Rabu, 13 Januari 2010

ABSTRAK SKRIPSI JADUL


Judul : “Hubungan Sikap Siswa terhadap Disiplin Sekolah Siswa Kelas 5 Semester 1 SD Negeri Ketanggungan 04 Kecamatan Ketangungan Kabupaten Brebes Tahun Pelajaran 2002/2003”


Permasalahan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah apakah ada korelasi antara sikap siswa dengan kedisiplinan pada siswa kelas 5 semester 1 SD Negeri Ketanggungan 04 Kecamatan Ketanggungan Kabupaten Brebes tahun 2002/2003. Tujuannya adalah untuk mengetahui adanya korelasi antara sikap siswa dengan kedisiplinan siswa di sekolah.
Hipotesis kerja (Ha) yang diajukan untuk menjawab permasalahan tersebut adalah “Ada korelasi antara sikap siswa dengan disiplin sekolah siswa kelas 5 semester 1 SD Negeri Ketanggungan 04 Kecamatan Ketanggungan Kabupaten Brebes tahun pelajaran 2002/2003”. Hipotesis kerja (Ha) tersebut digunakan sebagai jawaban sementara atas analisis yang dilakukan penulis dalam penelitian ini.
Guna membuktikan hipotesis tersebut dilakukan penelitian terhadap sampel yaitu siswa kelas 5 sebanyak 50 siswa yang dijadikan sebagai responden. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah angket. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus Corelation Product Moment. Hasil perhitungan r - hitung diperoleh nilai 0, 242. Kemudian nilai tersebut dikorelasikan dengan tabel nilai r-product moment taraf sigifikansi 5 % dengan N = 50 r - tabel sebesar 0, 279 kemudian diketahui bahwa r- hitung lebih kecil daripada r-tabel.
Dari hasil analisis dan perhitungan diperoleh simpulan bahwa ternyata tidak ada hubungan atau korelasi antara sikap siswa dan disiplin sekolah siswa kelas 5 semester 1 SD Negeri Ketanggungan 04 Kecamatan Ketanggungan Kabupaten Brebes tahun pelajaran 2002/2003. Diharapkan dari hasil penelitian ini selaku pendidik (guru) senantiasa memberikan perhatian perilaku siswa dalam kehidupan ataupun pergaulan di sekolah. Hal ini dimaksudkan agar dalam individu siswa tumbuh dan berkembang sikap serta kesadaran siswa untuk hidup berdisiplin, baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan keluarga (rumah), dan lingkungan masyarakat.


Judul : “Studi Komparasi tentang Sikap Toleransi Antar Umat Beragama Antara Putra Pegawai Negeri dan Putra Bukan Pegawai Negeri Pada Siswa Kelas 2 Sekolah Menengah Kejuruan Sukawati Sragen Tahun Ajaran 1994/1995”.


Dalam penelitian ini penulis melakukan studi komparasi tentang Sikap Toleransi Antar Umat Beragama Antara Putra Pegawai Negeri dan Putra Bukan Pegawai Negeri Pada Siswa Kelas 2 Sekolah Menengah Kejuruan Sukawati Sragen Tahun Ajaran 1994/1995”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu bahwa ada perbedaan sikap toleransi antar umat beragama antara putra pegawai negeri dengan putra bukan pegawai negeri.
Ppopulasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 2 Sekolah Menengah Kejuruan Sukawati Sragen tahuun ajaran 1994/1995. Sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 40 0rang siswa, yang terdiri dari 20 siswa pegawai negeri dan 20 siswa putra bukan pegawai negeri.
Teknik dalampenelitian ini adalah teknik random sampling dengan cara undian. Untuk pengumpulan data digunakan metode angket sebagai metode pokok dan metode wawancara (interview) serta metode observasi sebagai metode bantu.
Untuk membuktikan hasil kebenaran hipotesis di atas, maka digunakan rumus t-test dengan menggunakan rumus : Mх - Mу
t =
SDьӎ
Setelah dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh, maka dengan menggunakan rumus t-test diperoleh hasil perhitungan sebesar 0, 01. Kemudian dari hasil perhitungan dikorelasikan dengan t-tabel pada d.b. 38. Pada taraf signifikansi 5 % diperoleh hasil sebesar 2, 021 sedangkan pada tarf signifikansi 1 % diperoleh hasil sebesar 2, 704. Dari hasil hitung tersebut diketahui bahwa nilai t-empiiris lebih kecil daripada nilai t-tabel atau dapat ditulis 2,021 ˃ 0,013 ˂ 2,704. Hal ini membuktikan bahwa hipotesis nol (Ho) diterima kebenarannya sedangkan hipotesis kerja (Ha) yang diajukan berbunyi “Ada perbedaan sikap toleransi antar umat beragama antara putra pegawai negeri dan putra bukan pegawai negeri yang menyimpulan bahwa putra pegawai negeri memiliki sikap toleransi yang lebih baik” ditolak kebenarannya.

