa mengajarkan tanpa menerangkan makna dibalik semua pelajaran, bahkan anda hanya bisa menyalahkan, jangan hanya bisa menunjukkan tanpa anda sendiri mempraktikkan. Jika anda lemah dalam semua itu, maka hendaklah anda terbuka jika anda merasa lemah (tak berilmu) tanpa menghilangkan rasa kepercayaan diri dan iman.
Cobalah untuk mencari jalan (berkonsultasi, berdiskusi, meminta fatwa) dan mengikuti (taqlid) pada orang yang berhak ditiru dan diikuti ilmunya. Sebagaimana iman, ilmu pun memiliki tingkatan. Mungkin diri kita masih sedikit ilmu, maka carilah pada mereka yang lebih tinggi ilmunya dibanding anda. Sesungguhnya ilmu akan dicapai setelah iman karena esensinya ilmu itu berdiri dengan fundamental keimanan.

Semoga menjadi manfaat bagi kita semua, amin.