KAROMAH SYEH ABDUL QODIR AL JAILANI


Syeh Abdul Qodir Al Jailani atau lengkanya Sayyid Abu Muhammad Abdul Qadir Al Jailani lahir di Persia, provinsi Jilan pada tahun 1077 M. Ayahnya masih memiliki hubungan darah langsung dengan Rasulalloh SAW, garis keturunannya masih bersambung dengan Al Hasan putra Fatimah, putri Rasulalloh SAW.
Beliau merupakan salah satu Wali Alloh yang termashur karomahnya. Sejarah perjalanan hidup dan keistimewaan-keistimewaan beliau telah dituangkan dalam manakib-manakib dan menjadi pelajaran hidup bagi seluruh umat muslin di setiap penjuru dunia. Beliau begitu kental bergelut dalam kesunyian duniawi. Beliau gemar merenangi lautan ilmu pengetahuan dan beliau teramat dimabuk cinta kepada Alloh SWT. Hampir setiap malam beliau mengkhatamkan Al Quran, setiap ba’da Magrib dan Isya beliau makan bersama para pengemis dan orang-orang papa. Oleh kalangan sufi beliau dianggap sebagai salah satu sumber mata air dalam pencarian hakekat hidup. Melalui ajaran-ajarannya beliau telah mewariskan pengetahuan dan pemahaman kepada umat Islam di seluruh penjuru dunia mengenai hidup, kasih sayang, dan pengenalan kepada Alloh SWT.
Tingkat kejujuran dan ahlak beliau tak perlu diragukan lagi. Dikisahkan; suatu hari beliau dirampok saat melakukan perjalanan menuju Baghdad. Sewaktu kepala perampok bertanya apakah ia memiliki harta benda, dengan polosnya dan tak pernah merasa gentar beliau menjawab “Saya memiliki empat puluh kepng mata uang emas. silahkan kalian ambil semuanya”. Kepala perampok terheran-heran mendengar jawaban tersebut. Ketika beliau ditanya kenapa ia begitu jujur, maka beliau pun menjawab “Ibu saya pernah berpesan agar tidak berbohong walaupun dalam keadaan terancam sekalipun” Tergerak oleh kejujuran Syeh Abdul Qodir Al Jailani, maka para perampok itu akhirnya masuk Islam dan memulai hidup dengan memegang prinsip kejujuran.
Sebuah pelajaran hidup bagi kita semua bahwa dalam kondisi apa pun; dalam keadaan dan situasi bagaimana pun; kejujuran harus terus hidup dalam hati kita. Rosulalloh SAW bersabda : “Empat hal yang apabila keempat hal tersebut terdapat dalam diri seseorang, maka dia adalah golongan orang munafik meskipun dia berpuasa dan melaksanakan solat dan sekalipun dia menyangka kalau dirinya orang yang beriman. Mereka adalah orang yang apabila berbicara, ia berdusta; Apabila berjanji mengingkari; Apabila dipercaya dia berkhianat; dan apabila berseteru ia berlaku curang (keji).Sedangkan Alloh SWT berfirman dalam Q.S. Ash Shaff Ayat 2 dan 3 : “(2) Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu lakukan. (3) Alloh membenci sekali kamu mengatakan hal-hal yang tidak kamu lakukan.”

KEUTAMAAN ORANG-ORANG FAKIR


Nabi SAW bersabda : ”Sebaik-baiknya umat ialah yang fakir diantara mereka dan yang paling lemah diantara mereka adalah yang paling cepat masuk surga.”Diriwayatkan bahwa sesungguhnya dianatara para nabi yang terakhir masuk ke dalam surga adalah Nabi Sulaiaman AS karena kedudukannya sebagai seorang raja yang kaya raya. Sedangkan diantara sahabat yang paling terakhir masuk ke surga adalah Abdurrahman bin Auf karena beliau adalah seorang sahabat yang kaya raya sehingga harus mempertanggungjawabkan semua kekayaannya di hadapan Alloh Azzawajalla.
Dikisahkan oleh Nabi SAW : ”Ketika Aku masuk surga, Aku mendengar derap kaki di depanku lalu Aku melihatnya dan Aku mendapati diantara mereka adalah Bilal dan orang-orang fakir dari umatku. Aku melihat mereka menempati tempat di atas surga kemudian Aku pun melihat ke bawah dan aku menyaksikan ternyata di surga paling bawah itu aku melihat orang-orang kaya dan para wanita, tetapi jumlah mereka sangat sedikit, maka Aku bertanya kepada Alloh SWT : “Wahai Tuhanku, bagaimana kondisinya seperti itu? Mengapa bisa begitu?” lalu Alloh SWT berfirman : “Para wanita dipersulit dan sedikit yang berada disurga dikarenakan mereka selalu disibukkan dengan oleh dua hal yaitu emas dan sutera (kekayaan dan segala hal keduniawian). Sedangkan orang-orang kaya, mereka dipersulit dan disibukkan oleh lamanya hisab harta bendanya”. Dari Umar r.a. diriwayatkan Rosulallah bersabda : “Orang-orang fakir akan masuk surga terlebih dahulu sebelum orang-orang kaya jaraknya terpaut dalam jangka waktu selama lima ratus tahun, seorang laki-laki diantara mereka ada yang masuk dalam kelompok itu yang banyak dan berdesak-desakan namun kemudian ia dipegang tangnnya, diangkat, dan dikeluarkan.”
Dikisahkan bahwa sahabat Abdurrahman bin Auf datang tergesa-gesa dan menangis kepada Rosulallah SAW ketika masuk ke surga. Nabi bertanya : “Para sahabatku telah datang mengunjungiku, apa yang membuat engkau datang terlambat kepadaku?” Ia menjawab : “Ya Rasulallah, kiranya aku tidak akan samapai bertemu denganmu hingga kudapati rambutku beruban dan aku tidak bisa melihat Anda” Nabi bertanya : “Kenapa?”, Abdurrahman bin Auf menjawab : “Aku menunggu penghisaban (perhitungan) atas hartaku”.
Dari kisah tersebut diketahui bahwa Abdurrahman bin Auf yang notabene adalah salah satu dari sahabat nabi yang tergolong sepuluh orang istimewa yang dijamin oleh Rasulallah SAW akan masuk sebagai penghuni surga. Rosulallah bersabda : “Hadiah paling berharga bagi kaumku yang beriman di dunia ini adalah kefakiran”
Aisyah r.a. membagi-bagikan seratus ribu dirham pemberian Mu’awwiyah dan Ibnu Amir serta yang lainnya dalam sehari kepada orang-orang fakir padahal baju Aisyah r.a. sendiri terdapat tambalan-tambalan. Dikishkan pula ketika Aisyah sedang berpuasa , seorang Jariyah berkata kepadanya : ”Seandainya aku membeli satu dirham daging kepadamu untuk berbuka, apakah anda mau?” Aisyah menjawab : “Seandainya aku mau, maka aku akan melakukannya. Namun, Rasulallah SAW berwasiat kepadaku : ”Jika Engkau ingin bertemu dan bersamaku (di surga), maka hiduplah sebagaimana kehidupan orang-orang fakir dan takutlah engkau duduk bersama-sama di dalam majlis orang-orang kaya dan janganlah engkau melepas pakaianmu sekalipun pakaian itu bertambalan”.
Namun, perlu diingat dan digaris bawahi bahwa orang fakir dan sifat kefakiran yang akan mendapatkan balasan surga berlaku bagi orang-orang yang qona’ah yaitu mereka yang ridho dengan pemberian Alloh SWT. Nabi SAW bersabda : “Tidak ada seorangpun yang lebih mulia daripada orang fakir, jika ia adalah orang yang ridho”. Jadi, sifat kefakiran yang penuh dengan keridhoan kepada Alloh SWT lah yang akan mendapatkan pahala atas kefakirannya. Sementara orang yang tamak dan rakus, maka ia tidak akan mendapatkan pahala atas kefakirannya. NAbi SAW bersabda : “Wahai orang-orang fakir persembahkanlah keridhoan kepada Alloh SWT dari dalam hati anda, maka engkau akan mendapatkan keburuntungan pahala atas kefakiran anda. Jika tidak, maka anda tidak akan mendapatkannya. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang diberi petunjuk untuk memeluk Islam karena hidupnya akan terjaga dan merasa puas dengan apa yang diberikan Alloh SWT kepadanya.”
Oleh karena itu wahai saudaraku, ketika kita dilebihkan oleh Alloh SWT dengan limpahan rizki (bukan sekedar materi, harta kekayaan semata; ilmu, anak, istri, kesehatan, umur yang panjang, dan lain-lainnya), maka kelak itu semua akan dipertanyakan dihadapan pengadilannya Alloh Azzawajalla. Sesungguhnya sangat celaka manusia jika tidak berbuat kemanfaatan dari hartanya yang selalu bertambah, sementara umurnya terus berkurang. Sedikit harta yang dimiliki itu lebih baik dari pada berlimpahan harta namun malah membuat manusia durhaka.
Saudaraku, bertadharru’lah kepada Alloh SWT jangan bertadharru untuk “menjilat” kepada manusia. Merasa puaslah dengan apa yang engkau miliki yang merupakan pemberian Alloh SWT sebagai implementasi kasih sayang Alloh SWT kepada hamba-hambanya. Saudaraku, esensinya Alloh SWT maha tahu apa yang sesungguhnya engkau butuhkan dari pada apa yang engkau harapkan.
Secara fundamental, kemuliaan dunia itu berada pada pemutusan keinginan terhadap apa yang berada di tangan orang lain. Jadilah engkau orang kaya (tidak membutuhkan) terhadap apa yang dimiliki orang lain. Ketahuilah bahwa orang kaya itu bukan dinilai dari banyaknya harta, kekayaan, atau jabatan yang dimilikinya melainkan orang kaya itu lebih dinilai dari kekayaan yang dimiliki di dalam hatinya, yaitu orang yang selalu merasa cukup (dengan apa yang telah dimilikinya dan tidak menginginkan apa yang dimiliki orang lain untuk ia miliki juga).